Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Imaji dan Realitas Hidup

21 Mei 2019   21:19 Diperbarui: 28 Mei 2019   03:21 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Tidak ada pilihan banyak dari apa yang ingin kita bentuk dalam perjalanan hidup ini. Tetapi dari pilihan-pilihan itu, ada bagian realistis, dan bagian imajinasi, yang sama sekali bertolak belakang dengan keadaan saat ini. Kini adalah cara kita, mau dominan imaji? Atau realistis yang ada? Itu semua sebagai bukti, cinta atas dasar pengabdian. Karena, mungkin masing-masing ada baik, dan buruk, yang harus kita terima. Di mana, imajinasi dan realitas tetap ada keunggulannya masing-masing. Memilih sebagai pribadi dalam berkeputusan, adalah hak mutlak sebagai diri manusia sendiri.

Imajinasi memang indah, se-indah apa yang kita ingini. Membentuk imaji sangatlah mudah,  bahkan dengan imaji, Chelsea Islan yang cantik jelita dapat bertekuk lutut mencintai kita. Terkadang imaji kita pun keliru, menjadi abdi yang baik, pejuang rupiah yang gigih, dan penyandang nama atas nama kerja itu sendiri.

Tetapi sudahkah Anda membuat suatu bukti bahwa; "Anda juga menikmati dari hasil yang sudah Anda perjuangkan dengan hebat itu". Atau Anda hanya gila akan imaji status yang menimbang logika, tetapi tidak paham realitas aslinya sebagai diri yang kurang setiap akomodasinya melalui setiap kebutuhan-kebutuhannya?

Namun  Anda pun harus paham realitas aslinya, yang  pahit seperti bratawali. Getir sebagai pengabdi cinta pada setiap nilai rupiah. Di realitas apakah Anda kenal dengan Chelsea Islan? Atau dapat hidup sepadan dengan seseorang yang sedang Anda abdikan sebagai "bos" perusahaan?

Ya, itulah mengapa manusia hidup harus mengerti akan realitas, dan imajinya sendiri. Manusia harus bisa mensinkronisasi itu, semua agar hidupnya tidak terkatung-katung oleh imajinya sendiri, dan menderita kehilangan realitas aslinya manusia itu sendiri.

Terpenting rasanya adalah keseimbangan. Dengan mengimbangi ruang imaji, dan realitas, sepertinya hidup ini tidak akan terlalu jauh dari realitas, bahkan imaji itu sendiri sebagai pribadi.

Aku memang meyakini kedua itu penting, tentu untuk, "mendobrak cara hidup dan mengobati kebosanan hidup yang dijalani dengan stagnan ini". Tetapi, jika tidak paham, masing-masingnya akan menyengsarakan hidup kita selamanya, "hanya menjadi abdi tanpa pernah naik kelas".

Maka dari itu, gunakanlah imaji dan acuan realitas sesuai dengan porsinya sendiri-sendiri. Jangan sampai, dari masing-masingnya malah membuat kita cacat mental, tidak bisa dengan sadar merasionalisainya atas dasar berpikir mandiri.

Apakah kita mau menjalani hidup dengan mental abnormal? Sudah tahu tidak pernah sejahtera, atau bahagia karena cinta, tetapi masih hidup dalam pengabdiannya terhadap orang lain? Ya, keseimbangan memang penting. Dalam hal ini, termasuk "membuat diri tidak lagi terbayang akan anggapan pada sesuatu yang hebat diluar dirinya sendiri".

Memang, suara lantang orang-orang di depan spiker, jika didengarkan secara serius, hanya akan membuat seseorang menyalahkan dirinya sendiri. Sesudah tahu, bahwa seorang itu salah, kemudian mencari kembali, justru, "yang dapat ia percaya sebagai kebenaran dirinya sendiri".

Mereka yang berbicara di depan speker memotivasi, dan membuat mereka tahu kesalahannya. Padahal, semua salah, apa yang salah dari keduannya? Tentu, adalah delusinya sendiri, yang bercokol, dalam semesta hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun