"Singkatnya, budaya wayang sendiri sebagai warisan leluhur, di mana wayang bukan hanya tontonan tetapi juga sekaligus sebagai tuntunan moralitas masyarakat setiap zamannya". Inilah mengapa saya sebut tidak semua orang dapat dan bakat menjadi seorang Dalang dan istimewanya 'Ulin Nuha' sudah menunjukannya.
Dalang adalah garbahnya pengetahuan, kebijaksanaan dan menjadi cahaya bagi kegelapan kehidupan. Saya berpendapat dalang adalah seorang filsuf lintas zaman yang sejatinya eksis untuk menjadi penerang moralitas masyarakat khususnya "Jawa dan tentu juga Dunia". Saya kira diajang AKSI 2019 ini 'Ulin Nuha' harus menunjukan kapasitasnya, sebagai Dalang (filsuf) secara kebudayaan dan DAI secara keagamaan seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga pada zamannya.
Kompetisi bukan ukuran tetapi jembatan
Ajang kompetisi ini sangat baik, bahkan saya bilang ini positif bukan hanya untuk 'Ulin Nuha', tetapi untuk semua peserta AKSI itu sendiri. Mengingat kembali 'Mempuni' DAI muda yang terlahir dari ajang pencarian bakat yang kebetulan berasal dari daerah Cilacap.
Kita tahu kapasitas dari 'Mempuni' pasca ia selsai mengikuti ajang pecarian bakat tersebut. Dia bukan saja berhasil sebagai wakil kontestan dari Cilacap, lebih jauh dari itu, dia menjelma menjadi DAI kondang berkat acara tersebut. Saya kira dengan kapasitas yang dimiliki 'Ulin Nuha' mempunyai basic sebagai Dalang, ia dapat melampui 'Mempuni'.
Bukan membandingkan tetapi 'Ulin Nuha' mempunyai rekam jejak yang lebih luas kontribusinya terhadap masyarakat. Untuk itu, kompetisi ini harus di jadikan 'Ulin Nuha' sebagai jembatan untuk merambah masyarakat yang lebih luas. Saya berpendapat, kuncinya, 'Ulin Nuha' untuk semakin menguatkan dan membangun ciri identitas "Islam Jawa" ala Suanan Kalijaga  sebagai materi yang dibawakan.
Melihat Islam sebagai Agama sendiri dapat diterima di tatar Jawa, tentu peran sinkretisme antara ajaran islam dan budaya Jawa pada masa itu. Inilah tatanganya bagaimana, 'Ulin Nuha' harus mampu juga mempertemukan budaya Jawa dan Islam kembali seperti Sunan Kalijaga dulu dalam konteks kekinian.
"Ketika dalam diri sudah menemukan identitas dalam penampilannya dan itu berbeda dari yang lain, saya kira prestasi dari ajang itu sendiri akan menyusul". Ditambah solidnya dukungan dari ranah tatar "ngapak" sendiri yang saya kira mendukung dengan loyal 'Ulin Nuha' sebagai juara.
Pekerjaan rumah sendiri untuk 'Ulin Nuha' adalah menyusun karakter ke-islaman bukan dari syariat saja tetapi harus melebihi itu, ketingakat yang lebih tinggi dan universal. Sejauh ini saya melihat 'Ulin Nuha' ketika tampil sudah cukup baik dengan atribut Jawa juga perpaduan budayanya yang ia gunakan. Untuk materi yang dibawakan juga cukup merepresentasikan ke-islaman dari perspektif lain dalam hal ini perspektifnya "orang Jawa".
Tetap ini bukanlah kompetisi dimana terbaik memilih yang paling terbaik. Saya yakin semua kontestan dalam hal ini mempunyai kapasitas yang sama. Jadikan ajang ini sebagai pembelajaran bagaimana menjadi dan menjalani kehidupan itu sendiri. Tetap fokus dan menguatkan karakter dalam membawakan materi, itu adalah kunci untuk di ingat orang.
Ketika sudah di ingat bukan saja hanya akan di dukung, tetapi dicari untuk menambah pengetahuan kemaslahatan masyarakat yang lebih luas, "mengikuti jejak 'Mempuni". Apa lagi ditambah 'Ulin Nuha' muda, sebagai Mahasiswa, Â dan waktu masih panjang untuk mengeksplorasi pengetahuan. Â