Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengakuan sebagai Pewaris Kerajaan, Wajarkah di Abad Ke-21 Ini?

14 Januari 2020   18:12 Diperbarui: 21 Januari 2020   22:25 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang dalam memandang konsep sendiri disetiap zamannya, manusia menginginkan tatanan yang ideal menurut ideologi masing-masing di masyarakat. Seperti apa model tersebut akan berbicara nanti, dan lalu diwujudkan dalam kenyataan bermasyarakat, sesuatu itu merupakan hak pribadi, sesuai dengan konteks demokrasi yang berarti: dari dan untuk rakyat.

Demokrasi yang terbangun, semua memang ada sumber yang memicu, seperti jengah terhadap kepemimpinan monarki yang berdinasti, atau dengan kediktaktoran politik ala militer yang berpolitik melalui jalan kekerasan, bahkan sering juga dijumpai sampai dengan jalan darah manusia, untuk merebut bahkan melanggengkan kekuasaan.

Tetapi dengan yang namanya siklus itu sendiri, masyarakat yang sejatinya adalah kumpulan-kumpulan manusia yang membawa pribadinya sendiri. Bukankah sifat dasar manusia itu tidak pernah puas dengan dirinya sendiri kapanpun diwaktu mereka hidup? Bukankah ketidakpuasaan selalu menjadi "realitas" manusia diwaktu kehidupan-nya?

Pemerintahan demokrasi yang akhirnya mencipatakan oligarki. Juga dengan kebebasan pendapat yang akhirnya bingung dengan pendapatnya sendiri sebagai masyarakat demokratis. Dengan kejengahan itu, terkadang masyarkat-pun rindu-rindu ada tangan-tangan kuat memegang kekuasaan sebagai pengendali politik.

Di Indonesia sendiri, mengapa ada yang rindu Soeharto dengan jargon "penak jamanku toh"? Atau dengan Soekarno misalnya; dengan gaya kepemimpinannya yang katanya "karismatik"? Menjadi masyarakat-pun sama, ia tidak pernah puas dengan kondisi saat ini, maka mereka terus mencari-cari sesuatu yang ideal bagi dirinya sendiri. Tetapi ketidakmampuan mereka mengubahnya jika sendiri, justru mengantunggkan suara atau ideologinya sendiri; dimana sedang menjadi trand di masyarakat mereka akan ikuti .

Oleh karenanya yang ideal jelas akan terus berganti-ganti pada akhrinya mengikuti trend, yang ketika memang itu sudah usang, maka tatanan itu harus diganti demi memandang harapan dari kebaruan tersebut hidup masyarakat tersebut. Tetapi pergantian itu selalu disesuwaikan dengan konteks jamannya pula yang harus relevan. Seperti Negara republik yang mengantikan sistem monarki dibanyak Negara di dunia?

Tetapi mungkinkah jika dari Republik akan diganti lagi dengan sistem monarki kembali? Bukankah hidup manusia yang bermasyarakat seperti memandang kekembalian yang abadi pada akhirnya ketiaka berkutat terus pada kekembalian itu? Dari monarki ke Republik, atau dari ideologi totaliter tangan besi, menjadi demokrasi, dan kebosanan pada kenyataan hidup yang tetap-tetap saja, jurang kemiskinan masih lebar, bingung ketika semua orang berbicara dengan gayanya masing-masing, akhirnya masyarakat akan muter-muter pada kekembalian yang sama? Dalam hal ini republik yang rindu digantikan monarki berpotensi menjadi nyata?  

Pengakuan sebagai kerajaan sendiri, mungkin saja mereka sudah jengah dengan konsep republik dan demokrasi yang membuat bingung dirinya sendiri. 

Segrombolan orang di Purworejo sana yang mendeklarasikan sebagai KAS atau (Kerajaan Agung Sejagad) memang bukan tanpa sebab. Masyarakat saat ini mulai bingung, kemana ia akan berjalan pada akhirnya memandang banyaknya informasi tentang ideal bermasyrakat.

Ketimpanagan sosial, politik republik dan demokrasi yang dikuasai oleh orang-orang dilingkungan oligarki yang akhirnya membuat dinasti, mungkinkah karena itu, mengapa tidak membuat sistem kerajaan pula pada akhirnya jika republik seperti ini?

Jangan-jangan ide-ide dari fiksi kerajaan yang berjaya dimasa lalu sedang melanda semesta ideologi manusia konservatif. Mereka sedang mencoba bereksperiman kembali pada masa lalu. Tetapi sadarkah dari mana dan untuk apa "kas" tersebut jika untuk jalannya kerajaan KAS atau (Kerajaan Agung Sejagad) itu saja masih sama dengan republik, memunguti rupiah dari anggota yang sama sebagai masyarakatnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun