Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paradoks Hidup, Uang, dan Sandaran Hati

14 Agustus 2020   08:08 Diperbarui: 17 Agustus 2020   08:00 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: 4.bp.blogspot.com

Tetapi bagiamana dengan mereka yang hidupnya tidak mempunyai sandaran hati dalam menjalani kehidupannya? Saya mungkin sekarang didalam keadaan seperti itu, bukan saja hidup bagaimana langkah kaki akan membawa dan langkah pikir yang terus dipikir dalam setiap langkahnya.

Se-usia saya yang sudah akan menginjak 30-an tahun, memang sudah tidak harus lagi berjuang untuk diri sendiri. Karena dalam kehidupan; "manusia bukan saja sebagai rahmat bagi pribadi. Tetapi sebagai rahmat untuk keluarga, masyarakat, dan alam disekitarnya.

Namun bagaimana dengan manusia yang masih melajang dan tanpa arah tujuan untuk kembali pulang? Itulah pertanyaan saya sebagai manusia itu. Harus ada yang lain dari dalam dirinya sendiri untuk berlabuh, memberi kesan dimana kita pulang sebagai orang tua bagi anak-anak kita.

Kebebalan saya, hidup masih ingin dibuat asyik dengan diri sendiri karena ketidak percayaan diri terhadap wanita. Ah, bisa membuat wanita tertarik saja pada saya, mungkin itulah anugrah paling indah dari Tuhan untuk hidup. 

Saya juga merasa; terkadang hidup mempunyai sandaran hati itu penting bagi manusia. Apa lagi seorang pria seperti saya. Sandaran hati  untuk hidup itu justru dapat membawa semangat yang berbeda dari diri manusia. Apakah anak dan istri adalah sandaran hidup bagi semua seorang suami? Itulah yang terus dicari jawabnya oleh diri saya.

Inilah yang terus terpikir, mengapa hidup ini cenderung tidak punya arah, bagaimana mencari arah-arah itu? Seperti pertanyaan yang harus dijawab oleh diri bersama dengan dirinya sendiri. 

Karena dalam pengelanaan, saya bukan saja mencari penghidupan. Tetapi juga mencari sandaran hati, siapakah yang akan saya temukan untuk dapat membuat menyemangati hidup dan mengakhiri kegalaluan akan kehidupan ini?

Dari kota ke kota, dari Jakarta sampai ke Bali. Apakah manusia hidup saja untuk  mencari uang? Saya sadar tentu uang penting dalam hidup. Namun tidak akan hinakah manusia jika hidup hanya mencari uang dan tetap uang untuk tujuan kehidupannya?

Apakah uang itu dapat membayar kebahagiaan semua manusia? Pada dasarnya apa semua orang bahagia dalam mencari uang? Pertanyaan itu bukan hanya harus dijawab oleh saya saja, tetapi oleh semua orang yang hidup di dunia.

"Paradoks hidup memang butuh uang, namun itu bukanlah satu-satunya. Semangat, gairah akan kehidupan dan rasa bahagia itu tidak akan pernah bisa dibeli oleh seberapa pun uang yang kita kumpulkan. Uang hanyalah alat, dan alat itu hanyalah akan menjadi alat, bukan sumber dari kebahagiaan manusia".

Maka dari itu, disamping saya mencari uang untuk alat dari kehidupan, saya juga mencari kebahagiaan untuk jiwanya sendiri. Dan apa bentuk nyata sesuatu yang dapat membahagiakan kehidupan manusia? Saya bukan hanya sedang mencari, tetapi juga sedang mengahayati, apakah itu cinta? Dan apakah itu cita yang mendasarinya segala pencarian yang ada dalam hidup saya?

Jika cinta; memang saya bukanlah orang yang beruntung itu. Entah mengapa jiwa saya begitu lemah sehingga seperti tidak ada daya dalam memperjuangkan cinta terhadap perempuan. Minder dan gampang menyerah seperti telah menjadi sifat saya dalam memperjuangkan cinta.

Memang tidak tahu mengapa orang seperti saya ini ada dan diciptakan? Tetapi kembali lagi pada kelahiran, ia tidak dapat memilih. Mungkin orang seperti saya ini harus ada untuk suatu bentuk varian kehidupan manusia yang kompleks.

Dan bagimanakah cara menambah energy itu, saya-pun ingin sama memperjuangkan cinta dan ingin juga dicinta oleh wanita dalam kehidupan saya. Supaya saya seperti mereka yang kini hidupnya mempunyai sandaran hati itu sebagai daya hidup mereka yakni; adanya anak dan istri yang selalu menunggunya di rumah.

Manusia hidup juga harus mempunyai cita-cita, supaya keluhuran sebagai manusia dapat terimplementasikan. Latihan hidup dalam setiap bentuk perjuanngannya adalah laku dalam prihatin manusia mencapai keutamaan hidup yang harus dicapainya. Untuk itu dengan langkah saya, tidak mau akan terhenti disatu tempat yang sama sekali tidak mendukung diri menggapai apa yang dicita-citakan.

Hidup memang pilihan dan saya memilih untuk pergi dari tempat-tempat yang sama sekali tidak mendukung diri saya. Entah mendukung dalam kreativitas atau dalam setiap langkah menggapai antara cinta dan cita-cita saya yang harus saya gapai.

Tidak dapat dihitung dari Jakata sampai ke Bali, serta berapa kota yang sudah disinggahi oleh diri saya. Memang itu tidak pernah lama, disamping saya mencari uang, juga mencari pengalaman, dan yang penting mencari cinta untuk kehidupan saya.

Kota Pekalongan bukan hanya menjadi saksi bagaimana pengelanaan baru terhadap dunia yang berbeda harus mulai. Dalam satu bentuk kerja mencari sesuatu yang lain dari kerja adalah hal yang perlu dicari termasuk menemukan cinta dalam kerja tersebut.

Karena disamping cinta juga dapat menjadi pembeda bagi suasana hati manusia, juga dapat membuat penderitaan bagi manusia yang akhirnya mereka "manusia" sadar bahwa; hidup memang penderitaan". Dan latihan hidup dalam penderitaan bukan saja akan menguatkan tetapi memperjelas eksistensi sebagai manusia.

Diselah-selah waktu akhir akan meninggalkan kota pekalongan saya bermimpi; "saya bermimipi bertemu dengan seorang wanita. Memang perempuan itu belum pernah dijumpai dalam kenyataan, ia cantik, tetapi wajahnya lupa untuk terus diingat-ingat. Saya hanya ingat bagaimana wanita itu berjalan dan saya melihatnya dari belakang: memakai baju hitam, celana krem, dan rambutnya ukuran pundak".

Perenungan dan setiap perenungannya, selalu saja mendapatkan tanya, akan bagaimana nasib satu manusia ini akan ini akan dibawa? Perubahan akan nasib. Memang tidak siapaun hanya diri sendiri yang mengusahakannya. Bukan dan tidak pernah orang lain ikut mengusahakan itu.

Saya yang usianya sudah tidak muda lagi. Tidak lain hidup manusia selalu mendambakan teman---- teman hidup yang selalu ada didalam setiap keluh kesah hidup itu. Dimana saya mengidamkan menjadi sepasang manusia antara lelaki dan perempuan, yang diharapkan selalu ada untuk mengobati rasa kesepian masing-masing diwaktu kehidupannya.

Namun apakah rasa kesepian itu benar-benar karena kita ingin mempunyai teman? Mungkinkah hanya karena kita: tidak mampu berdamai dengan rasa sepi, yang suatu saat menghampiri diri kita sendiri sebagai manusia kita tidak berani memandang hidup dalam kebersamaan itu?

Tetapi dengan kelajangan yang cenderung soliter disini saya rasakan semakin memperihatinkan. Apakah ia benar-benar membutuhkan cinta untuk merubah hidupnya? Dan tentang cinta itu, apakah selalu saja disajikan untuk mengurangi rasa kesepian diri manusia masing-masing?

Mungkinkan cinta ada untuk seperti itu "kegunaannya" bagi manusia saling mengobati rasa sepi untuk diri manusia itu sendiri?

"Kehidupan, sampai kapan-pun ia dijalani, manusia membutuhkan teman pada akhirnya, yang tidak saja saling mengerti. Tetapi saling melengkapi diri, saling dukung-mendukung dalam pengembangan diri masing-masingnya untuk mencapai tujuan hidup masing-masing".

Karena tentang tujuan dari hidup manusia itu, ia akan terus menapaki jalan apa yang menjadi misi jiwanya tersebut berlari, berdiri, menatang sebagai manusia ".

Berbagai ide tentang kata "lengkap", apakah hidup manusia lengkap jika ia punya kekasih? Kekasih sebagai tempat dimana; ia sendiri menggantungakan hidupnya bersama sikap menyandarkan segenap rasa pada kehidupan masing-masing satu dengan lainnya?

Mungkinkah "benar", kekasih dapat membuat kesepian hidup satu manusia berkurang? Atau jangan-jangan memang manusianya sendiri yang hidupnya selalu kurang? Dimana ia gagap menanggapi kesepian, lalu membuat suatu yang menarik didalam dirinya untuk supaya: "tidak bosan dengan kesepian itu yang disinyalir dari berbagai artikel disana, bahwa: rasa kesepian juga dapat membunuh manusia dalam kehidupannya?

Tentu bukan manusia jika ia tidak punya cara, begitupun cara unik diri dalam menanggapi rasa sepi yang ada didalam dirinya sendiri. Mempunyai kekasih yang masih dipertanyakan dirinya, apa benar hidup harus berkasih antara pria dan wanita untuk berteman selamanya?

Lebih khusunya lagi mengurangi rasa kesepian yang ada secara bersama-sama? Untuk menantang tantangan hidup yang semakin menantang setiap zamamnya yang akan terjadi pada diri manusia?

Memang seperti sebuah kebenaran. Usia yang semakin matang dalam jumlah angka sendiri sangat menyulitkan bagi saya. Mereka dan kita sangat sulit mencari teman dalam setiap permainan tongkrongan. Sebab teman didalam usia 30-an sepertinya tidak akan lagi ada di zaman dimana; "kita manusia hanya bersenang-senang, nongkrong-nongkrong, untuk menikmati kehidupan setiap hari".

Umumnya diusia akan menginjak 30-an dan masih lajang, ia memang akan terasing oleh kehidupan sosial pada akhirnya.  Bersosial dengan orang yang sudah tua di pos ronda seperti riskan, "kita saat ini belum menjadi orang tua, itulah masalahnya dengan tua dalam zona ketanggungan setengah dari umur kebanyakan jika dihitung 60-an".

Tetapi jika tidak bergabung kesana, kita "manusia" tidak akan pernah mempunyai teman. Sebab teman-teman se-usia 30-an, rata-rata memang sudah menikah, dan teman masing-masing dari mereka adalah anak dan istrinya sendiri yang menjadi bingkai keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun