Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengakuan sebagai Pewaris Kerajaan, Wajarkah di Abad Ke-21 Ini?

14 Januari 2020   18:12 Diperbarui: 21 Januari 2020   22:25 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: liputan6.com

Korupsi yang menjangkit sebagai budaya dalam republik, bukakah sistem monarki juga ada korupsi? Dimana justru kas yang dikatakan untuk Negara justru orang-orang yang didalam Negara juga yang menikmatinya? Negara atau kerajaan dibangun siapa, bukakah masyarakat kini harus curiga, mungkin saja untuk keuntungan mereka-mereka yang membuat kerajaan atau Negara baru tersebut?

Semua ideology memang, ia akan terus menyemukan manusia. Tetapi bayang-bayang ideologi didalammnya, ujungnya pasti kepentingan, keuntungan, dan kehendak akan kuasa dari orang-orang yang membuat "ber-ideologi" tersebut. 

Pengakuan sebagai pewaris kerajaan memang wajar, karena masyarakat masih banyak yang konservatif, dimana ide kerajaan masih bercokol didalam ide mereka, tentang kejayaan sistem kerajaan dan segala tetek bengeknya.

Namun sebagai masyarakat yang katanya paling rasional dibad ke-21 ini, menaruh curiga pada ide-ide naf memang perlu. Jika memang kebosanan pada sistem ke tatanegaraan terus menjadi problematika, mengapa tidak mengidelakan saja sekalian yang paling rasional dan kembali kepada dunia tanpa Negara dan raja-raja? Masyarakat tidak mengurusi yang lain, tetapi fokus kepada dirinya sendiri dan keluargannya? Bukankah ketika manusia selsai dengan dirinya sendiri, tanpa kehendak akan kuasa, kehidupan tidak saling jahat-menjahati untuk kekuasaan?

"Semacam telah menjadi takdir itu. Mahasiswa dan masyarakat selalu menentang orang dalam kekuasaan yang dianggapnya bebal. Tentang genealogi, apakah yang ditentang dan menentang tidak dari akar yang sama akhirnya dari rakyat jautuhnya ke rakyat juga? Kembali dalam penyangkaan itu. 

Sejarah ini akan terus berulang dan tidak pernah selsai dengan dirinya sendiri. Siklus yang berulang sebagai ideologi semu, sampai kapan ada kesadaran untuk sama-sama mengakhirinya? Berbagai keriuhan disana, malam ini dengan sedikit ketenanngan, saya ingin terus mendengarkan lagu dari  Jhon Lennon berjudul "Imagine".     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun