"Tidak ada yang harus dipersalahkan karena merekapun keberadaan yang tidak tahu pasti akan keberadaanya. Kenyataannya kini hanyalah menerima diri apa adanya untuk tumbuh dan berkembang seolah seperti tamu tersesat yang menduduki tempatnya sendiri"
Jalan ini terasa sepi dan terasa sangat menyeramkan hati. Sudah lama mungkin harus aku ungkap dimana tenang dalam mencari kenikmatan dunia. Impian itu begitu glamor, mengharukan sekaligus membanggakan. Apakah setiap manusia bangga atas dirinya sendiri saat ini? Mungkin yang terlampaui itu hina, menjengkelkan bahkan sedikit menggoda untuk terus dironggrong keberadaanya.
Ini memang menyingung bak sandiwara yang aneh. Semua ingin yang terbaik dan yang paling baik untuk hidupnya. Jiwa dalam keinginannya terkadang membeku seperti es dibalik almari pendingin itu. Lama nian rasanya aku sudah tidak menulis hamparan dan ratapan nasib itu. Menyedihkan sebetulnya,"tidak ", seram juga tidak begitu, yang ada hanyalah kisah menggelikan tiada akhir antara imajinasi dan kenyataan.
Dunia memang tak seindah maya, itulah yang aku rasakan. Keinginan ini adakalanya setinggi langit sehingga jarang bisa tersampai untuk di jangkau. Terkadang memang tidak terima, tetapi mengapa bisa tidak terima? Rasa-rasanya "dunia hanyalah pesanan bagi yang mempesan dunia sebelumnya". Sedikit ruang gerak haruslah dioptimlkan disini. Keresahan bukanlah akhir tetapi awal dari kehidupan yang niscaya ini.
Jika tidak tergoda berarti kuat batinmu. Orang hidup seharusnya menjaga batinnya, ia harus diredam serendah-rendahnya agar tidak merasa, "ialah yang paling tinggi". Ya, batin, ya, nalar, ya tubuh yang ingin dimanjakan keberadaannya.
Kini kau memang tidak bertarung dengan siapapun, kau hanya bertarung dengan dirimu sendiri. Tidak ayal ini terlampau berat untuk diarungi. Namun bagaimana manusia bisa, takala banyak orang yang percaya manusia itu tidak akan pernah sempurna sebagai manusia? Tidak, "kesempuranaanmu hanyalah cara bagaimana kau bisa menjaga batinmu".
Lahir dan merasa cukup haruslah menjadi bagian dari duniamu. Setiap manusia lebih, "hanya saja dia sendiri yang mengurang-nguranginya". Gelamor memang menjajikan teapi lebih menjajikan lagi kaulah kontrol bagi dirimu sendiri. Hidup ini seperti maya, maya yang tergambar agak jelas namun banyak ilusi di dalamnya. Manusia seharusnya tidak memakasa, sepertinya hidup memang pesanan, "orang-orang yang sudah mempesan sebelumnya hidup pada tatanan dunia".
Hitungan tanggal diawal bulan sudah datang, merangkai dan terus merangaki dengan kalimat-kalimat yang harus terpenuhi. Aku bukanlah seorang perangaki kata yang dielu-elukan oleh hebatnya dunia. Aku mengerti, aku hanya perangkai tentang apa yang aku senangi. Ya, hidup bagikan awan kelabu yang hitam, suatu saat akan menurunkan hujan.
Malam demi malam, terus kurangkai kata ini demi kesenangan, mungkin orang-orang diluar sana akan mengejar apa yang disenanginya. Tenar, mewah dan dielu-elukan akan jauh dari kenyataan orang yang seadanya dalam menikmati alur petualang hidupnya. Sunyi dibatas-batas besi ini. Hari demi hari memang tidak banyak aku lakukan, hanya berharap terus memaksimalkan hidup dengan apa yang disukai saja tidak lebih.
Terlihat lampu itu tetap menyala dengan kata-kata. Banyak orang tak mampu melihatnya, monoton bahkan cenderung tidak seimbang. Tidak lain hanya kata-kata yang mengimbanginya. Mungkin kenikmatan ini akan berujung bahkan tidak lagi bisa dinikmati, tetapi apakah tulisan dapat dinikmati sebagaimana penulis itu menikmati setiap jengkal jarinya? Ya, sudahlah "berarti atau tidak berarti inilah hal yang bisa dilakukan".
Orang modar-mandir bak kebingungan di dalam lamunanya, oh, yang sedang bertanya pada malam-malamnya? Akankah jari akan tetap sama, menikmati setiap untaian kata dari imajinya? Uttuk itu mengalairlah saja walaupun hanya dalam kata. Duduk didalam ketiada artian akankah kenikmatan akan berlanjut esok pagi? Rembulan datanglah engkau tanpa tangisan.
Raut wajahmu kini sedap nian ketika dipandang, meskipun sedikitupun tanpa makna. perkara tentang makna yang runtuh dan jauh dilalap sang angan, aku tidak peduli. Sudahlah aku tak ingin memaksa, ya hanya kata saja. Tentang yang absrud biarkan dia menari merajai apa yang ingin ia kuasai.
Tanah ini mungkin tak akan lagi subur pada akhirnya dimakan usia. Meskipun jauh dari makna, tetap saja ia harus menjadi sebagaimana hasilnya. Nikmati dan terus menikmati untuk membuat daya hidup yang pasti. Tak elok rasanya menyerah pada apa yang dinamakan munafik itu. Hidup untuk apa? Tidak untuk apa-apa, tau dari mana? Biarlah esok yang akan menjawabnya seperti buliran debu yang tidak tahu kemana akan mengarah..
Berdasi atau berompi, semua akan sama dimata dirinya sendiri. Puas atau tidak, "hanya dirinya yang mampu menjawabnya". Saatnya mulai untuk muak pada apa yang disebut-sebuat sebagai kesuksesan persepsi orang lain. Sepertinya kita hidup bukan tentang apa yang harus diadakan dengan segudang permata yang berkilau. Jauh diluar sana, kebahagian akan di dapat oleh kesemuannya sendiri, tergantung untuk apa dan seperti apa dia akan bahagia?
Semakin hari hidup manusia dirasa amat berat. Seorang manusia harus mampu memenuhi ekonominya sendiri, asupan intelektualnya sendiri dan kebebasan hidupnya sendiri. Problematika yang ada membuat seorang manusia berharap akan datangnya yang meringankan beban hidupnya. Dan juga membantu melaksanakan hidup, "demi suatu kelayakan sebagai hidup itu sendiri".
Memang dari jaman dahulu banyak alternatif pengetahuan untuk sekedar mengingatkan hidup. Banyak petuah, ajaran dari ayat-ayat suci dan dari ungkapan-ungkapan hiburan yang banyak diucapkan orang, "khususnya bagi orang yang membutuhkan hiburan". Apakah dengan semua itu, untuk seorang yang hidup dijaman abad 21 ini masih memiliki efek? Saya kira hasilnya akan nol karena itu hanya ada diruang anggapan yang tidak memiliki korelasi yang real kepada manusia yang berat beban hidup dan masalahnya.
Manusia abad 21 ingin sesuatu yang nyata dalam hidupnya. Begitupun dengan upaya-upaya apapun yang dilakukan siapapun, "baik politik atau institusi ekonomi". Entah suatu bantuan material, atau suatu ide yang mau dilaksanakan sebagai gagasan bersama. Harapan bagi manusia abad 21 adalah setiap kenyataan-kenyataannya, bukan pada setiap retorika janji-janji kemudahan yang diterima pikirannya.
Abad 21 merupakan abad di mana manusia sudah jengah dalam mengatur kehidupannya sendiri untuk bersikap tunduk. Suatu institusi politik ( negara), institusi ekonomi (perusahaan) bahkan institusi telogispun jika terlalu banyak aturan akan tenggelam dan mati dengan sendirinya. Yang diperlukan dari kedua otoritas itu adalah membantu manusia meringankan secara nyata beban kehidupan manusia, bukan hanya memerintah, mengatur dan menjadikan manusia obyek keuntungan semata. Kehidupan telah berubah, makna akan aturan untuk hidup bersama demi cita-cita bersamapun harus dirubah.
Era baru kini telah muncul, cara hidup mulai bervariasi. Semua semakin berada dan tidak ada batasannya. Semua orang berhak berkespresi yang di dukung komunikasi tanpa batas lagi. Tanpa disadari kemudahan komunikasi telah merubah segalanya. Merubah yang gelap menjadi terang benderang di dalam kemajemukan dunia ini.
Abad 21 adalah eranya tentang mereka yang mampu mengikuti, antara bakat dan tanpa rasa malu. Kreatif dan inovatif dalam merangkai hidup demi suatu eksistensial sebagai manusia modern abad 21. Tiada salah memang, ini hanya setitik gelap yang terterangi. Semua menarik tentang bagaimana karya baru akan muncul, orang baru dikenal, dan semua menarik "tertarik dengan apa yang bisa dilakukan diri dengan kemudahan teknologi berkomunikasi".
Media untuk lebih mengenalkan diri mulai bermunculan, tergantung kita mau kemana arah kita tuju. Terpasti yaitu, "mau atau tidak kita menjunjukan itu". Tunjukan bagaimana proses kreatif itu muncul tanpa meniru dan menjadi dirimu sendiri. Semua berpeluang dan mempunyai hak yang sama mencari peluang dalam era komunikasi tidak terbatas ini.
Dunia pasca industrialisasi membutuhkan suguhan yang kreatif, "syarat seni dan mengundang kebaruan". Hidup kini didominasi oleh manusia pekerja abad ini yang, "lelah dengan proses industrialisasi yang benar menguras tenaga dan pikiran". Waktu mereka tersandra, mereka butuh hiburan yang simpel, menghibur tanpa banyak proses dan menghabiskan banyak biaya.
Untuk itu inilah saat yang tepat, saat dimana sumua berangsur-angsur tersedia. Zaman dulu mungkin menjadi penulis haruslah mempunyai tempat dimana dia harus menerbitkan melalui para penerbit. Kini asal mau menulis, tulisan dapatlah dipublikasi disudut-sudut layanan internet. Tetapi kemudahan yang mudah tidak selamanya berguna bagi orang yang tidak mau menggunakan, "maka jika mau berguna, gunakanlah".
Oleh karna itu gunakanlah ini sebagai unjuk terhadap dunia dan hidupmu sendiri. Memang tidak ada yang instan dibalik semua itu, proses ada tetapi jika dilakukan dengan cinta, tanpa pamrih, teruntuk bakat dan hanya untuk bakat, semua pasti akan berada dan terakui pada akhirnya. Meskipun tersohor seakan jauh dari angan, setidaknya ada bukti tentang sebuah keberadaan akan cipta yang terakui oleh diri kita sendiri, "akan setiap kebanggan dari karya yang telah manusia ciptakan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H