Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ulin Nuha, Kompetisi Bukan Ukuran Tetapi Jembatan

17 Mei 2019   00:30 Diperbarui: 17 Mei 2019   08:39 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada yang tidak mungkin, kesempatan itu ada dan akan selalu ada. Permasalahanya adalah bagaimana manusia mencarinya".

Riuh, bahkan membuat gempar semesta perbincangan masyarakat di Desa saya, baik di dunia maya ataupun di dunia nyata. Bukan apa, meskipun di zaman teknologi maju ini semua orang dapat dibidik layar digital, tetapi anggapan masyarakat Desa tampil di Televisi Nasional masih sangat menarik dan langka.

Terlebih jika melihat sisi sejarah manusia Desa saya sendiri, jarang ada yang dapat tampil di Televisi. Tahun 2019, lewat ajang pencarian bakat DAI untuk mengisi acara sahur bulan ramadhan salah satu televisi swasta, menjadi titik balik sejarah itu di mulai, orang desa saya masuk televisi.

Dengan ini menunjukan bahwa; anak desa dapat tampil di Televisi dengan kemampuannya, tentu dalam hal ini "berdakwah" melaui Agama. Betul, acara tersebut bernama AKSI 2019 yang tayang setiap sahur di salah satu Televisi swasta nasional. 

Konsep acara ini sebetulnya sama dengan kompetisi pencarian bakat di Televisi lainnya, seperti menyanyi. Karena ini bersifat entertaiment (hiburan), tak ayal jika dukungan permirsanya menjadi sesuatu yang krusial dalam kompetisi ini.

AKSI sendiri adalah singkatan dari Akademi Sahur Indonesia, di mana pelaksanaan kompetisinya rutin di adakan ketika bulan ramadhan tiba sebagai acara utama menemani Pemirsanya santap Sahur. 

Membanggakan atau tidak? Itu adalah perkara lain dari orang lain yang menilai. Tetapi bagi masyarakat di Desa saya tentu ini sangat membanggakan karena dia "Ulin Nuha" perserta AKSI satu-satunya yang mewakili Kabupaten Cilacap.

Dalam hal ini ia 'Ulin Nuha' juga dapat menjadi inspirasi bagi anak muda lainnya di desa saya, bahwa; semua orang mempunyai kesempatan yang sama, asal terus dan giat mengasah potensinya.

Bahkan dukungan itu tidak datang dari dalam masyarakat desa saya sendiri, tetapi dari komunitas lain, baik warga desa perantaun yang dihimpun lewat organisasi PAWAKA maupun warga komunitas regional Banyumasan seperti "Republik Ngapak" yang lingkup komunitasnya sudah besar di tanah perantauan.

Sejauh ini saya lihat ketika 'Ulin Nuha' tampil, mereka baik PAWAKA (Paguyuban Warga Karang Rena) atau Organisasi warga perantauan se Regional Banyumas Raya "Republik ngapak" sangat mensuport putra daerahnya tersebut.

Terbukti, disamping mempromosikan di laman media sosial mereka untuk SMS Ketik: AKSI (spasi) Ulin kirim ke 97288, tidak jarang mereka juga datang langsung ke Studio untuk mendukung dan memberi semangat kepada peserta AKSI 2019 dari rumpun ngapak 'Ulin Nuha'.

Tentu dukungan mereka dalam hal ini "Pawaka", mauapun "Republik Ngapak" dan Masyarakat umum lainnya sangat patut untuk di apresiasi. Saya sendiri mengambil suatu pelajaran disini, moderintas tidak melunturkan semangat warga desa untuk saling mendukung satu sama lain.

Ketika salah satu warga desanya butuh dukungan, mereka dengan sukarela terbangun mendukung tanpa komando apa pun, murni atas dasar sukarela sesama warga desa atau warga komunitas. Kini tantangan kita sebagai warga desa Karang Rena, "khususnya Kabupaten Cilacap" dalam hal ini harus membantu menciptakan tokoh dari desa untuk Indonesia.

Tentang 'Ulin Nuha' peserta AKSI 2019 dari Cilacap juga sebagai Dalang Muda

Bakat dan keterampilan, saya kira semua orang yang hidup mempunyai bakat keterampilannya masing-masing. Di ajari sedikit-sedikit memang perlu untuk mengasah keterampilan, supaya matang dalam menjiwainya.

Tetapi jika itu bukan sebuah panggilan jiwanya sendiri atau, "passion" mengutip ungkapan milenials kini, "keterampilan tersebut tidak akan menjadi sebuah maha karya". Karena ada ungkapan berkarya dari hati, itulah agar karya kita menciptakan identitasnya sendiri sebagai diri kita "manusia".

Berangkat dari bakat dan keterampilan seorang 'Ulin Nuha' yang saya nilai sebagai istimewa. Mengapa saya katakan istimewa? Karena 'Ulin Nuha' juga seorang Dalang yang masyur di daerah Jawa Tengah bagian barat selatan khususnya Banyumas Raya.

Tentu dalam hal ini, tidak semua orang mampu mendalang, ditambah ia belajar mendalang sejak kecil. Dalang bagi saya bukanlah profesi atau seniman yang sederhana, ia perlu bakat, keterampilan, bahkan tirakat, dalam istilah Jawa "laku prihatin" memaknai hidup dan kehidupannya.

Jadi saya berpendapat tidak semua orang dapat menjadi dalang. Upaya belajar, mengenal lakon, berpikir mensinkronisasi dengan realita secara relevan, tentu sebagai pegambaran sifat wayang itu sendiri yang dicerminkan sebagai manusia ketika sedang berlangsungnya pementasan.

Tokoh pewayangan  sejauh pegamatan saya merupakan sarana manusia mengenal dirinya sendiri sebagai diri manusia. Sifat baik dan buruk manusia oleh leluhur di interpretasikan melalui tokoh pewayangan dengan apik, supaya semakin mudah dicerna oleh masyarakat yang menikmati cerita dan pelajaran-pelajaran yang akan disajikan oleh sang Dalang.

Maka tidak heran jika Sunan Kali jaga dalam mensyiarkan ajaran agama islam melalui media wayang itu sendiri. Tentu untuk menarik masyarakat Jawa memeluk islam sebagai agama masyarakat pada saat itu. Dan memberi pelajaran kebajikan moral dan kebijaksanaan hidup pada masyarakat di zamannya.

"Singkatnya, budaya wayang sendiri sebagai warisan leluhur, di mana wayang bukan hanya tontonan tetapi juga sekaligus sebagai tuntunan moralitas masyarakat setiap zamannya". Inilah mengapa saya sebut tidak semua orang dapat dan bakat menjadi seorang Dalang dan istimewanya 'Ulin Nuha' sudah menunjukannya.

Dalang adalah garbahnya pengetahuan, kebijaksanaan dan menjadi cahaya bagi kegelapan kehidupan. Saya berpendapat dalang adalah seorang filsuf lintas zaman yang sejatinya eksis untuk menjadi penerang moralitas masyarakat khususnya "Jawa dan tentu juga Dunia". Saya kira diajang AKSI 2019 ini 'Ulin Nuha' harus menunjukan kapasitasnya, sebagai Dalang (filsuf) secara kebudayaan dan DAI secara keagamaan seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga pada zamannya.

Kompetisi bukan ukuran tetapi jembatan

Ajang kompetisi ini sangat baik, bahkan saya bilang ini positif bukan hanya untuk 'Ulin Nuha', tetapi untuk semua peserta AKSI itu sendiri. Mengingat kembali 'Mempuni' DAI muda yang terlahir dari ajang pencarian bakat yang kebetulan berasal dari daerah Cilacap.

Kita tahu kapasitas dari 'Mempuni' pasca ia selsai mengikuti ajang pecarian bakat tersebut. Dia bukan saja berhasil sebagai wakil kontestan dari Cilacap, lebih jauh dari itu, dia menjelma menjadi DAI kondang berkat acara tersebut. Saya kira dengan kapasitas yang dimiliki 'Ulin Nuha' mempunyai basic sebagai Dalang, ia dapat melampui 'Mempuni'.

Bukan membandingkan tetapi 'Ulin Nuha' mempunyai rekam jejak yang lebih luas kontribusinya terhadap masyarakat. Untuk itu, kompetisi ini harus di jadikan 'Ulin Nuha' sebagai jembatan untuk merambah masyarakat yang lebih luas. Saya berpendapat, kuncinya, 'Ulin Nuha' untuk semakin menguatkan dan membangun ciri identitas "Islam Jawa" ala Suanan Kalijaga  sebagai materi yang dibawakan.

Melihat Islam sebagai Agama sendiri dapat diterima di tatar Jawa, tentu peran sinkretisme antara ajaran islam dan budaya Jawa pada masa itu. Inilah tatanganya bagaimana, 'Ulin Nuha' harus mampu juga mempertemukan budaya Jawa dan Islam kembali seperti Sunan Kalijaga dulu dalam konteks kekinian.

"Ketika dalam diri sudah menemukan identitas dalam penampilannya dan itu berbeda dari yang lain, saya kira prestasi dari ajang itu sendiri akan menyusul". Ditambah solidnya dukungan dari ranah tatar "ngapak" sendiri yang saya kira mendukung dengan loyal 'Ulin Nuha' sebagai juara.

Pekerjaan rumah sendiri untuk 'Ulin Nuha' adalah menyusun karakter ke-islaman bukan dari syariat saja tetapi harus melebihi itu, ketingakat yang lebih tinggi dan universal. Sejauh ini saya melihat 'Ulin Nuha' ketika tampil sudah cukup baik dengan atribut Jawa juga perpaduan budayanya yang ia gunakan. Untuk materi yang dibawakan juga cukup merepresentasikan ke-islaman dari perspektif lain dalam hal ini perspektifnya "orang Jawa".

Tetap ini bukanlah kompetisi dimana terbaik memilih yang paling terbaik. Saya yakin semua kontestan dalam hal ini mempunyai kapasitas yang sama. Jadikan ajang ini sebagai pembelajaran bagaimana menjadi dan menjalani kehidupan itu sendiri. Tetap fokus dan menguatkan karakter dalam membawakan materi, itu adalah kunci untuk di ingat orang.

Ketika sudah di ingat bukan saja hanya akan di dukung, tetapi dicari untuk menambah pengetahuan kemaslahatan masyarakat yang lebih luas, "mengikuti jejak 'Mempuni". Apa lagi ditambah 'Ulin Nuha' muda, sebagai Mahasiswa,  dan waktu masih panjang untuk mengeksplorasi pengetahuan.  

Bukan tidak mungkin ketika ia 'Ulin Nuha konsisten dan terus belajar, ia dapat mengikuti jejak  sebagai tokoh Budayawan Agamis nasional seperti Dalang kondang Sujiwo Tedjo atau almarhum Dalang Ki Entus Suksmono dari Tegal. 

Tidak ada yang tidak mungkin, kesempatan itu ada dan akan selalu ada. Permasalahanya adalah bagaimana manusia mencarinya. Saya sebagai putra daerah secara pribadi juga mendukung 'Ulin Nuha', bukan hanya sebagai pemenang dalam kompetisi ini, tetapi lebih jauh dari itu, "sebagai tokoh nasional dari Karang Rena di masa depan".

Tetap fokus, sajikan yang terbaik melaui materi yang berkarakter. Jadikan polularitas hanyalah suatu bonus untuk mengabdi pada masyarakat yang lebih luas. Untuk 'Ulin Nuha', Tetap belajar, tetap kreatif, tetap membumi dan tetap menjadi kebanggaan warga Karang Rena tercinta. Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun