Mungkinkah engkau produk akal mereka yang haus akan kekuasaan politis, sehingga dapat dengan mudah mereka mengtasnamakan "engkau" untuk segala kepentingannya? Termasuk, menguasai dunia yang dalam sejarah kerap ditunganggi atas nama tuhan, "perkara pemilihan ras manusia yang unggul menurut mereka"? Saya menunggu engkau "Tuhan", menunggu engkau dengan perwujudan kebaikan tanpa permusuhan abadi sebagai dalih kepentingan-kepentingan manusia untuk golongannya.
Saya lihat kini, ada banyak sekali orang yang kenal dengan engkau (tuhan). Tetapi sangat sedikit yang mengenali engkau. Kau di agungkan bak sesuatu yang tak bisa dikritik, tidak bisa ditentang, dan tidak dapat dinalar oleh kekuatan manusia yang ingin mengenal engkau.
Seharusnya seorang pemuja juga harus menjadi seorang pengkritik. Mengapa seperti itu? Mereka kenal, mereka juga harus mengenali. Biar pun setiap pagi dan malam mereka memuji Tuhan, tanpa mengenalinya, saya yakin tuhan tidak akan mengenal mereka. Bahkan untuk masuk dalam relung batinnya pun tidak. Karena ia menutup untuk mengenal kebaikan Tuhan dengan cara lain.
Untuk itu, bukan mereka yang setuju dengan konsep bertuhan secara kaku yang lebih mengenal Tuhan. Melainkan orang yang tidak setuju kekakuan cara Tuhan-lah ungkapan banyak manusia yang lebih mengenal tuhan itu sendiri. Tidak setuju pada sebuah konsep berarti lebih mengetahui konsep itu. Bukankah ini bertentangan dengan pandangan umum? Namun di sinilah hal yang mendekati kebenaran itu (Paradoks).
Inilah kehidupan yang sesungguhnya tanpa mengenali dia tidak dapat mengenal. Hidup tanpa tedeng aling-aling bermakna "menjalani hidup yang benar-benar hidup sepenuhnya menjadi diri sejati". Oleh sebab itu, "Menjadi diri sendiri seharusnya menjadi prioritas dalam makna menjadi manusia".
Kita sampai saat ini pun masih bertanya, mengapa kita hidup disini bersama problematika kehidupan yang ada sebagai manusia? Hidup dengan kesadaran akan manusia, budaya dan kosmos, akan membuat kita tidak jatuh pada ketidaktahuan atau kebodohan kita, "sebagai makhluk yang berpikir". Dalam hidup, saya kira tidak ada yang patut dipertentangkan apa lagi dimusuhi. Jika akan memuja sesuatu, pujalah dengan nalar. Sama halnya ketika kita akan mengkritik sesuatu, "harus juga sama dengan nalar".
Untuk menjadi  manusia bermasayrakat, filosofi menjadi manusia gila sangatlah perlu. Terkadang untuk menjadi manusia yang waras harus menjadi gila terlebih dahulu. Lihatlah orang gila, justru karena gilanya, "dia menjadi orang yang paling waras di dunia ini".
Hidup orang gila tidak memikirkan apapun , dan tidak berkeinginan apa pun. Lihat yang menurut anda, "masyarakat kata-kata" waras hidupnya, dia penuh kekhawatiran, bahkan memberi kesan yang berbeda dengan dirinya sebagai keburukan, dan perlu diluruskan menurut pandangann mereka sendiri. Sebagai salah satu contoh adalah, dia yang berpikir bagaimana menjadi sukses dalam pandangan orang waras. Sukses menurut mereka merupakan bagaimana manusia dapat menghasilkan banyak uang.
"Terlebih lagi katanya dia orang yang pikirannya waras, tetapi justru dia yang kejam pada sesamanya, pada alamnya dan pada setiap makluk hidup yang ada untuk mengakumulasi kekayaannya".
Menurut anda siapa yang waras dan siapa yang gila? Pada dasarnya, orang gila lah yang waras, dan orang waraslah yang sebenarnya telah gila. Mungkin manusia yang baik pada masa kini adalah mereka yang tidak mengumbar kata-kata. Saat ini, masa dimana menjadi "masyarakat kata-kata  sangat-sangat benar  membosankan".Â
Setiap hari semua orang disuguhkan kata-kata yang tidak menarik lagi tentang yang mencoba untuk peduli. Kalau dahulu ada kata perumpamaan indah, banyak-banyaklah mendengarkan. Tetapi hari ini sangat tidak relevan, karena kata-kata itu, bagi masyarakat kata-kata, "diam berarti bodoh". Kata-kata membodohkan keluar ketika kata-kata itu sangat murah di ucapkan siapa saja dengan kepentingan apa saja.