"Manusia akan sehat ketika rasa kosong dalam hidupnya terisi. Doktrin juga metode untuk mengisi, tetapi ketika pikiran sudah terisi dia tidak membutuhkan lagi doktrin-doktrin tersebut".
Kata-kata ini bukanlah suatu perumpamaan semu, bagaimana mempertahankan kepercayaan diri terhadap pengetahuan yang harus itu-itu saja. Fakta ini bisa diteliti bahkan mungkin di iya-kan. Sesuatu yang usang bisa saja ditinggalkan, bahkan diasingkan ketengah kehidupan semi primitif cerita peradaban masa lalu.
Pengetahuaan yang itu-itu saja dapat dengan mudah dibenci, bahkan dihilangkan dari kajian literatur kotemporer yang ada. Mekanisme pengetahuan dari kata selalu bertumbuh, entah kedepan melampaui beberapa dimensi. Yang terjadi mungkin akan menjadi begitu terasing oleh realitas, jika kekuatan berpikir difokuskan pada masa lalu yang jauh tertinggal dari konteks kekinian.
Pemaksaan berkeyakinan akan menjadi ajang perdebatan, bagaimana kontrol diri harus dengan mudah dikuasi beberapa kelompok dengan kepentingannya atas nama kata, pengetahuan dan kepenulisan. Tidak ada yang benar-benar menjadi era bebas, era keterbuakaan, dan bahkan era keterlibatan masing-masing individu. Semua dapat mempunyai hak yang sama dari model keterpengaruhan sosial.
Semua orang kini tergiring ideologi palsu beberapa orang yang ingin pengaruhnya tidak dilupakan untuk selama-lamanya. Tetapi dikehidupan manakah harus bertumbuh dengan makna yang asli? Pemahaaman yang sempit tidaklah harus dipertahankan. Tinggalkanlah berbagai cerita itu, lupakanlah kejayaan tulisan suatu kerajaan, suatu ras, bahkan suatu keyakinan yang pengaruhnya terluas di akui dunia.
Berjalan kedepan dengan paham konservatif akan tertinggal oleh paham kekinian yang tampak nyata. Mencintai pemahaman lama akan dibenci pemahaman baru yang ada. Tumbuhan bertumbuh kemudian ditebang, Binatang meunjukan akan kepunahannya, bagaimana dengan manusia, tulisan, kata dan pengetahuan?
Tidak perlukah berpijak pada pemahaman baru yang lebih menyelaraskan? atau masih sangat perlu memaksakan menyeragamkan dengan merusak segalanya akan narasi perbedaan arah hidup manusia? Masih terlalu jauh ada kehidupan membahagiakan, ketika jalan untuk menuju kebahagiaan itu ditempuh dengan kekerasan yang menyengsarakan berbagai pihak.
Seharusnya berbagai pemahaman yang diberikan diperadaban masa lalu tidak ditafsirkan sesempit itu. Harus ada kajian-kajian sesuai dengan konteks jamannya. Kebahagiaan abadi yang akan datang tidak akan benar jika dilalui dengan merusak tatanan kehidupan.
Setiap yang memerintah membangun kesenangan dan kebahagiaannya disini, yang diperintah dihancurkan bersama pesaingnya yang merongrong kedudukanya dengan janji kebahagiaan abadi tiada bukti.
Manusia, sepertinya mancari apa yang luang dari diri dan pikirannya. Sebetulnya dia mencari aktivitas untuk hidupnya bukan dia secara natural dibuat untuk beraktivitas oleh semestanya. Ada ruang kosong ketika manusia diam, secara implusif dia ingin bergerak, dia akan bergerak memanfaatkan imaji-imajinya sendiri.
Hidup manusia seperti butuh akan sandaran mengisi akan suatu kekosongan. Aktivitas apapun hanyalah kedok supaya ruang kosongnya terisi sesuwai dengan khayalan imajinasinya sendiri.
Tidak lebih dia bersandar pada apa yang bisa diwujudkannya melalui pikirannya. Ketika risau melanda, kosong tanpa gerak, dia bingung mencari pegangan. Selalu dia bertumpu pada hobi, pada sumber kesenangan dan pada butiran-butiran pengurangan rasa derita yang ingin manusia sudahi saat ini juga.
Tidak ayal, ketika kegoncangan jiwa itu muncul, dia mulai mencari cara untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Tentang ruwetnya kekosongan yang tidak mereka ingini. Saat itu, ia memandang jawaban dari pikiranya sebagai penyembuh kosong dalam dirinya.
Detik itu juga dia mulai lari pada ritual-ritual penyembuhuhan keruwetan pikirannya. Karena akan secara tidak sadar dia tersugesti oleh pikirannya sendiri. Ketika sudah melaksanakan ritualnya, tenang karena tugas dari mengisi kekosongan dirinya sendiri mulai terjawab.
Tentang seseorang dari akademisi kedokteran yang memberi pernyataan bahwa rokok lebih berbahaya dari ganja. Mungkin dalam kajian teori itu benar, tetapi siapa yang mampu menabrak lalu menjatuhkan portal dimensi pikiran. Jika dalam prakteknya benar, negara harus berhentikan produksi-produksi rokok.
Namun apa kenyataannya? Dalam praktek berpikir, lebih berbahaya jika rokok tiada, para petani tembako dan para perokok akan dipusingkan dengan cara baru mereka mengisi ritual dalam hidupnya. Pengharapan baru yang harus mereka bangun dan ketidakpastian bukti akan terganti menjadi jaminan jiwa mereka akan tergoncang diwaktu berikutnya.
Justru mereka akan frustasi, keyakinan mereka dikubur oleh orang yang tidak merasakan rokok dan menanam tembako dapat menyembuhkan kekosongan dalam diri si perokok dan yang berproduksi rokok. Perokok sudah yakin bahwa mereka akan lebih sehat jiwanya karena merokok. Begitupun akan tumpuan-tumpuan ekonomi para penanam tembako.
Sebenarnya hanya sugesti-sugestinya yang bekerja, dimana jiwa mereka seimbang lalu karna keseimbangan itu perokok dapat melawan hal-hal yang ditimbulkan dari merokok. Begitupun juga para petani yang sama sekali tidak terbebani metal membunuh karna tembako yang ditanamnya.
Tetap sehat bukan karna rokoknya, tetapi karna dia melawan sendiri penyakit yang sebenarnya bersumber pada jiwanya sendiri yang tergoncang. Manusia mulai sehat kembali ketika dia dapat memenuhkan dimensi kosong yang ada di dalam dirinya sendiri.
Melihat doktrin yang di konsep untuk dinikmati pikiran-pikiran manusia sebenarnya hanya omong kosong rayuan gombal. Karena doktrin hanya menyangkut pada frekuwensi dimensi berpikir yang sama. Ketika ada pikiran yang frontal dengan doktrin itu, iya tidak akan percaya, mungkin akan menjadi kabur juga efeknya.
Banyak dalam bungkusan rokok, rokok itu menyebabkan apa? Sebenarnya pikiran melawan itu dan tidak mungkin doktrin akan menang melawan kerasnya dimensi berpikir seseorang. Dan mengapa mereka antara si pendoktrin dan sipecandu sama-sama keras? Mereka seragam, bahwa mereka bertumpu pada keyakinan dimensi berpikirnya. Jadi tersisa hanya argumentasi antara salah dan benar, padahal jika dipikir lebih dalam lagi, salah dan benar adalah suatu yang serupa, ada benar karena ada salah dan ada salah karena ada benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H