Wacana Pra Nikah
Menikah ibarat janji, dengan segudang janji-lah sebenarnya dasar dari orang menikah. Begitu pula dengan Kirno dan Darmi yang ingin menikah menembus batas negara.
Berwacana akan waktu, Darmi yang masih ada tanggungan kontrak kerja disana, satu tahun lagi terhitung pasca hari pernikahan. Tetapi karena himpitan umur yang semakin mendesak "tua" dan tertekan sana-sini dari dalam keluarganya sendiri. Ia "Darmi" pun mengalah, kontrak kerja belum selsai pulang hanya sekedar menikah di Desa, lajut kembali ke Taiwan paska menikah nanti.
Angan-angan janji yang indah dengan Kirno, menyelsaikan kontrak satu tahun lalu pulang hidup bersama menjadi wacana indah pra nikah itu. Namun namanya juga manusia, seperti politikus dengan berbagai konflik kepentingannya itu. Harapannya mungkin, "kesepakatan harus sama-sama terbayar dengan hasil kerja masing-masing, di akumulasi juga untuk kepentingan masing-masing antara Kirno dan Darmi".
Obrolan-obrolan yang tertuang di dalam ruang keduanya adalah bagaimana hasil dari mereka bekerja terhimpun. Kirno yang mungkin di pandang sukes karena keluarga Darmi yang sering menggadaikan sawahnya pada orang tua Kirno disangka "Kirno yang mempunyai uang tersebut".
Padahal kebanyakan petani desa lainnya, orang tua Kirno secara ekonomi dalam hal penggadean sawah juga di bantu oleh sodara-sodara Kirno. Apa daya harapan yang besar dari Darmi maupun keluarganya sudah membekas pada Kirno. Lebel sukses "Kirno" di perantauan meskipun hanya menjadi kuli masak di sana yang penghasilannya pasang-surut telah menghipnotis keluarga Darmi.
Mungkin yang mereka sangka "keluarga pihak Darmi", jika Darmi dan Kirno melangsungkan pernikahan, uang hasil jerih payah Kirno kerja dan Darmi kerja di luar negri, dapat menghasilkan uang yang banyak. Seperti yang biasa terjadi di Desa, Uang banyak tersebut untuk membeli Sawah sebagai ukuran kesuksesan warga desa di perantauan baik dari dalam, maupun luar negeri.
Orang tua Kirno sendiri pun sadar, ukuran uang menjadi hal biasa terjadi dalam semesta pernikahan dengan TKW yang baru pulang, atau akan berangkat kerja di luar negri menjadi TKW itu sendiri. Jaminan akan dapat mengahasilakan uang yang banyak tetap itu yang menjadi tolak ukur.
Harapan orang tua Kirno sendiri, siapa tahu Darmi itu orangnya "Benar". Ia keluar negri  untuk memperbaiki nasibnya dan Kirno dapat "Mulia" juga dari sana. Kenyataan tetap kenyataan yang terkadang dapat pula menjadi pahit keluar dari harapan yang diharapkan tersebut.
Kenyataan Paska Nikah
Hari "H" sebelum pernikahan, Kirno agak harap-harap cemas. Darmi yang di tunggunya tidak kunjung datang. Waktu itu hari pernikahannya tinggal menyisakan dua hari. Di waktu terakhir kurang dua hari itu, Darmi memenuhi janjinya pulang dan melangsungkan pernikahan bersama Kirno.
Modal cuti dari kerjanya di Taiwan di gunakannya untuk menikah. Mungkin belum sempat berbulan madu, dua hari pasca nikah ia "Darmi" berangkat ke Taiwan lagi. Tentu untuk memenuhi janjinya akan kontrak kerja yang masih tersisa satu tahun itu.
Dengan kurang tegasnya, Kirno sebagai Suami pun tetap di pertanyakan. Untuk apa menikah kalau hanya untuk di tinggal kerja kembali ke Luar negri? Terpisah jauh oleh jarak dan lautan yang luas? Lagi dan lagi, harapan mulia itu mungkin harus di tunggunya dengan sabar. Kirno harus melepasnya walaupun mungkin "belum menikmati pernikahannya".