Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tentang Mimpi Putus Asa

16 April 2019   20:37 Diperbarui: 16 April 2019   21:06 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi diambil dari cosmologyexegesis.com/ Paradoks diri memandang Mimpi

"ia juga dapat membuat kita berputus asa, maka saat itu, sadari bahwa mimpi serta keputusasaan berjalan bersama seperti pesimisme dan optimisme dalam diri kita"

Ketika tersadar, Saya selalu mempertanyakan pada diri saya sendiri, mengapa adakalanya energi dari hati nurani mau tidak mau harus digerakan? Saya bahkan tidak bisa berpikir, sesuatu apa yang bisa saya tawarkan demi menarik nurani untuk mengisi nurani? Semua serba membingungkan, menggema dari kejauhan.

Terserah tentang apa yang mereka bilang, memang benar mempermainkan perasaan sangatlah menggalaukan. Tetapi saya mempunyai pandangan tersediri bahwa tidak semua yang bermain dengan perasaan diri sendiri itu buruk. Justru dengan bermain dengan perasaan diri sendiri, saya lebih mudah mengenali siapa diri saya.

"Didalam rasa itu sejatinya ada ingsun, ia tanpa wujud, tanpa warna, tanpa bau, suci, manunggal dalam diri, cipta, karsa dan rasa". 

Keberuntungan bukanlah sesuatu yang kebetulan melainkan konstruksi melalui reflektifitas diri untuk memungkinkan menjadi beruntung. Keberuntungan sangat mudah untuk diamati karna hanya mereka yang beruntung itu sepenuhnya dari buah setiap usahanya sendiri.

Jika kau sedang mencari keberuntungan carilah di dalam dirimu sendiri, sebab dia berdiam disana. Realitanya seperti ini, wanita yang mandiri kepribadianya vibrasi energinya tidak akan cocok dengan pria yang suka menipu. Tetapi wanita yang berhias untuk membohongi penampilanya akan cocok dengan pria penipu. Kurang lebihnya seperti itulah mekanisme keberuntungan, karna keberuntungan adalah kesesuaian diri. Keberuntungan tidak akan bisa membohongi, diri-lah yang menciptakannya.

Semua orang berhak bermimpi tetapi tidak semua orang mempunyai fasilitator untuk membuat suatu mimpi seseorang menjadi ada dan nyata. Saya terlahir bukan seperti orang yang se-beruntung itu. Meski menjadi seseorang yang pesimistis lebih mudah, saya tetap bermimpi melawan sikap pesimisme yang setiap Manusia punya. Paradok dan kotradikif itulah jalan hidup manusia.

Saya mempunyai perspektif tersendiri tentang mimpi yang tidak harus saya capai. Menurut asumsi saya, impian yang sublime yaitu bermimpi mewujudakan setiap langkah ke depan menjadi lebih baik. Mimpi inilah yang akan terus saya perjuangkan, karena untuk menjadi apapun dalam kehidupan ini bukan hanya  butuh kemauan keras tetapi juga butuh modal yang harus disediakan. Mimpi menjadi lebih baik adalah mimpi yang realistis, juga paling mungkin untuk semua manusia capai. 

Sebagai manusia memang kita dituntut untuk berilmu. Pengalaman- pengalaman yang telah manusia lalui adalah jembatan ilmu yang pasti. Dalam sebuah peradaban pasti ada yang ditinggalkan, entah itu berbentuk prasasti atau bentuk-bentuk yang lain. Mengapa demikian? Apa maksud dari semua itu? Saya banyak mendapat referensi akan jawaban tersebut. Bahwa setiap apa yang telah dicapai tidak lebih untuk pembelajaran hidup berikutnya.

Setelah saya melihat Film "Lucy", saya mendapat pencerahan akan ilmu pengetahuan itu sendiri. Tujuan hidup manusia tertinggi bagi seorang ilmuan adalah mewariskan kepada generasinya. Tidak lebih untuk senantiasa mengembangkan atau menjadi sumber-sumber pengetahuan, tentang apa yang sudah ditemukan dan yang menjadi sebuah dugaan jawaban dalam kehidupan haruslah dituangkan lalu diwariskan.

Menurut hemat Saya, Manusia sudah sesuai dengan tujuannya, mereka pendahulu kita mewariskan segalanya untuk kita, kini bagaimana dengan kita? Apa yang mau kita perbuat untuk hidup nanti setelah kita tiada ? Tugas kita adalah mengembangkan apa yang sudah ada, dan mewariskanya pada generasi kita. Tidak peduli bagaimana setiap tulisan ini akan terkenang, setidaknya ini adalah warisan, meskipun bukan kilauan kebudayaan yang masyur seperti candi-candi di Jawa.

Kini apa yang akan menjadi bahan penilitianmu? Apa yang akan menjadi gagasanmu? Hidup bukanlah untuk punya apa tetapi hidup itu untuk menjadi apa. Itulah makna hidup yang sesungguhnya harus kita gali. Sebagai manusia kita pasti mempunyai nilai, itulah. Namuan paradoks itu, disamping optimistis, pesimistis juga hidup bersama kita. Setiap orang mempunyai kadar kepesimisan bahkan keputusasaannya sendiri. Sayapun pernah putus-asa, karena saya hanya manusia biasa

Dikala keputusasaan menyambangi diri

Berbagai bentuk kehidupan dan sarana penunjangnya yang amat sulit diusahakan membuat, "jika keputusasan sedang menyambangi kebijaksanaan diri kita menjadi senjata yang amat penting".

Pertentangang akan mimpi begitu rancu jika fasilitator itu sangat tidak memungkinkan membawa kita akan mimpi kita. Tetapi sejenak berhenti dan membuat timbangan pada diri harus dilakukan. Kita sebagai manusia pasti pernah putus asa, sehingga keputusan yang kita ambil mengubah diri kita sendiri. Menjadi lebih baik atau buruk bukan hanya masalah kita berpikir akan hal tersebut, tetapi dalam hal ini interpretasi kita akan afirmasi sangat menentukan.

Tentu ada Keputusan dalam hidup membuat saya jatuh. Tetapi saya jatuh bukan untuk tenggelam. Saya jatuh hanya untuk tahu bagaimana caranya membangun. Saya pun mengakui inilah keputusan terbodoh bagi manusia. 

Saya biarkan mereka berkata bodoh jika mereka mau. Tetapi dari semua itu, bagaimana saya betah dengan keadaan mengekang diri? Tentu pengekangan adalah hal yang tidak bisa manusia terima.

Hidup saya adalah punya saya. Saya tidak pernah sedikitpun memelas untuk diperkosa oleh nasib ketentuan orang lain. Setidaknya jika saya digambarkan sebagai pekerja seks komersial, saya ingin dibayar mahal. Saya punya segalanya dari diri saya, saya pun yang menentukan siapa saya dan bagaimana saya.

Dilematisnya keputusan membuat saya seperti sastrawan sudah tidak bisa lagi menulis. Beberapa hari belakangan saya seperti bingung dengan rembulan yang tidak sama sekali nampak tertutup mendung sore.

Jalanan banjir, pegunungan longsor dan orang-orang kemaruk menjadi persoalan yang biasanya memang terjadi. Keputusan ini mungkin ada baiknya. Berpikir dan melakukan tindakan karna rasa bosan itu sangat membahagiakan. Saya ingin menari dan menari diatas penderitaan dan kesenangan diri sendiri.

Pengharapan baru menunggu disana. Tidak ada pengharapan jika tidak digagas dan di cari-cari keberadaannya. Semua serba kabur tetapi kesaksian pra pengharapan adalah bukti. Maukah seperti penderitaan yang mungkin akan kau alami kelak jika pada keadaan yang sama? Lantas apa bedanya saya dan mereka? Mungkin semua orang adalah lahan keuntungan, saya ingin juga memberi untung pada diri saya ini.

Jika semua indah, karna saya mencari keindahan itu. Mungkin bisa saja itu buruk, yang terlintas di benak saya yaitu, saya tidak mau mengalami keburukan yang sebelumnya sudah saya ketahui. Apakah sikap saya salah? Apakah saya sibodoh? Tentu dalam hal ini, afirmasi diri haruslah dominan untuk diri melindungi dirinya sendiri.

Lakukan dan ucapkanlah sesukamu karna saya lebih peduli akan hidup saya sendiri. Tenangkanlah dirimu dengan kekokohanmu bersamanya, saya tidak peduli. Saya bukanlah orang yang peduli karna apa artinya ketika  yang dilakukan tidak menjawab setiap persoalan yang ada.

"Pilihan keputusan terbaik bukan karna terlalu berani berkeputusan secara praktis, tetapi keputusan paling berani yaitu memilih tidak merasakan hal yang sama"

Setiap orang pasti pernah merasakannya, inilah afirmasi diri terhadap dirinya sendiri. Tentang keputuasaan sendiri sangat perlu ditegaskan. Untuk itu keputuasasaan bukanlah hal yang harus dihindari. Ada kalanya ia menjadi acuan bagaimana kita menatap hari depan. 

Perlu diingatkan bahwa tidak selamanya mimpi membawa ke optimisan dalam hidup. Ia juga dapat membuat kita berputus asa, maka saat itu, sadari bahwa mimpi serta keputusasaan berjalan bersama seperti pesimisme dan optimisme dalam diri kita.

Tanpa diri menyadari sebelum bermimpi, membuat rawan diri melakukan hal yang tidak dapat dimengeti (absrud). Dalam hal ini, bersikap netral pada mimpi juga keputusasaan dalam menjalani hidup patut dijadikan afirmasi. Menjalani hidup seyogyanya semampunya, tanpa paksaan dan membebani diro terlalu berat. Netral dan semampunya sangat patut untuk dijadikan filosofi diri dalam memandang kehidupan "dari diri dan untuk diri".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun