Setidaknya semua hanyalah pelajaran bagi yang mau belajar. Dunia seperti sempit, beban rasanya ada didalam dada namun terkadang orang yang dekat selalu meringankan dada. Kini malam ini akhirnya datang, Aku menulis diatas jembatan dan dibawah terangnya bulan. Oh yang ada didalam derita cukuplah penderitaan ada karna kita menyadarinya dia ada, bisa dihindari, dihayati bahkan dinikmati ketika ia memang nikmat.
Tidak selamanya awan akan terus kelabu, cahaya pasti akan datang. Setidaknya jika memang surga terlalu jauh untuk ditempuh keberadaannya, harapan haruslah selalu ada. Berharap bahagia, dan berharap lagi kedamaian menyertai hidup kita. Untuk suatu gairah dan semangat menjalani semua aral dan rintangan keberadaan kita, untuk kita dan demi kita.
Orang terdekat adalah pelita, bahkan sanggup meringankan beban derita, ketika susah mereka selalu ada merangsang tangungjawab karna merekapun bercerita hanya orang terdekatlah yang mereka punya. Terkadang orang lain juga menjadi derita tetapi orang lainpun dapat mengubur derita.
Dititik ini aku tumbuh, menerjang apa yang seharusnya kuterjang. Lara memang, namun kau lihat bagaimana tentang orang-orang yang tidak kuat jiwanya. Mereka bukan diri mereka bahkan lepas dari apa yang mereka sadari.
Musim kemarau ini mebuat udara lebih dingin, tetapi apakah ia merubahmu cukup sejengakal dari saat ini? Yang tergoda jiwanya, apakah kau sadar akan dirimu? Ini akan sulit bahkan jikalau apa yang kau harapakan tak secuilpun nyata dalam kehidupanmu.
Rasanya cukuplah kau bermain dengan dirimu, harapanmu, dan kenyataanmu. Orang-orang diluar sana memang ada kalanya menertawakanmu, tetapi apakah kau cukup kuat akan hal ini? Tersisih memang tidak akan enak dalam kenyataan ini, tetapi kesadaranmu akan membawa ada hidup yang lain. Sungguh miris terasa teralienasi oleh hidupmu sendiri.
Kekuatanmu kini diuji untuk teruji, seberapa hebatkah hati dan rasamu sendiri? Akankah kau kuat? Atau bahkan kau menjadi kalah dan lemas terlunglai oleh kenyataan? Ini hanyalah kata tetapi kata-kata bukakah doa juga? Kenyataan rasanya sulit kau telaah sendiri, menulis itu perlu untuk mencurahkan rasamu.
Aku memang tak peduli tentang bagaimana aku menulis. Mungkin aku mencoba menjadi sibebal yang berteori, menulis untuk terapi jiwa, di mana jiwa memang perlu dikelola agar dia bekerja sesui dengan misinya, menjadi kuat bahkan teruji oleh kehidupan.
Suasana hati yang berubah-ubah perlu untuk diketahui, jika tulisan bisa mengubah suasana hati, mengapa masih bertanya pada kenyataan yang berbeda? Bukankah kenyataan akan terus ada seperti adanya keberadaan? Ya, sudah terlalu lama kita berharap kenyataan untuk menjadi milik kita.
Berpikirlah semua akan berlalu, berangsur hilang tanpa kata, tanpa makna. Hiduplah dengan caramu, menjadi apa kamu yang sebenarnya. Jika semua harus berbeda dengan harapanmu, anggap kau sedang tersesat dalam goamu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H