Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Anak Sekolah Menjadi Alay

10 Agustus 2020   16:15 Diperbarui: 13 Agustus 2020   16:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seperti saya yang sudah tidak bekerja karena terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) oleh perusahaan tempat bekerja saya dulu. 

Anak-anak sekolah dimasa pandemic covid-19 di Desa pun sama: "bingung" tidak masuk sekolah yang akhirnya lari pada wahana permainan-- salah satunya bermain layang-layang"

Sayangnya saya bukanlah orang yang bisa sama persis seperti mereka yang mempunyai hobi meskipun hanya sekedar bermain layang-layang atau semacamnya.

Entah mengapa dari dalam diri saya, tidak mau seperti mereka meskipun tidak ada kesibukan lain--- lari kepada hobi yang umum untuk sekedar menghilangkan penat sangat dibutuhkan.

Hobi umumnya di sebuah desa tidak jauh adalah aktivitas bermain burung merpati, gantangan burung, merawat tanaman, serta hobi-hobi permainan lain yang sedang menjadi sebuah tren di desa saat ini karena sedang musim kemarau angina bertiup kencang banyak dari mereka bermain layang-layang.

Tetapi meskipun saya sudah tidak tertarik sama sekali dengan hobi-hobi apapun. Saya tetap harus mempunyai kesenangan pada "hobi" saya sendiri untuk dibangun, yang tidak dapat saya tawar sebagai jalan hidup lari dari suatu kebosanan.

Dimana pada saat masa-masa krisi saya kini terpaksa harus menjadi pengangguran, yang tidak padat dengan pekerjaan karena di PHK  dan menyandang profesi sebagai pengangguran total. Sebaiknya saya harus melakukan aktivitas yang dapat terus membuat semangat dalam menjalani hidup.

Apa daya, saya sudah tidak kurang-kurang mencari lowongan kerja dan berharap setiap hari dapat diterima kerja. Maka dari itu tentu saya harus punya hobi. Saya memilih mempunyai hobi mengamati hobi-hobi orang lain.

Mengapa saya tertarik mengamati hobi orang lain adalah sisi pelajaran akan hobi dari orang lain tersebut dapat saya tulis dan membaginya kepada pembaca blog saya di Kompasiana ini yang saat ini menulis di kompasiana dijadikan pelipur lara seorang pengangguran.

Jujur saja saya tidak tahu, mengapa saya lebih suka menghabiskan waktu di ruangan menulis saya dirumah setiap hari. 

Sembari mengamati tetangga, keponakan, serta anak-anak kecil yang tetap bahagia bermain saat mereka tidak sekolah dimasa pandemic covid-19.

Karena semua tahu, sudah akan menginjak empat bulan sekolah diliburkan. Dan anak-anak sekolah seperti keponakan saya pun yang duduk dibangku sekolah menengah pertama, setiap hari hanya bermain, bangun siang, begadang sama seperti saya "pengangguran".

Dan menjadi hal yang tidak saya duga dengan anak-anak sekolah kini, termasuk keponakan dan anak-anak  tetangga saya, yang setiap hari dari pagi, siang, hingga sore hari memegang layang-layang mereka menjadi aktivitas utama.

Bertempat di kebun, pekarangan rumah, dan jalan umum, mereka menerbangkan layangannya. Seakan sekolah berganti menjadi bermain layangan pada masa pendemi covid-19 ini di desa saya. 

Hampir setiap pagi anak-anak tetangga serta keponakan saya membawa pisau, batang bambu, tambang, serta plastic bahan untuk merangkai layangan--- tidak ketinggalan "Lem" perekat plastik.

Gagal diterbangkan, coba lagi, modifikasi lagi, tidak dapat terbang, buang, dan membuat lagi. Itulah sehari-hari apa yang dilakukan keponakan saya dan anak-anak tetangga serta kebanyakan anak-anak di desa saya. 

Bahkan layangan itu ditempeli aksesoris supaya pada saat malam hari layangan tersebut menyala kerlap-kerlip seperti bintang malam.

Saat ini layangan menyala sudah menjadi pemandangan yang biasa di pinggirin Kabupaten Cilacap tepatnya di Kecamatan Maos, Desa Karangrena, desa kelahiran saya. 

Karena setiap tahun pada saat musim kemarau tiba sudah membudaya bermain layaag-layang di desa saya, yang dibuat menyala seperti kunang-kunang.

Namun musim layangan kali ini berbeda dengan liburnya anak-anak sekolah akibat covid-19. 

Jumlah layangan yang terbang di udara langit-langit desa saya lebih banyak dari tahun sebelumnya. Serta karena tidak sekolah minat anak-anak bermain layangan semakin tinggi dimusim kemarau saat ini.

Tidak masuk sekolah pun mereka tidak bingung. Seperti cerita anak kelas 3 SD tetangga saya, setiap pagi mengerjakan tugas online dari guru. 

Dikerjakan pagi supaya anak tetangga saya dapat bermain dengan leluasa. Tugas online untuk anak SD saya dengar karena rumah saya dekat, ujung-ujungnya orang tua yang menggarap tugas anak sekolah tersebut pun sudah biasa.

Saya tidak akan mengkritik itu perkara tugas sekolah, bahkan saya katakan wajar jika orang tua yang mengerjakan. Anak sekolah naik kelas saja belum pernah.  

Tidak terasa belajar siang-malam, tahu-tahu lama tidak sekolah kemudian naik kelas. Tetapi kini di desa saya, anak-anak sekolah karena sudah tidak sekolah tidak lain aktivitas utamanya hanya bermain.

Saat ini yang masuk musim kemarau, sedang tren bermain layangan di desa. Anak-anak sekolah satu desa saya kini menurut saya, bukan lagi menyandang anak sekolahan melainkan sudah bertrasformasi sejak satu setengah bulan yang lalu bertrasformasi menjadi anak-anak "Alay". 

Anak alay sama dengan orang bilang anak layangan, yang setiap hari, dalam menjalani hari-harinya hanya bermain layangan. Dari membuat layangan, hingga bokar pasang layangan yang tidak terbang, hingga suit-suit mengundang angina ketika akan diterbangkan di jalan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun