Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Melampaui Kesengsaran untuk Kebahagiaan

2 Mei 2019   20:24 Diperbarui: 18 Mei 2019   23:27 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diambil dari pixabay.com/ Taman Bermain

Dikepulauan bahagia seharusnya aku tak lagi menghawatirkan diriku  yang tidak punya apa-apa. Aku bermain seperti anak kecil dengan mainannya, tertawa, mencari bahkan saling berdiskusi apa yang ingin diketahui. Oh, pulau yang berbahagia hidupku kini sedang terintimidasi kehawatrian yang akut antara mimpi bahagia dan kenyataan yang pahit, bersumber pada lubang kegemerlapan pikiran yang rancu.

Seakan dalam pikiranku ada Burung berkicau seakan terus ingin merayu. Ia ingin mendapat bidikan, tetapi ia burung yang galau. Sarangnya sungguh sempit bahkan wilayah bermainnya sungguh tak terlalu luas. Dasar, Burung kuper ini sedang buas, mencari dan terus mencari bidikan yang justru tidak jelas.

Namun kebuasan hanyalah kebuasan tanpa keberanian, "ia berlari ditempat mengejar bidikan". Tak tau apa yang sedang ia pikirkan, mungkin sang burung banyak pertimbangan. Meskipun ia kuper dalam pergaulannya, pikirannya tanpa batas, ia si bodo yang banyak tahu. Menurutnya "alam raya" adalah ketidakpastian yang nyata.

Burung ini mencari yang baik, karena ia tahu, "yang terbaik hanyalah dongong masa lalu". Tidak ada bidikan yang sempurna dimata pikiran, ia timbul seperti tulisan, terkadang jelas namun banyak juga yang buram seperti mata singa yang tajam mencari mangsa. 

Si Burung paham betul akan idenya itu, tak jarang ia hanya menjadi penonton kebuasannya saja, "hanya menerawang dari jauh tanpa tahu kepastian kapan ia harus mulai membidik lagi untuk kedua kalinya". Agar ia mendapat cahaya yang sama dengan kemarin tetapi terkadang ia juga menjadi " si naas itu nasibnya"

Hari-harinya selalu gelap, "ada hasrat yang kuat tetapi hamsyong (hampa dan kosong)". Ia tidak bertarung dengan pembidik lain, ia hanya bertarung dengan hasratnya sendiri, "ada tetapi tidak kunjung nyata". Ia si Burung yang membingungkan dirinya sendiri, lupa bahwa hasratnya ada tetapi hanya ilusinya saja sebenarnya.

Kini ia hanya merenung di dalam sangkarnya, tetapi ia bukanlah tipe burung yang waktunya dihabiskan untuk renungan saja. Ia bersiap menyambut bidikannya, sembari menyiapkan senjata yang ampuh untuk bidikanya. Walaupun ide dan kehendak tidak kunjung ada hasilnya, "tetapi ia sangat gigih memperjuangkan apa yang ingin dicapainya". Meskipun berjalan ditempat, tetapi ia berangsur bersiap, "menyajikan sesuatu untuk apa yang akan dibidiknya".

Memang terkadang apa yang belum didapatkan rasanya akan selalu menjadi kehendak angan. Namun apa yang akan didapatkan belum tentu, "itu yang dibutuhkan". Si burung inipun berujar, biarlah yang misterius menjadi misterius, yang nyata akan tetap menjadi nyata, jika terus berjalan dijalan yang sama, pasti akan sampai juga. Hasil tidak akan pernah tertidur, ia hidup bagikan angan yang menganga seperti barong Bali yang mempesona.

Sekiranya apa yang bisa aku lihat dari birunya laut dan hitamnya pasir hitam ini? Ya hanya ketenangan yang bisa aku dapatkan. Aku lihat ditengah laut ini ada kapal-kapal besebrangan, dalam hatiku aku bertanya, apa mereka tidak jengah dengan lautan? Oh, mungkin bagi mereka lautan adalah jiwanya.

Sore ini langit begitu agak mendung. Masih aku lihat banyak orang menikmati harinya ditepi Pantai. Mereka bersama keluarga, bersama yang tersayang dan bersama masalah-masalah hidupnya sendiri yang mencoba ingin dilupakan sore ini.

Gemuruh ombak mengiringi dudukku, di pantai ini aku terpesona pada orang-orang yang menghibur hatinya. Dalam duduk ini aku bertanya, rembulan kapan kau akan datang untuk bersamaku? Apakah kini kau sedang bersamanya, oh, sepertinya kau adalah kesabaranku saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun