Tidak lain, bukan kita ingin menciptakan krumunan dan memperpanjang masa pandemic covid-19 ini bukan.Â
Kita hanya berpikir, saat ekonomi tidak jalan dalam suatu kewilayahan atau usaha-usaha gulung tikar seperti kampung kuliner naungan organisasi saya, disanalah kita yang ada dalam organisasi akan merasa gagal dan terpukul.
Bukan apa secara pribadi saya menyesalkan sebab dari ketidakpastian akan covid-19 sebagai wabah yang mematikan segalannya.Â
Mangkraknya kegiatan ekonomi kita, disitulah perlahan-lahan kita akan mati baik organiasi serta apa-apa yang ada dibawah organiasasi tersebut seperti pasar kuliner, pedagang dan masyarakat pada umumnya menyongsong ekonomi.
Yang dinamakan sebuah kreatifitas tentu adalah aktivitas menggali ide-ide; kita didalam organisasi tidak kurang ide-ide.Â
Namun terkadang ide yang kita tampilkan mengundang suatu pertanyaan sendiri adanya covid-19, dimana ketika ide disajikan menarik masa takut nanti dibubarkan oleh satgas covid-19, polisi, dan satpol pp.
Karena pada kenyataannya kita pernah lakukan itu. Panggung seni untuk hiburan pasar kuliner guna menggerakan masa tertarik datang akhirnya dibongkar oleh pihak kepoliasian akibat memobiliasasi masa yang banyak menampilan sejumlah hiburan menarik.
Serba salahnya tanpa hiburan pasar rakyat sepi. Ditambah saat ini ekonomi sedang lesu. Tetapi untuk sekala desa jika memang ada hiburan yang menarik masa datang, saya kira ekonomi masih mending jika itu di desa, yang warganya masih dapat bekerja baik sector pertanian maupun hasil-hasil dari sember daya alam seperti pasir dan kerang sungai di desa saya.
Berbeda dengan kota jika sudah krisis memang perekonomian mandeg tidak ada aktivitas yang dapat digali.
"Tidak ada daya tarik lain selain hiburan di pasar kuliner ekonomi kreatif desa saya membuat pasar kuliner tersebut hidup segan mati tidak mau."
Berbagai cara dan ide-ide telah organisasi gagas supaya pasar kuliner tidak tutup dan tetap jalan ada aktivitas ekonomi berdampak untuk masyarakat.