Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Doktrin", Sandaran Ruang Kosong Hidup Manusia

13 Juli 2019   17:37 Diperbarui: 13 Juli 2019   17:40 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup manusia seperti butuh akan sandaran mengisi akan suatu kekosongan. Aktivitas apapun hanyalah kedok supaya ruang kosongnya terisi sesuwai dengan khayalan imajinasinya sendiri.

Tidak lebih dia bersandar pada apa yang bisa diwujudkannya melalui pikirannya. Ketika risau melanda, kosong tanpa gerak, dia bingung mencari pegangan. Selalu dia bertumpu pada hobi, pada sumber kesenangan dan pada butiran-butiran pengurangan rasa derita yang ingin manusia sudahi saat ini juga.

Tidak ayal, ketika kegoncangan jiwa itu muncul, dia mulai mencari cara untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Tentang ruwetnya kekosongan yang tidak mereka ingini. Saat itu, ia memandang jawaban dari pikiranya sebagai penyembuh kosong dalam dirinya.

Detik itu juga dia mulai lari pada ritual-ritual penyembuhuhan keruwetan pikirannya. Karena akan secara tidak sadar dia tersugesti oleh pikirannya sendiri. Ketika sudah melaksanakan ritualnya, tenang karena tugas dari mengisi kekosongan dirinya sendiri mulai terjawab.

Tentang seseorang dari akademisi kedokteran yang memberi pernyataan bahwa rokok lebih berbahaya dari ganja. Mungkin dalam kajian teori itu benar, tetapi siapa yang mampu menabrak lalu menjatuhkan portal dimensi pikiran. Jika dalam prakteknya benar, negara harus berhentikan produksi-produksi rokok.

Namun apa kenyataannya? Dalam praktek berpikir, lebih berbahaya jika rokok tiada, para petani tembako dan para perokok akan dipusingkan dengan cara baru mereka mengisi ritual dalam hidupnya. Pengharapan baru yang harus mereka bangun dan ketidakpastian bukti akan terganti menjadi jaminan jiwa mereka akan tergoncang diwaktu berikutnya.

Justru mereka akan frustasi, keyakinan mereka dikubur oleh orang yang tidak merasakan rokok dan menanam tembako dapat menyembuhkan kekosongan dalam diri si perokok dan yang berproduksi rokok. Perokok sudah yakin bahwa mereka akan lebih sehat jiwanya karena merokok. Begitupun akan tumpuan-tumpuan ekonomi para penanam tembako.

Sebenarnya hanya sugesti-sugestinya yang bekerja, dimana jiwa mereka seimbang lalu karna keseimbangan itu perokok dapat melawan hal-hal yang ditimbulkan dari merokok. Begitupun juga para petani yang sama sekali tidak terbebani metal membunuh karna tembako yang ditanamnya.

Tetap sehat bukan karna rokoknya, tetapi karna dia melawan sendiri penyakit yang sebenarnya bersumber pada jiwanya sendiri yang tergoncang. Manusia mulai sehat kembali ketika dia dapat memenuhkan dimensi kosong yang ada di dalam dirinya sendiri.

Melihat doktrin yang di konsep untuk dinikmati pikiran-pikiran manusia sebenarnya hanya omong kosong rayuan gombal. Karena doktrin hanya menyangkut pada frekuwensi dimensi berpikir yang sama. Ketika ada pikiran yang frontal dengan doktrin itu, iya tidak akan percaya, mungkin akan menjadi kabur juga efeknya.

Banyak dalam bungkusan rokok, rokok itu menyebabkan apa? Sebenarnya pikiran melawan itu dan tidak mungkin doktrin akan menang melawan kerasnya dimensi berpikir seseorang. Dan mengapa mereka antara si pendoktrin dan sipecandu sama-sama keras? Mereka seragam, bahwa mereka bertumpu pada keyakinan dimensi berpikirnya. Jadi tersisa hanya argumentasi antara salah dan benar, padahal jika dipikir lebih dalam lagi, salah dan benar adalah suatu yang serupa, ada benar karena ada salah dan ada salah karena ada benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun