Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia, Pemuja Sekaligus Pengkritik

1 Mei 2019   17:52 Diperbarui: 27 Mei 2019   00:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang kata-kata sangatlah mempusingkan bagi seorang yang mendengarkan. Dimana letak yang benar saat  semua yang berkata-kata ingin diakui kebenaranya? Ini sulit, dan sangat bisa dibilang yang tersulit "sebagai pemuja dan pengkritik". Kata-kata sepanjang hari di berbagai media membuat muak bahkan menenggelamkan nalar. Perkataan ini ditentang, dan perkataan itu dipuja bak tidak ada salahnya. Sampai-sampai tidak ada titik temu dari perkataan antara pengkritik dan pemuja itu sendiri.

Kebebasan kata-kata bukan saja membuat masyarakat bingung, tetapi mengurangi kadar kerja itu sendiri saat manusia akan tumbuh dengan pikirannya sendiri. Semua waktu di habiskan untuk kepuasan berkata-kata melengkapi kebutuhan kelompoknya. Rasanya ingin saya hentikan denyut nadi dunia berkata-kata ini. Semakin banyak orang berkata-kata semikin ia potensial menjadi munafik.

Lewat kata-kata kebenaran bisa disalahkan, dan kesalahan dibenar-benarkan. Dengan arti dan tujuan yang baik, kata-kata memang baik adanya. Kata-kata yang baik ketika kata-kata itu keluar dari mulut-mulut para ahli di bidangnya. Bagaimana mungkin orang yang tidak sesuai dibidangnya berbicara seakan-akan dia yang paling benar memberi pernyataan perihal "bidang tertentu"? Bukankah ini bisa keliru jika dipahami? Sepertinya di manapun zaman masyarakat kata-kata ini, disitu ada kesalahan memahami kata-kata itu sendiri.

Ketika sebagain besar masyarakat berkata-kata berkuasa, diam adalah pilihan yang utama. Bukan tidak peduli tetapi, akan lebih berbahaya ketika lebih banyak orang yang bicara tanpa makna. Diam menjadi emas ketika keriuhan berkata-kata berjaya seperti saat ini. Jika perlu bicaralah yang baru, dan mecerahkan pikiran-pikiran yang sedang bingung. Untuk ini tulisan ini diciptakan setidaknya menerangi diri tersendiri terlebih dahulu, yang menginginkan menjadi peduli yang bersikap tidak peduli.

Memang haruslah mengambil jarak pada kemunafikan. Mereka tidak banyaknya hanyalah ingin menjadi sama, satu warna dengannya. Namun itu yang sulit, terkadang ungkapan tidak rasional pun hadir, akan janji-janji, konsekwensi dan lain sebagainya.

Ketika tidak sedikit pun saya peduli dengan apa yang mereka ucapkan, terus-menerus dihujani ungkapan. Memandang sinis bahwa di hatinya terdapat kecongkakan akan kebenaran yang, ia juga belum tentu itu benar dan mengerti. Tetapi dengan percaya dirinya kemudian menghakimi, merendahkan, bahkan tak sedikit menjelekan yang lain untuk menarik simpati untuk satu ideologi dengannya.

Entah hidup bersama mereka musibah atau anugerah? Tetapi setidaknya saya tahu bahwa ada dimensi lain dari ideologi. Kadang hebat katanya membuat saya tidak merasa nyaman, mengikuti sedikit menjadi munafik, menjadi apa yang tidak saya mau. Yang ada dalam pikiran adalah agar kata-kata kemunafikan yang tidak membuat nyaman berhenti dari ingatan hari-hari dan pendengaran saya saat ini.

Akhir-akhir ini saya merasa ideologi untuk menjadi palsu semakin hebat. Terkadang bagi mereka yang fanatik, sudah memulai merusak psikologis yang lain. Saya pun bertanya, dimana cahaya ia berkuasa atas dirinya ada? Dan sedikit banyak orang-orang seperti mereka sebenarnya hanyalah mengikuti saja, apa yang dikatakan peran panutan bagi mereka. Hidup bagikan ada ditangan yang lain, bagi saya, mereka akan tetap menjadi lain, dan tetap akan menghakimi yang lain.

Beragamnya pilihan memang memaksa kita untuk memilih. Bukan anti saya dengan ideologi lain, tetapi saya tidak mungkin bisa sepemahaman dengannya. Cara hidup saya berbeda, pengalaman pun berbeda, dan saya, merasa hidup akan lebih indah dengan harmoni perbedaan yang ada. Tanpa menghakimi, tanpa umpatan, dan tanpa kebenaran fana tetapi menjadi acuan.

Sepantasnya saya memang tidak harus terus berkata-kata, biarkanlah semua tentang ini menjadi makna. Makna dari pengalaman yang nyata dalam hidup bersama. Sejengkal, saya pun sedikit menjadi munafik untuk menyelami apa yang baik dan benar untuk saya. Tidak semua orang sama, semua berbeda, bahkan semua mencari. Sepertinya hidup memang tidak mencari yang benar, tetapi mencari yang tentram, damai dan membahagiakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun