Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nasib, di Antara Keinginan dan Impian

4 Mei 2019   14:52 Diperbarui: 4 Mei 2019   15:01 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari pixabay.com/jam-nasib-waktu-hidup-kematian

"Tidak ada yang harus dipersalahkan karena merekapun keberadaan yang tidak tahu pasti akan keberadaanya. Kenyataannya kini hanyalah menerima diri apa adanya untuk tumbuh dan berkembang seolah seperti tamu tersesat yang menduduki tempatnya sendiri"

Jalan ini terasa sepi dan terasa sangat menyeramkan hati. Sudah lama mungkin harus aku ungkap dimana tenang dalam mencari kenikmatan dunia. Impian itu begitu glamor, mengharukan sekaligus membanggakan. Apakah setiap manusia bangga atas dirinya sendiri saat ini? Mungkin yang terlampaui itu hina, menjengkelkan bahkan sedikit menggoda untuk terus dironggrong keberadaanya.

Ini memang menyingung bak sandiwara yang aneh. Semua ingin yang terbaik dan yang paling baik untuk hidupnya. Jiwa dalam keinginannya terkadang membeku seperti es dibalik almari pendingin itu. Lama nian rasanya aku sudah tidak menulis hamparan dan ratapan nasib itu. Menyedihkan sebetulnya,"tidak ", seram juga tidak begitu, yang ada hanyalah kisah menggelikan tiada akhir antara imajinasi dan kenyataan.

Dunia memang tak seindah maya, itulah yang aku rasakan. Keinginan ini adakalanya setinggi langit sehingga jarang bisa tersampai untuk di jangkau. Terkadang memang tidak terima, tetapi mengapa bisa tidak terima? Rasa-rasanya "dunia hanyalah pesanan bagi yang mempesan dunia sebelumnya". Sedikit ruang gerak haruslah dioptimlkan disini. Keresahan bukanlah akhir tetapi awal dari kehidupan yang niscaya ini.

Jika tidak tergoda berarti kuat batinmu. Orang hidup seharusnya menjaga batinnya, ia harus diredam serendah-rendahnya agar tidak merasa, "ialah yang paling tinggi". Ya, batin, ya, nalar, ya tubuh yang ingin dimanjakan keberadaannya.

Kini kau memang tidak bertarung dengan siapapun, kau hanya bertarung dengan dirimu sendiri. Tidak ayal ini terlampau berat untuk diarungi. Namun bagaimana manusia bisa, takala banyak orang yang percaya manusia itu tidak akan pernah sempurna sebagai manusia? Tidak, "kesempuranaanmu hanyalah cara bagaimana kau bisa menjaga batinmu".

Lahir dan merasa cukup haruslah menjadi bagian dari duniamu. Setiap manusia lebih, "hanya saja dia sendiri yang mengurang-nguranginya". Gelamor memang menjajikan teapi lebih menjajikan lagi kaulah kontrol bagi dirimu sendiri. Hidup ini seperti maya, maya yang tergambar agak jelas namun banyak ilusi di dalamnya. Manusia seharusnya tidak memakasa, sepertinya hidup memang pesanan, "orang-orang yang sudah mempesan sebelumnya hidup pada tatanan dunia".

Hitungan tanggal diawal bulan sudah datang, merangkai dan terus merangaki dengan kalimat-kalimat yang harus terpenuhi. Aku bukanlah seorang perangaki kata yang dielu-elukan oleh hebatnya dunia. Aku mengerti, aku hanya perangkai tentang apa yang aku senangi. Ya, hidup bagikan awan kelabu yang hitam, suatu saat akan menurunkan hujan.

Malam demi malam, terus kurangkai kata ini demi kesenangan, mungkin orang-orang diluar sana akan mengejar apa yang disenanginya. Tenar, mewah dan dielu-elukan akan jauh dari kenyataan orang yang seadanya dalam menikmati alur petualang hidupnya. Sunyi dibatas-batas besi ini. Hari demi hari memang tidak banyak aku lakukan, hanya berharap terus memaksimalkan hidup dengan apa yang disukai saja tidak lebih.

Terlihat lampu itu tetap menyala dengan kata-kata. Banyak orang tak mampu melihatnya, monoton bahkan cenderung tidak seimbang. Tidak lain hanya kata-kata yang mengimbanginya. Mungkin kenikmatan ini akan berujung bahkan tidak lagi bisa dinikmati, tetapi apakah tulisan dapat dinikmati sebagaimana penulis itu menikmati setiap jengkal jarinya? Ya, sudahlah "berarti atau tidak berarti inilah hal yang bisa dilakukan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun