Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rinasih: Wanita Bijaksana Itu

7 Agustus 2020   19:44 Diperbarui: 8 Agustus 2020   23:20 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

"Antara pria dan wanita dalam setiap pertemuan dan pertemannya, mungkin tidak ada yang abadi sebagai teman. Karena selalu ada rasa ketertarikan yang saling menarik satu sama lainnya yakni; perasaan untuk saling mengagumi dan kehendak untuk dicintai".

Memang dapat dikira apa yang dinamakan kekeguman merupakan dasar dari rasa "cinta" untuk manusia. Tetapi sikap dari Rinasih itu, terkesan ia seperti orang yang cuek terhadap cinta, setidaknya ini merupakan pandangan subyektif seorang Prio, yang dengan diam-diam dia memilih memahaminya minim berkata-kata terhadap Rinasih.

Segala sesuatunya, setiap orang memang tidak mungkin akan sama. Begitupun Prio dalam memandang dirinya sendiri. Ada sebuah ketidakpercayaan diri dalam mendekati wanita. Tentu entah mengapa  kekakuan itu seperti Prio sebagai pria dikutuk untuk kreatif dalam mencintai wanita.

Keyakinan Prio. banyak pria yang mendekati Rinasih, itu bukan saja ada "Sapto" yang selalu dapat membuat Rinasih tertawa dikantor disaat pagi dan menjelang sore hari tiba. Tetapi juga pria-pria diluar sana sudah pasti berusaha untuk hal serupa.

Diluar kantor sendiri, Rinasih juga tetap menarik untuk orang-orang yang ada disekitarnya; setidaknya itu karena kecantikannya wajahnya, anggun, dan mempesona.

Ditambah dengan pria yang dapat melihat dari jiwanya. Rinasih yang berjiwa malaikat itu seperti sengaja diturunkan ke bumi oleh Tuhan. Ia "Rinasih" seorang empath yang dicari banyak pria, yang selalu ingin "empati" dari wanita.

Tetapi disudut sana, di raung pribadi yang mungkin terjadi. Rinasih adalah orang yang dapat menjawab curahan hati banyak orang. Tidak peduli apapun masalahnya, ia merupakan orang yang setidaknya diharapkan akan asyik untuk diajak bicara, meskipun dirinya sendiri juga butuh mencurahkan isi hantinya pada orang lain.

Dalam sepi, ia juga terasa sangat terbunuh, dimana ia "Rinasih" juga butuh tempat mencurahkan semua sisi hatinya yang harus juga dimengerti orang lain.

Sikap dari kerelaan Rinasih, ia juga sebenarnya sedang mencari sesuatu yang dapat membahagiakan hidupnya, karena cinta seperti tidak mungkin oleh orang yang pernah tersakiti rasa cintanya sendiri. Rinasih tidak mau lagi salah pilih cinta, yang didasari dari sikap-sikap kekegumannya dangkal saja dengan seorang pria!

Sapto mungkin salah satu orang tersebut yang mungkin sering mencurahkan hati dan cerita kehidupannya kepada Rinasih. Ditambah ia "Sapto" adalah orang yang selalu menginginkan dukungan dari orang-orang disekitarnya.

Bukan Sapto lemah, namun sudah menjadi karakternya; "ingin dianggap ada dengan ego dan sikap ketinggiannya bahwa; ia juga ingin merasakan ingin menjadi "lebih" setidaknya dibandingkan dengan pria lain untuk sama-sama dicintai kehidupannya".

"Tidak ada yang salah dari siapapun pria itu, dasarnya semua pria atau pun wanita butuh untuk saling mendukung satu sama lain. Apa lagi perkara dimengerti, itu sesuatu kebutuhan dasar dari kelahiran manusia untuk menjadi dimengerti oleh kehidupannya sendiri. Tentu supaya manusia tidak terasing sebagai dirinya yang sampai kapanpun tetap menjadi manusia"

Lepas dari semua manusia yang ingin dimengerti, Prio menganggap, Rinasih yang terkadang sering dibebankan oleh orang-orang disekitarnya untuk mencurahkan hati mereka masing-masing. Sebenarnya ia pun lelah dengan semua itu.

Jelas karena keinginan terdalam siapapun manusia itu termasuk Rinasih juga ingin untuk dimengerti jejak kehidupannya secara naluri. Namun kebijaksanaan itu, seperti tidak memilih, Rinasih-pun harus rela jika energinya dibagi untuk manusia lain.

Namun  Rinasih adalah orang yang sangat terutup pribadinya untuk tidak terumbar kemana-mana tentang dirinya; karena ia sadar dari semua ketidaksempurnaan hidup itu. Banyak sesuatu yang orang lain tidak harus tahu apa yang ada didalam kehidupan Rinasih termasuk; segala informasi pribadi yang remeh sekalipun dalam hidupnya.

Sepertinya rinasih juga tipikal perempuan yang selektif dalam memilih pertemanan, apa lagi percintaan, ah mungkin Rinasih adalah juara dibalik yang paling tinggi kesempatannya mendapat juara untuk menutupi rahasianya.

Maka dari itu, ia "Rinasih" sering berbohong terhadap dirinya sendiri, untuk tidak diketahui banyak orang akan sesuatu yang menimpa kehidupannya.

**

Disuatu sore-- hari Sabtu yang cerah. Karena kantor Rinasih harus buka setiap hari; kebetulan Prio sabtu itu datang ke kantor, padahal Prio sendiri sedang libur, tetapi karena ada pekerjaan mendesak, ia harus berangkat ke kantor.

Akhir pekan harus berangkat ke kantor, rasa-rasanya sebagai seorang kariyawan sama dengan tidak merasakan libur. Tetapi bagi Prio, meskipun ia dapat uang lembur, ia menganggap, waktu santai sembari menulis sebagai refleksi diri dan terapi dirumahnnya masih lebih dari berharga dari bayaran satu hari bekerja.

Disamping harus mengisitirahatkan badannya, Prio juga butuh mengistirahatkan jiwanya, karena ia bukanlah orang yang bahagia didalam ruang kantornya. Aktivitas kerja jika tidak dibarengi dengan hobi yang harus jalan rasanya: tempat kerja adalah penderitaan tiada ujungnnya. Sebab manusia harus hidup dengan uang. Nahasnya, bekerja sebagai lahan mencari uang bagi manusia yang ingin mempertahan hidup.

Hobi menulis Prio mungkin itu melampaui kesenangan. Tetapi menjadi ruang akan datangnya kebahagiaan. Prio tanpa menulis didalam kehidupannya rasanya hanya akan seperti hantu, ia tau; ia hidup, tetapi tidak dapat menikmati hidupnya jika tidak menulis. Sama seperti manusia yang menganggumi manusia lainnya, tetapi tidak percaya diri mengungkapkan perasaannya, hidupnya hambar banyak rasa tetapi tidak mampu mengungkapkannya.  

Tetapi Prio tetap hanyalah seorang lajang yang bebal, bukan hari-harinya untuk merias diri agar disukai banyak wanita, tetapi justru ia malah seperti akan menjadi pertapa yang menjauhi dunia. Dan benar saja, rasa-rasanya hambar jika mengagumi wanita, menulis bagi Prio seperti jawaban menangkal kehambaran itu pada rasa itu sendiri bagi seorang Pria bernama Prio.

Tempat yang paling asyik bagi Prio membawa dirinya berkunjung ke Gunung, Sawah, bahkan Lautan yang sering Prio hampiri ketika kesuntukan sebagaimana manusia rasakan untuk dibuang. Tempat paling tepat bagi Prio adalah ketiga tempat tersebut diantara gunung, peawahan dan lautan biru.

Tetapi waktu itu ketika Prio suntuk dirumah, ia butuh inspirasi untuk menyelasaikan karya-karya tulisannya yang terbengkalai jauh sebulum ia mulai kerja se-kantor dengan Rinasih.

Benar, Prio adalah penulis, tetapi belum sah menjadi penulis ketika ia belum mempunyai karya yang nyata yakni; sebuah buku. Sudah bertahun-tahun lalu, proyek membuat buku itu tidak pernah selsai masih terus terbengkalai karena Prio lebih asyik menulis dari pada merampungkan bukunya tersebut.

Semua naskah sudah tersusun, tetapi seperti tidak ada motivasi lebih dari Prio untuk menyelsaikannya. Entah mengapa, Prio menjadi termotivasi untuk menyelsaikan ketika ada seorang teman satu kantor juga yang mempunyai teman penerbit. Setidaknya Prio yang saat itu ingin membukukan karya tulisnya ada relasi yang pasti dalam menerbitkan karyanya yaitu; adanya kenalan dari temannya "penerbit" itu untuk diteruskan proyek pribadinya: membuat buku!

Dan proses pembuatan karya itu, Prio seperti berjanji kepada dirinya sendiri didalam ruang belakang kantor saat duduk berdua dengan Rinasih; "Dalam satu bulan, buku ini harus selsai!", dan Prio membuka obrolan dengan Rinasih itu:

" Rin aku mengedit tulisanku sendiri pusing; ungkap Prio Dengan sebegitu banyak naskah yang harus disusun". Aku akan membuat buku; akan aku terbitkan tulisanku ini.

Rinasih bertanya; akan diterbitkan dimana bukumu itu? Prio menjawab: mungkin aku harus ke Jogjakarta, dimana disanalah kota pelajar yang terdapat banyak penerbit. Selain itu Jogjakarta juga merupakan kota pelajar, Jogja paling mungkin menjadi kota yang paling ramah dengan buku-buku di Indonesia.

Rinasih yang tidak begitu antusias dengan apa yang diucapkan Prio, sejenak ruang belakang kantor hening, Prio berkata dengan yakinnya kepada Rinasih; "karya-karyaku akan sampai ke Negara Jerman! Setidaknya kata ini yang dipegang oleh Prio untuk menyemangati dirinya dalam berkarya".

Namun tawa kecil Rinasih ketika mendengarkan apa yang diungkapkan Prio: karyanya akan sampai ke Jerman, seperti ia pun mulai berpikir dengan kepalanya, apakah orang ini begitu perfeksionis dalam meraih cita-citanya? Ataukah orang ini layak dijadikan cinta di hari berikutnya?

Pria dan wanita dalam memandang lawan jenisnya, memang begitu banyak pertimbangan dari pribadinya, seseorang itu layak atau tidak sebagai teman hidup? Mungkin-kah setiap mereka yang kita temui dalam kehidupan kita, jawaban dari perasaan dan pemikiran kita yang selama ini kita cari jawabnya? Tetapi setiap keyakinan itu, apakah setiap pribadi akan sama dalam berpikir maupun merasa?    

Karena sebelumnya, Prio bukan saja seorang nihilis, tetapi juga seseorang yang santai dan ingin membuat sesuatu menjadi bodo amat. Namun seiring berjalannya waktu, apakah bodo amat untuk manusia bukan sikap yang akan menjadi sia-sia belaka? Itulah yang sedang dicari berbagai makna-maknannya oleh Prio diwaktu kehidupannya.

Sudah lelah Prio menjadi nihilis, setidaknya ia juga ingin ditertariki wanita. Ia "Prio" menginginkan sesuatu yang berbeda dalam hidupnya. Berkarya untuk lebih dianggap sebagai manusia yang lebih menarik. Seperti yang banyak orang rasakan, Prio juga ingin berumah tangga dan membangun keluarga sebagai penyambung semangat untuk hidupnya.

Mungkin menjadi pertanyaan yang terus ditanyakan oleh Prio sendiri, suatu dasar jawaban, apakah setiap manusia harus mempunyai anak? Menikah? Dan berkenalan dengan wanita "berpacaran"?

Jawaban dari orang-orang tentu berbeda-beda, tetapi perbedaan adalah isi kepala manusia, tetap saja banyak penelantaran anak, pernikahan yang ujungnya gagal, dan pacaran yang hanya menjadi ajang untuk saling menyakiti, apakah itu semua akan sesempurna konsep dari bayangan manusia dalam bentuk keinginanannya sendiri?

Perjempaannya dengan seorang yang membawa tas dan anak kecil disebuah Pasar, Prio yang kala itu sedang bekerja dan membawa mobil, kebetulan hari itu sudah sore, dan orang tua membawa tas dan anaknya-pun menyambangi Prio; "Pak saya ikut ke arah kota, bapak juga akan ke arah kota kan?

Prio-pun menjawabnya dengan antusias, Ayo; kebetulan saya juga sendiri dan mau ke arah kota. Prio bertanya dari mana Bapak dan melihat anaknya begitu terkesan naik mobil dengan AC yang dingin. Saya dari kabupaten sebelah pak menjenguk mertua yang sedang sakit.

Melihat anak dan bapak membuat Prio tergugah kembali dengan pertanyaan hidupnya; Prio bertanya pada bapak yang sedang memangku anaknya di mobil bersama dengannya; mengapa manusia harus mempunyai anak? Jawaban bapak itu seperti menohoknya kembali. Selain semangat sebagai manusia itu sendiri dalam menjalani hidup dengan perjuangan, anak juga merupakan sambung sejarah bagi kita "manusia".

Dilihat oleh Prio: Bapak itu terlihat seperti sudah menemukan dunianya, dimana perjuangan dalam hidup memang tidak hanya sebatas untuk dirinya sendiri. Menjadi manusia mungkin benar "Ia akan bahagia ketika hidupnya berarti bagi kehidupan, termasuk dalam membangun keluarga dan mempunyai seorang anak sebagai karya dari sejarahnya sebagai manusia".

***

Duduk berdua dengan Rinasih dimeja belakang kantor, itulah pengalaman pertama Prio dengan leluasa ingin bertanya pada Rinasih dibalik rancanagan bukunya. Karena selama itu ia sendiri, agak malu-malu untuk langsung bertanya pada Rinasih. Sebelum-sebelumnya, tidak ditanya berarti tidak akan dijawab oleh Prio. Pendiam adalah sikap yang Prio punya, tetapi sesekali ia juga mengamati orang-orang, atau kejadian-kejadian yang menimpa mereka didalam krumunan orang-orang itu didalam ruang kantor termasuk Rinasih.

Tentang rinasih yang kini menjadi anak yatim, pernah membuat story disatus WA (Whatss Up), ia mengirimkan doa untuk ibunya yang telah meninggalkannya. Prio sendiri juga membaca itu dan ikut mendoakan agar ibu Rinasih tenang di alam sana. Prio berpikir: seorang anak jika ditinggal oleh ibunya, ia akan menjadi anak yang kuat dan bijaksana, begitupun dengan Rinasih yang menjadi kuat hidupnya karena ditinggal oleh ibunya sejak kecil.

Prio bertanya pada Rinasih diwaktu duduk berdua; "Ibumu sudah lama meninggal dan kamu selama ini tinggal dengan siapa? Rinasih:  "aku tinggal dengan bapak-ku" Prio: "dimana bapakmu ketika itu, kami sedang berkunjung ke rumahmu? Rinasih: "Bapaku sedang ke-Jogja"

Prio dengan segenap intuisi yang ia miliki, ia seperti menduga bahwa; kata "berat" yang diungkapkan Rinasih: "Bapaknya sedang ke Jogja" seperti ada yang ditutupi dari Rinasih. Ya mungkin ia berbohong untuk sesuatu yang harus tidak orang lain mengerti dari hidupnya. Tentang ketidak sempurnaan keluarganya, mungkin sesuatu itu yang terus akan ditutupi oleh Rinasih untuk orang lain termasuk Prio.

Dan Prio-pun tahu bahwa; ketika pembicaraan itu dilanjutkan itu  bukan saja menghabisakan energi dari dirinya tentang pertanyaan yang riskan untuk ditanyakan kepada Rinasih. Sepertinya berdiam tanpa berbicara adalah jawaban dari enggannya sikap terbuka pada pembicaraan itu. Rinasih sangat menjaga privasi tentang informasi  hidupnya kepada orang lain, yang ia sendiri belum percaya terhadap orang itu.

Kembali kepada titik ketidak sempurnaan manusia. Mungkin tidak ada kehidupan sempurna, karena pada akhirnya semua orang ingin diterima oleh dirinya sendiri. Begitupun Rinasih dengan riwayat keluarga yang mungkin ia belum terima dengan kenyataan itu yang mendapati ia harus mempunyai ibu tiri dan banyak saudara tiri.

Tetapi apa, rasa tidak terima pun akhirnya akan menjadi merasa terus tidak terima.perasaan tidak terima itu akan terus mengedap akhirnya menjadi yang dianggap sebagai "aib" yang tidak harus dibagikan ke semua orang. Rinasih masih terkukung pada tembok besar itu, tidak semua orang dibagikan informasi terdalam hidupnya termasuk masalah apa yang ada dalam keluarganya.

Oleh karena itu, Rinasih sebenarnya pun juga sama manusia meskipun orang-orang disekitarnya menganggap ia adalah wanita yang bijkasana dengan keceriaan dan senyum yang tidak berhenti dalam bibirnya, mencoba mempengaruhi kepositifan energinya untuk dibagikan pada orang-orang sekitarnya dilingkungan kantor.

Rinasih yang juga ingin dimengerti oleh orang lain, maka dari itu Prio seperti paham ketika ia harus berbohong untuk menutupi apa yang dianggpnya sebagai "aib" bagi dirinya--- jika harus dibagi untuk orang-orang disekitarnya. Karena ia sendiri tidak mau terganggu dengan orang lain tentang apa yang terjadi di dalam waktu kehidupannya.

Mungkin yang saat ini sedang dipelajari Rinasih: "Hidup manusia memang tidak akan pernah sempurna", terkadang kelahiran sebagai manusia-pun kita tidak dapat memilihnya. Semua sudah terlahir begini adanya, dan apakah yang harus tersesali sebagai manusia itu?

Rinasih harus belajar banyak menjadi manusia, setidaknya ia harus bebas dengan sesuatu akan pikriannya tersebut bahwa; "ketika manusia sempurna kehidupannya, apakah manusia sendiri akan benar-benar hidup didalam kesempurnaan itu? Bukankah dengan hidup yang datar tanpa beban sandungan didalamnya, membuat kebijaksanaan dari hidup mandeg tanpa adanya pembelajaran-pembelajaran baru dalam hidup manusia?     

****

Sesuatu yang mungkin akan terkenang nanti. Namun menjadi biasa saja ketika ia "Rinasih" memandang Prio disana dengan aktivitasnya yang terkadang asyik dengan dirinya sendiri. Prio sendiri-pun merasa adalah orang yang berdeda dari kebanyakan, yang tidak meyakinkan diri bagi prio untuk menganggap dirinya menarik bagi wanita, apa lagi Rinasih yang ia pandang sebagai "bijaksananya" wanita dengan sikap bawaannya.

Tidak berdayannya ketika harus berbicara dengan Rinasih, pria lemah itu, adalah sesosok pria yang bernama Prio. Jangankan menggoda Rinasih untuk dapat jatuh cinta dengannya, berbicara-pun rasanya canggung dan gerogi. Entah benar saja belajar cinta dari teori memang menyakitakan. Cinta hanya ada didalam bayangan dan pikiran, sesuatu yang dapat menjadi memuakan bagi manusia.

Namun tatapan mata yang bijakasana dari Rinasih itu sendiri membuat Prio yakin; ia adalah wanita yang tidak mudah jatuh pada pelukan sembarang pria, apa lagi ia adalah pemikir, yang ia bukan saja mengidealkan sesosok pria, tetapi juga sosok jiwa dalam kebijaksanaan menerima diri dan hidupnya nanti ketika mereka sepakat untuk menjalani hidup bersama dalam pernikahan.

Dalam diamnya Prio memang tidak banyak mengharap diri akan cinta, ia sadar bagaimana cinta akan menarik dirinya ketika dia sendiri saja banyak terdiam menikmati cinta dengan ketidak beranian dan cenderung diam. Hanya keajaiban dengan jawabannya dikala "cinta" diharapkan datang.

Kelebihan dan kekuarangan  akan terus menjadi bagian dari hidup manusia. Mungkin sikap dari pendiamnya seorang Prio, ia mempunyai kelebihan untuk dapat menulis apa yang kini tengah dirasakannya. Meskipun tulisannya masih amatir dalam setiap paragrafnya, tetapi setidaknnya ini dapat dijadikan suara dibalik kekurangannya sebagai manusia, yang tidak percaya diri dan cenderung pendiam.

Prio percaya bahwa cinta selalu saja akan menemukan setiap jalannya, tetapi sebagai tanda, manusia bukan saja harus membuat suatu jejak sebagai tanda itu. Kelebihan dalam menulisnya, ini dapat dijadikan tanda bagi prio untuk memberi tahu bagaimana ia mencintai seorang wanita.

Rinasih memang bukan wanita sederhana dalam memilih seorang pria, namun dalam ketidak sederhanaan itu selalu terselip pertanyaan, "kemurnian". Dia berbicara kemurnian cinta yang harus ia terima, dibalik sakit hantinya pada pria yang pernah dicintainya, lalu mengkhiantinya cinta tulusnya.

Berbicara dalam ketulusan dari seorang yang bijaksana itu, ya, mungkin menjadi wanita seperti Rinasih, jatuh cinta lagi bagi dia merupakan sesuatu yang menabjubkan dalam hidupnya. Ia bukan hanya sudah mengenal baik banyak pria-pria disana, bahkan yang mencoba untuk medekatinya. Bukan ia tidak terkesan, tetapi rasa-rasanya ia mencari pria yang berbeda dari kebanyakan pria untuk mendampingi hidupnya.

Sikap yang Prio punya dalam pembawaannya sebagai manusia. Bukan tidak mungkin, seorang pria yang berbeda dari kebanyakan luput dari perhatian wanita termasuk Rinasih didalammnya. Bisa saja Rinasih dapat jatuh cinta dengan seorang pria berbeda seperti Prio itu.

Karena didalam seorang pendiam seperti Prio banyak sisi misterius yang menarik untuk dimengerti juga oleh wanita, apalagi dengan kadar wanita yang bijaksana seperti Rinasih, itu akan membuatnya bertanya-tanya, dan ketika ia tahu prio yang sebenarnya, akan menumbuhkan kekaguman dan cinta dari dalam dirinya. Dan senyata-nyatanya dari cinta adalah manusia selalu ingin mengerti terhadap seseorang yang dicintainya tersebut.

Prio juga yakin dengan ia terus menulis sebagai lukisan dari setiap perasaannya, bukan tidak mungkin, memang Rinasih bukanlah seseorang yang hobi membaca, tetapi ketika cinta sudah menariknya, apalagi seseorang yang dicintainya adalah seorang penulis, mungkinkah ia tidak akan mencari seseorang itu dari tulisannya?

Jika Rinasih juga punya ketertarikan yang sama, tulisan Prio pasti akan dicari dan jelas akan terbacannya oleh Rinasih. Kadang kala kekuatan cinta dan kekaguman harus dipercaya; itulah mungkin yang harus Prio yakini dalam setiap apa yang ditulisnya saat ini atau dimasa depan nanti. Rinasih yang bijaksana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun