Pria dan wanita dalam memandang lawan jenisnya, memang begitu banyak pertimbangan dari pribadinya, seseorang itu layak atau tidak sebagai teman hidup? Mungkin-kah setiap mereka yang kita temui dalam kehidupan kita, jawaban dari perasaan dan pemikiran kita yang selama ini kita cari jawabnya? Tetapi setiap keyakinan itu, apakah setiap pribadi akan sama dalam berpikir maupun merasa? Â Â
Karena sebelumnya, Prio bukan saja seorang nihilis, tetapi juga seseorang yang santai dan ingin membuat sesuatu menjadi bodo amat. Namun seiring berjalannya waktu, apakah bodo amat untuk manusia bukan sikap yang akan menjadi sia-sia belaka? Itulah yang sedang dicari berbagai makna-maknannya oleh Prio diwaktu kehidupannya.
Sudah lelah Prio menjadi nihilis, setidaknya ia juga ingin ditertariki wanita. Ia "Prio" menginginkan sesuatu yang berbeda dalam hidupnya. Berkarya untuk lebih dianggap sebagai manusia yang lebih menarik. Seperti yang banyak orang rasakan, Prio juga ingin berumah tangga dan membangun keluarga sebagai penyambung semangat untuk hidupnya.
Mungkin menjadi pertanyaan yang terus ditanyakan oleh Prio sendiri, suatu dasar jawaban, apakah setiap manusia harus mempunyai anak? Menikah? Dan berkenalan dengan wanita "berpacaran"?
Jawaban dari orang-orang tentu berbeda-beda, tetapi perbedaan adalah isi kepala manusia, tetap saja banyak penelantaran anak, pernikahan yang ujungnya gagal, dan pacaran yang hanya menjadi ajang untuk saling menyakiti, apakah itu semua akan sesempurna konsep dari bayangan manusia dalam bentuk keinginanannya sendiri?
Perjempaannya dengan seorang yang membawa tas dan anak kecil disebuah Pasar, Prio yang kala itu sedang bekerja dan membawa mobil, kebetulan hari itu sudah sore, dan orang tua membawa tas dan anaknya-pun menyambangi Prio; "Pak saya ikut ke arah kota, bapak juga akan ke arah kota kan?
Prio-pun menjawabnya dengan antusias, Ayo; kebetulan saya juga sendiri dan mau ke arah kota. Prio bertanya dari mana Bapak dan melihat anaknya begitu terkesan naik mobil dengan AC yang dingin. Saya dari kabupaten sebelah pak menjenguk mertua yang sedang sakit.
Melihat anak dan bapak membuat Prio tergugah kembali dengan pertanyaan hidupnya; Prio bertanya pada bapak yang sedang memangku anaknya di mobil bersama dengannya; mengapa manusia harus mempunyai anak? Jawaban bapak itu seperti menohoknya kembali. Selain semangat sebagai manusia itu sendiri dalam menjalani hidup dengan perjuangan, anak juga merupakan sambung sejarah bagi kita "manusia".
Dilihat oleh Prio: Bapak itu terlihat seperti sudah menemukan dunianya, dimana perjuangan dalam hidup memang tidak hanya sebatas untuk dirinya sendiri. Menjadi manusia mungkin benar "Ia akan bahagia ketika hidupnya berarti bagi kehidupan, termasuk dalam membangun keluarga dan mempunyai seorang anak sebagai karya dari sejarahnya sebagai manusia".
***
Duduk berdua dengan Rinasih dimeja belakang kantor, itulah pengalaman pertama Prio dengan leluasa ingin bertanya pada Rinasih dibalik rancanagan bukunya. Karena selama itu ia sendiri, agak malu-malu untuk langsung bertanya pada Rinasih. Sebelum-sebelumnya, tidak ditanya berarti tidak akan dijawab oleh Prio. Pendiam adalah sikap yang Prio punya, tetapi sesekali ia juga mengamati orang-orang, atau kejadian-kejadian yang menimpa mereka didalam krumunan orang-orang itu didalam ruang kantor termasuk Rinasih.