Sebagian dari kita mungkin berpikir, "pernikahan merupakan awal yang membahagiakan. Namun narasi tersebut nyatanya tidak dapat di sepadankan kepada semua orang.
Buah bahagia tidaknya dalam pernikahan tidak lepas dari akan terwujudnya hidup bersama antara dua sujoli. Mempunyai rumah impian, bersama anak-anak yang lucu, dan saling menguatkan hidup dalam hubungan rumah tangga.
"Satu narasi yang membuat berpikir kembali, pernikahan adalah perkara pribadi. Bahagia tidaknya hanya diri sendiri yang membangun semua itu".
Sebut saja namanya Kirno, (bukan nama sebenarnya), Tahun 2016 lalu menikah dengan seorang TKW atau Tenaga Kerja Wanita dari Taiwan. Desa yang kecil ini menjadi saksi mewahnya pesta pernikahaannya, Â "Kirno" bersama "Darmi"(bukan nama sebenarnya juga).
Iring-iringan Drum Band, naik kuda seperti Raja, dan hiburan-hiburan lainnya menjadi tanda ampuhnya Uang hasil jeri payah Darmi sebagai TKW di Taiwan. Entah untuk kepentingan apa pesta mewah itu berlangsung. Sepertinya punya uang untuk membangun kemeriahan memang tidak salah sebagai tanda keberhasilan. Pertanyaannya apakah kemeriahan itu sepadan dengan tujuan yang akan dihasilkan? Dalam hal ini esensi dari pernikahan yang terbangun itu?
Kirno sendiri bukan berasal dari keluarga yang mampu (Kaya). Keluarga Kirno sederhana, "ya tidak kurang, tidak lebih pula". Mungkin ia juga tidak pernah terbayang, "pesta pernikahannya akan semeriah itu dengan biaya yang besar di keluarkan Darmi.
Pertemuan yang singkat melalui media sosial tidak menyurutkan tekat mereka "Kirno dan Darmi" untuk menikah. Janji-janji yang di ucapkan, mungkin indah bagi mereka berdua, jika di lihat dari ruang media sosial yang mereka gunakan sebagai media pertemuan itu.
Seyogyanya di Desa, jika orang tua sudah mengetahui dan cocok, upaya anak berpikir lebih dahulu terkadang di kesampingkan. Jadi terkesan orang tua ikut andil dalam singkatnya pernikahan Kirno dan Darmi.
"Tetapi tidak ada asap jika tidak ada api, ya memang pernikahan itu kesepakatan sadar mereka berdua walaupun terkesan preamatur".
Apa pun yang terjadi, pernikahan yang sudah di tentukan harinya tidak dapat di gugat batal kembali. Serba mudahnya segala urusan baik administrasi, dan segala perundingan antar keluarga karena berdasar kecocokan satu dengan lainnya, membuat pernikahan itu akan segera berlangsung.
Meskipun kata cocok mereka hanya sebatas obrolan media sosial, yang cenderung menjadi media basa-basi jika dihadapkan pada realita ada kalanya berbeda. Menikah ibarat kesepakatan belum tuntas, jika di bangun dari media sosial, apa lagi jarak yang jauh memisahkan mereka "Kirno dan Darmi".