Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Raden Saleh, Tafsir Lukisan Diponegoro, dan Ide Nasionalisme

9 Agustus 2020   19:39 Diperbarui: 9 Agustus 2020   22:39 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggambaran dari suatu ide tentang apapun yang menjadi hasrat untuk menyuarakan suara hati dapat disuarakan melalui media apapun termasuk karya lukis. 

Termasuk cara Raden Saleh pelukis kenamaan hindia-belanda (Indonesia) yang semasa hidupnya di pernah belajar seni di eropa yang sampai saat ini karya-karya lukisnya masih dikenal termasuk salah satunya adalah lukisan penangkapan pangeran diponegoro.

Raden Saleh Sjarif Boestaman  lahir 1807 atau 1811 dan meninggal  23 April 1880 adalah pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan seni modern Indonesia (saat itu Hindia Belanda). 

Lukisan Raden saleh  merupakan perpaduan Romantisisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar belakang kehidupan masyarakat  serata berbagai lukisan keindahan alam.

Mengutip "Wikipedia": Raden Saleh dilahirkan dari sebuah keluarga Jawa ningrat masih kerabat dengan Bupati Semarang. 

Dia adalah cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab. 

Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang Jawa tengah.

Sejak Raden saleh berusia 10, ia diserahkan oleh pamannya, yang saat itu menjabat Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda yang pada masa itu menjadi atasannya di Batavia. 

Kegemaran menggambar raden saleh mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Karena keramahannya  dalam bergaul memudahkannya Raden Saleh masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia Belanda di Batavia.

Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya yang akhirnya membuat Raden Saleh meneruskan pendidikannya di Eropa.

Saat itu Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. 

Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain yang sebelumnya berteugs untuk mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu.

Dua tahun pertama di Eropa Raden Saleh pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak menggunakan batu. 

Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka memenuhi selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu.  

Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya Dresden, Jerman. 

Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.

Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1852 setelah 20 tahun menetap di Eropa. Raden Saleh bekerja sebagai konservator lukisan pemerintahan kolonial dan mengerjakan sejumlah portret untuk keluarga kerajaan Jawa, sambil terus melukis pemandangan. 

Namun dari itu, ia mengeluhkan akan ketidaknyamanannya di Jawa. "Disini orang hanya bicara tentang gula dan kopi, kopi dan gula" ujarnya di sebuah surat yang sebelumnya sudah terbiasa hidup di Eropa.

Tafsir Lukisan Penangkapan Diponegoro

ilustrasi: harpersbazaar.co.id
ilustrasi: harpersbazaar.co.id
Memang suatu karya lukis yang apik dan bersejarah selalu mengundang berbagai tafsir. Tidak terkecuali lukisan Raden Saleh tentang penangkapan Pangeran Diponegoro. 

Menurut pengamatan saya bahwa alasan Raden Saleh melukis penangkapan pangeran diponegoro adalah karena dirinya merupakan konservator pemerintah Kolonial belanda yang bekerja untuk Kerajaan Belanda "melukis mengabadikan momentum terbaik pemernitah Kolonial Belanda"

Lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro yang berawal: pada tanggal 28 maret 1930 setelah pasukan diponegoro berperang dengan tentara Kerajaan Belanda yang disebut dengan Perang Jawa mengakibatkan kerugian baik materi dan korban jiwa dikedua pihaknya. 

Kemudian membuat Pangeran Diponegoro menyerah tanpa syarat kepada pihak Belanda untuk mengakhiri perang tersebut, yang kemudian oleh Raden Saleh diabadikan lewan lukisan sebagi prestasi besar pemerintah colonial Belanda.

Meskipun dalam narasi perlawanan dari pasukan Pangeran Diponegoro tidak lelah dalam membela rakyat kala itu. 

Namun dengan pertimbangan kerugian korban jiwa, logistik yang kurang, serta sulitnya pendanaan dalam perang dan terus berkurangnya pasukan---- menyerah adalah pilihan yang tepat bagi pangeran Diponegoro.

Lukisan Raden Saleh menggambarkan situasi menyerahnya Pangeran Diponogoro dirumah persembunyiannya. Tanpa perlawanan Pangeran Diponogoro dibawa oleh tentara Belanda dipimpin oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock. 

Mengapa dalam lukisan karya Raden Saleh itu masyarakat memohon untuk tidak di bawanya Pangeran Diponogoro oleh tentara Pemerintah Kolonial Belanda?

Karena masyarakat Jawa waktu itu percaya akan hadirnya Ratu Adil untuk melepaskan penderitaan masyarakat dan ketidakadilan yang dilakukan oleh tentara Pemerintah Kolonial. 

Maka upaya perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponogoro dan pasukannya di anggap oleh masyarakat sebagai pahlawan sekaligus juru selamat seperti mitologi Jawa akan hadirnya Ratu Adil

Oleh karena itu, keberanian dan sisi karismatik Pangeran Diponogoro melawan tentara Kolonial Belanda menjadi cikal bakalnya perlawanan terhadap Belanda di masa-masa berikutnya. 

Sampai akhirnya menjadi perjuangan akan semangat nasionalisme masyarakat  Hindia Belanda "Indonesia" berkat kesadaran perlawanan yang diabadikan Raden Saleh dalam lukisan tersebut, yang sebelumnya melukis Pangeran Diponegoro di minta oleh pemerintahan Kolonial Belanda sebagai sebuah prestasi pemerintah Kolonial melawan pembrontak.

Malalui karya lukis Pangeran Diponogoro Raden Saleh pada tahun 1856 sebenarnya ia ingin menyampaikan sebuah perjuangan tentara Kolonial Belanda melawan pembrontak yakni pasukan Pangeran Diponegoro kepada Raja Belanda. 

Tetapi penafsiran terhadap karya lukis tersebut oleh bumi putra: "masyarakat Hindia Belanda" membentuk ide-ide nasionalisme perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Maka apapun maksud dan tujuan lukisan raden saleh tersebut telah menyumbang sumbangsuh besar bangsa Indonesia pada wancana nasionalime menyongsong menjadi sebuah Negara merdeka. 

Oleh sebab itu karya lukisan Raden Saleh penangkapan pangkapan Pangeran Diponegoro menjadi karya monumental yang saat ini tersimpan di Istana Negara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun