Ia memaksa berpenghasilan tinggi membayar pajak, miskin-pun dipajaki dan barang-barang konsumsi tetap dipajaki. Jadi dalam hal ini yang untung siapa? Kamu untung menjadi fanatik membela politikus? Coba dipikir lagi deh biar kamu lebih mirip filsuf beneran bukan kaleng-kaleng.
Dan mulailah bertanya lagi? Ketika engkau membela yang akan menjadi bagian negara dalam arti kekinian "Presiden". Apa yang akan kamu dapat? Tidak ubahnya ketika kau buta akan politikus sebagai penyelamat hidupmu, kau sedang terbuai janji surga ketika kau bangun tidur besok. Apakah mungkin ketika kau hanya tertidur pulas setiap hari tanpa kerja ingin mendapat uang?
Ah, aku jadi batuk-batuk lagi sisa rokok pengepul inspirasi ini. Mimpilah yang indah malam ini kau para penunggu pemilu hari rabu besok. Semoga harapanmu tidak memalsukan dirimu sebagai manusia.
Kau-pun sama halnya absrud seperti mereka yang sedang merias diri kini. Berjoged dengan salam berjari-jari, sampai orasi geprak podium, kerja-kerja-kerja tapi hanya untuk citra. "Politik hanya secuil narsis yang ingin berkuasa", kau lihat bagaimana baliho-baliho memenuhi jalan yang berlubang. Dipajang dengan bambu akhirnya jomplang dan sobek oleh angin dan kau menuduh lawan politik sewot. Kau sama saja, melihat realitas lapangan hanya dari foto para politikus saja.
Ketika masa kampanye tiba, kau dibayar dengan dalih membeli bensin dan mengganti uang makan. Sepertinya nasrisime baru abad 21 muncul sebagai politikus. Mengapa? Hanya ingin dilihat, dipilih dan semua serba keinginannya.
Lucunya mereka harus membayaranya, menurutmu itu bukan upaya narsis? Kamu baca tulisanku, aku-pun aslinya sedang narsis sama seperti politikus. Jika politikus berharap uang dan kuasa tetapi dengan mengeluarkan uang juga.
Aku tentu berbeda, berlagak ingin seperti sastrawan sukses, tetapi anehnya masih dalam kandang yang sama itulah aku. Terus bagaimana aku mendaptakan uang yang aku perlukan? Apa harus seperti para politikus kini yang jika terlahir sebagai miskin tidak sah menjadi politikus? Hmm, tanpa modal, aku hanya ingin meng-eksplorasi diriku dengan berlagak sebagai sastrawan.
Dan sastrawan seprti apakah aku ini? Menghela napas, sembari tersenyum, aku hanya ingin terus berpikir dan di tulis. Perkara politikus dengan berbagai kepentingannya, bodo amat, aku ingin bebas menjadi rakyat.
Terpenting aku tidak jatuh pada kedungguan mereka sendiri yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang buta akan kuasa. Menjadi bermusuhan dengan teman. Jika aku memilih untuk golput pada pemilu kali ini mau apa?
Duit banyak yang dikeluarakn untuk biaya pemilu, seberapa peduli? Yang menarik kini, dengan adanya pemilu, aku dapat libur panjang. Tetapi membuat kekhawatiran, apakah aku akhirnya tidak golput? Karena ketakutan, nantinya aku tidak bebas untuk menulis, jika politikus hebat bersandiwara berkuasa disana? Sadarlah aku, ini hanya acara Televisi yang dibentuk untuk hiburan semata.
Tetapi tunggu dulu, seberapa keras dalam realita jika dalam ber-ekting terlampau keras? Paling dihadapkan pada modal, menjadi mlepes, pada identitas yang membawa pada kemenangannya, setuju, dan apa yang diharapkan?