Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tungku: Upaya Berhemat dan Menjaga Tradisi

12 Agustus 2020   19:46 Diperbarui: 14 Agustus 2020   23:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak diberlakukan program pemerintah dari kompor minyak tanah sampai saat ini menjadi berbahan bakar gas sebagai alat memasak rumah tangga. Tungku ibu saya memang tidak pernah berubah menghiasi dapur belakang rumah.

Tungku yang disebut juga pawon sebutan nama di deraah saya di Cilacap, Jawa Tengah adalah alat instalasi yang dirancang sebagai tempat pembakaran sehingga bahan bakar dapat digunakan untuk memanaskan sesuatu.

Meskipun dalam perjalanan waktu, kompor didapur tetap ada di rumah saya. Namun dimasa yang sudah lalu maupun saat ini.

 Kompor berbahan bakan minyak tanah yang saat ini bertraformasi menjadi gas tetap tidak dapat mengantikan peranannya secara mutlak oleh tungku.

Memang istilah yang melekat pada "tungku" ribet, kotor,serta belum dengan asap yang dihasilkan terkadang menganggu.

Bahkan jika itu diletakan didalam ruangan, ruangan tersebut akan kotor dibuatnya oleh asap api tungku tersebut. Belum dengan sisa-sisa pembakaran kayu.

Tetapi apapun ketidaknyamanan yang dihasilkan "tungku" perannya tetap menjadi pilihan utama ibu saya sebagai alat untuk memasak. 

Karena hampir setiap hari pagi dan sore hari, tungku digunakan ibu saya untuk memasak air hingga memasak sayuran untuk lauk makan.

Alasan yang pertama adalah menghemat biaya. Sebab dengan tungku, ibu saya dapat menghemat biaya untuk membeli bahan bakar seperti gas saat ini--- dulu minyak tanah. 

Mungkin jika tidak diselingi tungku sebagai alat memasak, setiap dua minggu atau satu minggu, gas untuk kompor tersebut akan cepat habis guna memasak air dan sayuran yang dilakukan pagi dan sore oleh ibu saya.

Oleh karena itu dengan adanya tungku sebagai cadangan alat pembakaran yang efiesen biaya membuat pengeluaran belanja dapat ditekan untuk kebutuhan membeli gas. Selama ini kompor gas hanya digunakan oleh ibu saya memasak jika malas menggunakan tungku.

Hasilnya memang dapat lebih hemat pengeluaran belanja, itu sudah pasti dengan jarangnya ibu saya membeli gas. 

Bahkan untuk ukuran satu tabung gas 3kg, oleh ibu saya dapat digunakan  dalam jangka waktu satu bulan lebih.    

Masih banyaknya sumberdaya alam seperti kayu di desa saya membuat ibu saya seperti tidak mau lepas dari peran tungku atau pawon. 

Sayang jika kayu bakar yang banyak tidak digunakan hanya menjadi makanan rayap di tempat kayu atau terbengkalai dipekarangan rumah.

Bagi yang tidak akrab kata "Rayap" adalah binatang kecil berbadan putih berkepala kuning yang jika dirumah menghabiskan kusen atau kayu penyangga gendeng. 

Sering ditemukan juga menghabiskan kayu lemari. Selama ini jika kayu bakar tersebut di tamping tertumpuk di tempat kayu, jika tidak digunakan jelas dan pasti akan habis oleh rayap.

Konsitensi ibu saya menggunakan tungku juga di ikuti oleh tetangga yang ingin hemat biaya untuk membeli gas. Tetangga saya rata-rata menggunakan tungku untuk memasak air. 

Karena seberapa banyak memasak air walapun butuh api yang lama untuk memasaknya sudah tidak khawatir biaya lagi untuk membeli gas.

Pertimbangan lain tetangga saya juga sudah tidak mau mengkonsumsi air isi ulang yang jika dibandingkan dengan air masakan sendiri lebih segar air tersebut.

Sebab di desa masih banyak sumur yang airnya tidak terkontaminasi dengan kaporit yang biasa digunakan air PDAM--- menjadikan jika masak sendiri kesegaran air terjaga.

Begitu juga air isi ulang dengan biaya untuk membelinya, jika masak sendiri dapat menghemat biaya. Ditambah kualitas air isi ulang tersebut dipertanyakan kebersihannya.

Serta rasa dari air isi ulang yang semakin hari semakin menurun kualitasnya, membuat memasak air sendiri menjadi solusi untuk menghemat biaya. Menjaga asupan air untuk tetap segar diminum dengan memasak air sendiri.

Tungku yang hingga saat ini tidak lekang oleh waktu. Sebagai alternative alat rumah tangga di desa untuk berhemat biaya pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan membeli gas, seyogyanya memang harus terus dilestarikan. 

Hidup itu tidak perlu gengsi, jangan takut kotor mencari kayu bakar, serta buang keengganan aktivitas didepan tungku atau pawon, yang penting hidup efisien.

Saya masih ingat dulu ketika anak-anak melakukan aktivitas repek. Pengertian repek adalah mencari kayu bakar di pekarangan-pekarangan belakang rumah-rumah warga. 

Jika memang tungku lestari bukan tidak mungkin anak-anak saat ini juga melakukan aktivitas yang sama yakni repek.

Anak-anak tetangga saya kemarin juga repek dibelakang rumah saya, dimana dibelakang rumah saya masih banyak pohon untuk diambili kayunya. 

Melihatnya saya seperti bernostalgia, mengenang repek saat itu sewaktu saya kecil, sampai jauh mengintari pekarangan-pekarangan untuk mencari kayu bakar bersama teman-teman.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun