Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Insentif Ekonomi: Indonesia Belajarlah dari Australia

6 Agustus 2020   17:14 Diperbarui: 7 Agustus 2020   06:43 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: netralnews.com

Siapa yang tidak akan menyayangkan bahwa sebuah ide tentu memiliki daya kelebihan dan kekurangannya sendiri. Tetapi kali ini ketika saya bicara saat Negara sedang mengalami keterpurukan ekonomi akibat pandemic covid-19--- bisakah diri kita bermimpi tinggi tanpa mengkaji lebih dalam sebuah kebijakan negara?

Mungkin ini adalah sebab. Tentu sebab dimana saya akan mengupas habis mimpi-mimpi itu meskipun mimpi itu terbangun dari seorang mentri republik Indonesia: Sri Mulyani Indrawati.

Apakah wacana dari sebuah kebijakan tidak boleh dikritk? Atau dengan siapa saya yang mengkritik, tentu saya anggap diri saya adalah intelektual yang pandai mengkritik, yang kebetulan seorang yang bisa menulis dimedia internet.

Tidak salah, tidak pernah salah. Setiap pemimpin harus banyak-banyak mendapat masukan saat harus berkeputusan. Ditambah seorang mentri adalah jabatan strategis publik yang butuh masukan dari banyak suara masyarakat.

Supaya daya kebijakan yang akan dibuat secara menyeluruh akan menjadi yang paling baik dan bijaksana untuk dilaksanakan. Dan dengan kebijakan insentif itu sebagai langkah pemulihan ekonomi, sudahkah menjadi yang terbaik? Untuk gaji karyawan dibawah 5 juta dan perintis usaha?

Jelas bagi saya ini sangat-sangat membingungkan hati, perasaan, serta pikiran saya. Dalam itung-hitungan intelektual saya yakni hanya bisa menulis dan bodo-- itulah diri saya yang mencoba beropini.

Sangat disayangkan sekali "insentif" keuangan negara diberikan kepada yang punya gaji dimasa pandemi ini. Mengapa? Apakah yang punya gaji bermasalah dalam daya beli?  Mereka yang punya gaji walaupun sedikit termasuk sudah ada penghasilan itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tetapi dengan nasib saya maupun mereka yang terkena PHK dari tempat kerja. Mungkinkah tidak dipikirkan, bahkan yang mendapat insetif sendiri disasar, yang masih kerja bergaji dibawah gaji lima juta rupiah dan perintis usaha?

Tentu ini kecerobohan yang merajalela. Banyak perusahaan besar maupun kecil kini gulung tikar. Tidak kurang-kurang karyawan dirumahkan, di-PHK, bahkan yang pengangguran sebelumnya tidak kunjung mendapat kerja akibat sudah jarangnya lowongan kerja kini.

Sebagai mentri keuangan yang akan mengucurkan dana dari Negara. Sri Mulyani Indrawati seharusnya sadari itu memberi bantuan keuangan supaya tepat sasaran. Menjaga ekonomi setiap lapisan masyarakat yang terdampak covid-19 tetap dapat berjalan.

Maka insetif itu seharusnya bukan hanya untuk yang masih bekerja. Tetapi yang belum bekerja dan terkena PHK. Serta para pedagang yang terimbas covid-19 haruslah menjadi prioritas utama seperti pedagang di tempat pariwisata yang nyata terimbas covid-19.

Selain itu perusahaan-perusahaan besar juga sama. Tetap dikucurkan insentif supaya tetap berproduksi. Menahan supaya tidak ada gelombang PHK lagi seperti yang dilakukan oleh perusahaan tempat kerja saya dulu. Tidak dipungkiri setengah bulan gaji saat ini nilainya sangat berharga dari pada kariyawan terkena PHK.

Oleh sebab itu jika yang diberikan insetif hanya yang masih bekerja. Saya kira kurang menyeluruh dan kurang bijak. Ketika segala jenis bantuan tersebut itu timpang dijalankan, saat itulah keterpercayaan masyarakat akan kebijakan Negara dipertanyakan.

Apakah Negara benar-benar memihak segala lapisan masyarakat termasuk pengangguran kini yang terkena PHK dan terancam akan di PHK oleh perusahaannya? Atau dengan pemulihan ekonomi apakah hanya akan menyasar kedua segmen yakni insntif bagi pekerja bergaji dibawah lima juta dan perintis usaha?

Indonesia Tirulah Kebijakan Ekonomi Australia

Untuk sebuah kebijakan memang tidak ada kata plagiatisme, tidak dapat diberlakukakn di negara lain. Saya kira asalkan kebijakan itu memeng diperlukan oleh masyarakat, meniru pun kita sedang berbicara kemanusiaan bukan kompetisi pretasi.

Apalagi saat ini dengan masa pandemi covid-19 yang tentu menyengsarakan masyarakat dunia. Krisis, gelombang pengangguran, dan kekacauan pergerakan ekonomi sedang terjadi dan jelas tidak menentu keadaannya membuat kerugian bagi masyarakat.

Maka tidak hanya di Indonesia, Negara lain juga sama memberikan kebijakan berupa bantuan dan segala macamnya menyelamatkan masyarakat dan perekonomian Negara. Tetapi yang menarik disini adalah langkah Negara tetangga dengan kebijakan menyelamatkan ekonomi masyarakatnya.

Memang dalam narasinya daya beli itulah yang menjadi cara menyelamatkan ekonomi. Namun perbedaan langkah Negara lain, yang memang oleh pemerintah Indonesai harus ditiru. Bahkan dikaji sebagai sebuah kebijakan di Negara Indonesia sendiri supaya tidak tertinggal dalam hal pemulihan ekonomi.

Tentu ungkapan professor Ariel Heryanto akademisi Indonesia yang tinggal dan menetap di Australia melalui laman facebooknya sangat patut menjadi pertimbangan pemerintah Indonesia dalam membenahi ekonomi Negara yang saat ini sedang carut-marut.

Didalam laman facebook Prof. Ariel Heryanto, ia berkata: "Karena dirinya bukan ahli ekonomi, ia mengakui belum paham kebijakan mentri keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Profesor Ariel Heryanto juga memberikan suatu perbandingan di tempat tinggalnya sana di Australia bukan gaji pegawai yang ditambah "insentif", melainkan yang ditolong adalah usaha-usaha yang bangkrut dan terpaksa memecat banyak pegawainya.

Dalam kebijakan pemulihan ekonomi ini di Australia: pemerintah Negara tersebut ikut membantu membayar sebagaian gaji para pegawai. Oleh karena itu, yang ditolong bukan hanya pegawai saja tetapi majikan atau pengusaha dan roda ekonomi secara menyeluruh Negara tersebut.

Dengan perbandingan yang dipaparkan oleh Prof. Ariel Heryanto, bagaimana perbandingan kebijakan ekonomi Indonesia dan Australia. Saya kira tidak ada salahnya langkah Australia tersebut di adopsi pemerintah Indonesia dalam langkah pemulihan ekonomi.

Saya merasakan sendiri ketika usaha-usaha yang mapan dan harus gulung tikar tersebut mati dan harus mem PHK banyak kariyawannya. Langkah yang tepat pemerintah Australia yang diberikan insentif adalah usaha-usaha yang bangkrut tidak mampu membayar gaji pegawai, bahkan terncam mem-PHK pegawai, merupakan langka paling tepat menyelamatkan ekonomi secara menyeluruh.

Bukan memberi insentif terhadap yang sudah punya gaji ibu mentri "Sri Mulyani"--- kariyawan swasta bergaji dibawah lima juta atau rintisan usaha yang belum mapan. Tetapi berilah "insentif" keuangan Negara kepada yang berpotensi tetap dapat menggaji karyawan dengan produktifitas usaha seperti usaha-usaha yang sudah mapan, tetapi gulung tikar atau terpaksa mem-PHK kariyawannya karena tidak mampu membayar gaji karyawan.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun