Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia "Pencipta yang Dungu"

17 April 2019   23:39 Diperbarui: 17 April 2019   23:44 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya saya selangkah lagi mencapainya, mata saya melihatnya. Dengan sadar saya berucap pemandangan ini tidak seperti apa yang saya lihat dari bawah. Pesonanya seakan hilang saat saya melihat kenyataan dari sejengkal jarak. Saya tidak pernah kecewa meskipun harapan indah memudar. Perjalanan melewati segala hal membayar rasa kecewa yang hinggap di dada manusia. Meskipun harapan terkadang menipu, ada saja hal yang member tahu dimana ketertipuan itu.

Sesampainya langkah yang kurang tadi, saya benar-benar sadar bahwa menapaki harapan memang melelahkan. Mengejar harapan-harapan menjadikan penipuan semakin tampak. Lelah di bayar, kecewa yang terlunasi dan kenyataan yang tampak membuat pengalaman baru. Saya-pun tersadar bahwa mengejar harapan itu ibarat perjalanan yang tidak pernah sampai.

Saya seperti orang dungu yang ditipu oleh orang - orang untuk mengejar yang tidak pernah terkejar. Rasa lelah bersama beban yang berat pada saat menjalaninya, pertanda pencerahan muncul seperti matahari dari timur sana. Melalui mata menuju pikiran dan tercerna oleh rasa, tetapi tidak tahu itu keinginan atau tujuan kemurnian. Sepertinya semua dilahirkan untuk memanipulasi.

Dengan sedikit kreasi tindakan manipulitif bisa dibuat bagaimana tidak semestinya, seakan tindakan manipulatif itu dibenarkan untuk alasan tertentu. Bayang-bayang hidup di surga diajarkan sedari kecil, bagi mereka dunia ini hunian sementara dan patut dilombakan untuk bagaimana kehidupan dunia baik setelah kehidupan di akherat juga baik. Setiap hari mereka bersaing, merka menciptakan uang, barang, sarana produksi dan pasar untuk beribadah.

Tidak hanya itu, mereka juga menciptakan kesenangannya sendiri, membuat ketidakadilan dan kesengsaraan yang berlanjut. Terkadang jika dirasa-rasa dunia adalah surga atau neraka dan neraka bisa menjadi surga, surga bisa menjadi neraka. Surga dunia adalah kesejahteraan itu, dibuktikan dengan setiap orang yang hidup selalu mencarinya. Tetapi kecenderungan kesejahteraan berpotensi membagi kesengsaraan pada yang lain, karna apa? Jika mempunyai barang untuk dijual dengan tujuan mencari keuntungan, dia akan melebihkan nilai barang itu, kemudian sang pembeli harus menambahkan nilai untuk membeli barang itu.

Inilah bentuk keuntungan dan kerugian dimana penjual berpotensi sejahtera dan pembeli berpotensi sengsara. Dunia itu satu mata dua rasa, antara sejahtera dan sengsara. Entah dimana Maha adil itu jika dia perkasa, dia pasti sudah merubah sedari dulu menciptakan keadilan. Apa memang Maha adil ini seorang yang manipulatif?

Dia menjanjikan hidup enak dengan cara yang keji, memanfaatkan orang lain, bersikap serakah dan mencari-cari nilai lebih untuk dirinya sendiri. Diciptakan untuk saling memanipulasi, katanya pembawa keadilan itu yang gaib, tetapi itu hanyalah pengandaiyan untuk bagaimana mau menerima kesengsaraan. Yang adil itu tidak ada di langit ketujuh, kalaupun ada, dia tidak akan mungkin bisa turun. Pembawa keadilan di dunia ini adalah mereka, diri-diri setiap yang hidup.

Mengantuk untuk tidur, lapar untuk makan merupakan kata perumpamaan dalam menjalani kehidupan. Saya sebut ini sebagai bagian kebijaksanaan yang diciptakan oleh diri sendiri. Banyak dari kita bahkan saya tidak menyadarinya, seperti apa bentuk kebijaksanaan diri itu.

Menjalani di masa-masa penuh ketidakpastian ini seperti terbuai oleh rasio. Semua ingin di dapat dan ingin dicapai. Pertempuran rasio dan batin semakin memuncak takala pembuaian terhadap sesuatu yang menjadi indoktrinasi. Depresi dan pesimisme mengakar saat manusia tidak hidup pada saat ini.

Ketertarikan kepada masa depan membuatnya lari dari saat ini. Serangkaian kejadian di angan bukanlah sesuatu yang pasti. Permainan-permainan diri diciptakan tetapi yang kalah dan menang tetap diri sendiri. Keterasingan ini semakin jauh dari fakta, semua seperti dalam tempurung terpaku dengan perhiasan. Semakin dia memikirkan semakin dia terbuai dengan ketidaknyataannya.

Memvisualisasikan diri terhadap sesuatu sama halnya menarik diri pada kesemuan nyata. Besarnya ombak mampu memecahkan karang, maka jadilah untuk tahan. Diri yang tahan tidak mudah terombang-ambing angin layaknya air di tengah Pantai. Bukan tidak berani melangkah, tetapi resiko semakin tampak menganga bagaikan Singa di dalam kegelapan yang lapar. Mungkin menegaskan diri pada takdir yang sudah diciptakan oleh diri sendiri adalah suatu jalan kebijaksanaan diri. Rasanya jika ingin jujur dunia ini seperti bentukan rasio belaka yang berubah-ubah, tidak ingin hidup setelah mati ada penghakiman lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun