Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Pemikir" Dilema Sebagai Rakyat

14 April 2019   15:13 Diperbarui: 20 April 2019   21:16 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian orang yang berpikir menyeluruh menyimak keadaan saat ini sangatlah membuat mereka gusar. Berbagai fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menandakan bahwa peristiwa kecil juga butuh perhatian agar mereka tidak menjadi besar dan meresahkan dikemudian hari.

Aku-pun tidak tahu apakah memang orang-orang yang tidak lagi mau peduli dengan apa yang terjadi? Ataukah merekapun jengah dengan hidup mereka sendiri? Sehingga terlalu berat untuk memperdulikan keadaan yang terjadi diluar keadaan dirinya?

Politik indentitas kini, justru keadaannya sangat memanfaatkan ketaatan rakyat itu sendiri pada keyakinan otoritasnya. Upaya pembodohan untuk menjadi bebas dan merdeka tanpa terkekang pemikiran mengekor sangat masif di kampanyekan untuk rakyat. Dalam hal ini harapan palsu politik masih menjadi mimpi bagi rakyat sendiri yang sebenarnya keadaan hanya memanfaatkan mereka sebagai jalan bourjuis berkuasa.

Semua tidak ada yang salah, semakin hari memang semakin menyulitkan kita semuanya sebagai rakyat. Diluar sana media-media memperberat pikiran rakyat dengan berita kekewatiran, kejahatan yang mengintai kita dan hal-hal yang menarik memicu keinginan rakyat.

Yang media inginkan, kita menjadi manusia yang hanya sok untuk memperdulikanya berbagai opini-opini baik politik atau prodak-prodak indutri maju. Bahkan kalau bisa kita jatuh untuk merangkul media-media itu  agar tidak melepaskannya, untuk terus bergantung dan mengantungkan diri kemudian mati tergantung.

Jika kita rasa lebih dalam membuat sesuatu yang kecil menjadi besar? Siapa yang membuat permusuhan menjadi abadi? Dan siapa penebar kecemasan masal tersebut? Siapa juga yang mengganggu ketentraman berkeyakinan pada rakyat? Yang membuat semua itu adalah ideologi yang bertrasformasi menjadi informasi kemudian diyakini.

Dengan gerakan masa yang membela setaiap kepentingan oligarki, mungkin narasi ketentraman sebagai rakyat tergadai. Suatu saat ia "rakyat" dapat digoncangkan dengan isu-isu identitas yang selama ini melekat pada rakyat. Identitas seperti racun yang berkrumun dalam tubuh rakyat sendiri yang dapat menyerang dirinya sendiri tanpa ampun.

Manusia berideologi untuk mencipta suatu yang baik, tetapi apa? Ideologi yang katanya lebih hina dari keyakinan itu hanyalah penghalang kemudahan hidup manusia. Tetapi apakah keyakinanpun dampaknya lebih baik dari ideologi? Mereka sama saja, konsep antara ideologi dan keyakinan bersumbu pada akar yang sama. Tujuannya hanya-lah pengontrolan tanpa batas di balut dengan informasi sehingga semakin mudah mereka mengatur manusia untuk diambil sari dan madunya.

Di dunia yang semakin bertarung informasi ini menjadi menghewatirkan. Ideologi masih berdengung, keyakinan semakin menjadi-jadi. Apakah bisa hidup di dunia tanpa informasi? Mungkin kah ideologi mati? Akankah keyakinan hangus seperti Hutan-Hutan Kalimantan? Semakin manusia terjaring ketiga entitas itu semakin dia lebih cepat mati terbauai oleh narasi sebagai manusia itu sendiri. Yang terjaring mati dengan ketidakpekaan pada nilai-nilai solideritas sesama manusia atau makhuk lain yang berjuang untuk hidup.

Cahaya fajar terbit setelah bencana, akan lebih bersinar terbit setelah perang. Aku rasa perubahan dunia tercipta karna hal itu. Mungkinkah aku harus percaya dengan bencana dan perang akan membuat sejenak dunia memberhentikan kehidupan? Tidak, setelah bencana dan perang, merupakan titik awal dari peduli untuk tidak peduli lagi.

Sepertinya aku hanya bermimpi tentang realitas keberadaan mengabdi pada kebaikan yang tiada saling memperhitungkan. Baik dalam politik hanyalah semu, seperti kebanyak politikus yang tidak ingin mereka mengambil gaji ketika berkuasa nanti. Mengamankan usaha mereka dan menambah usaha mereka akan lebih besar berkali-kali lipat jumlah uangnya dari gajinya sebagai pejabat Negara itu sendiri..  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun