Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perusahaan Alih Daya Senjata Menekan Kelas Pekerja

5 Februari 2019   15:59 Diperbarui: 5 Februari 2019   16:33 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin mengecilnya jumlah harga nilai kontrak yang dibayarkan Perusahaan Induk terhadap Perusahaan Alih Daya semaikin baik pula untuk Perusahaan Induk alih daya tersebut. Dimana akumulasi modal yang dikumpulkan oleh Perusahaan Induk untuk memperluaskan usahanya tidak tergerus terlalu banyak untuk membayar Perusahaan Alih Daya rekanannya. 

Disinilah pihak Perusahaan Alih Daya membuat suatu trobosan baru, bagaimana caranya tetap bisa meraup keuntungan dengan harga yang sedikit dari Perusahaan Induk tersebut?

Upaya yang utama dari Perusahaan Alih Daya untuk tetap bisa menghasilkan keuntungan adalah menekan segala aspek yang berkaitan dengan anggran belanja Perusahaan Alih Daya tersebut. Anggaran belanja yang biasanya tidak bisa diprediksi secara pasti atau tidak terukur pada setiap kebutuhan-kebutuhannya. Perusahaan Alih Daya mengharuskan melakukan cara untuk efisien pengeluaran dengan merencanakan anggaran belanja baru.

Jika keadaan ini terjadi, dimana perusahaan kurang juga dalam meraup keuntungannya hal yang akan dilakukan Perusahaan Alih Daya adalah dengan menempuh langakah kedua. 

Dimana mengurangi setiap beban-beban pengeluaran opersional yang tersisa termasuk asuransi pekerja, insentif dan gaji pekerja itu sendiri. Dengan diberlakukanya kebijakan ini lagi-lagi nasib pekerja sebagai bantalan pesakitan demi untung sang perusahaan alih daya.

"Rasa memang tidak seindah kenyataaanya. Jika pekerja sebagi obyek pesakitan, kejahatan yang sesunghunya itupun tampak nyata. Kebijakan yang tidak menguntungkan bagi pekerja memaksa pekerja untuk lebih mengefisiensikan setiap angaran belanja pribadinya. Inilah yang terjadi dimana nilai kebutuhan semakin tinggi dan mahal tetapi secara praktis pekrja dibuat mengefisiensikan setiap kebutuhan kebutuhan yang ada. Bukankah kebijakan ini merupakan kebijakan yang memiskinkan para pekerja? Seharusnya pelajaran kewirausahaan disekolah dihapus saja karena kewirausahaan mengajarkan hal yang bohong dimana tujuan berwirausaha adalah mensejarterakan pelaku usaha seperti para pekerja tetapi yang didapat para pekerja adalah kemiskinan dengan pembagian upah yang kurang menguntungkan keduannya"

Kebijakan mengurangi biaya operasional membuat upah yang diterima para pekerja sedikit. Hal ini membuat para pekerja tidak bisa membeli fasilitas penunjang kehidupan, seperti membuat keadaaan hidupnya lebih baik dengan rumah yang layak, pangan laying juga sandang yang tentunya layak. 

Jika pekerja hanya mendapatkan sumber uang dari bekerjanya saja di Perusahaan Alih Daya dan sudah berkeluarga, dipastikan pekerja itu tidak akan bisa membuat keluarganya jauh lebih baik. Seperti bisa menyekolahkan anak-anakanya dengan strata yang tinggi.

Warisan yang nyata dari para pekerja Perusahaan Alih Daya adalah menambah panjangnya sejarah kemiskinan dari waktu ke waktu. Dasar dari kemiskinan para pekerja berpangkal dari hasil nilai yang diambil sebagian oleh para pemilik modal perusahaan alih daya tersebut.

Pekerja Perusahaan Alih Daya tidak kritis

Tidak mencukupinya lapangan pekerjaan untuk masyarakat membuat persaingan semakin berat antar pekerjanya. Persaingan itu tidak hanya persaingan dalam bentuk tenaga untuk bekerja tetapi juga persaingan intelektual. Dimana semakin tinggi sekolah calon pekerja tersebut posisi dan kesempatannya semakin baik. Tetapi tidak semua yang bermodal intelektual mempuni masuk daftar kriteria yang dibutuhkan Perusahaan Alih Daya. 

Perusahaan alih daya umumnya mencari Sumber daya manusia yang biasa karena semakin pekerja menurut dengan ketentuan Perusahaan Alih Daya akan semakin baik untuk kelangsungan eksistensi Perusahaan Alih Daya. Lebih dari itu, dapat dikelabuinya pekerja juga akan membuat untung lebih banyak, itu karena kesepakatan harga antara Perusahaan Induk dan Perusahaan Alih Daya yang cenderung ditutup-tutupi.

Hal yang tidak di inginkan dari Perusahaan Alih Daya adalah kekeritisan dalam berpikir pekerja. Jika pekerja berpikir kritis akan banyak berbagai tuntutan yang dituntut. Tidak semua Perusahaan Alih Daya tidak konsisten dengan janji-janjinya memenuhi hak pekerja tetapi banyak dari Perusahaan Alih Daya adalah pengingkar hak. 

Banyak pekerja yang hanya diberikan janji kesejahteraan, asuransi kesehatan dan jaminan hari tua. Tetapi kenyataan tidaklah semanis janji itu. Saya sudah bergabung diperusahaan alih daya berkali-kali sangat jarang perusahaan yang membayar hak pekerja seperti asuransi kesehatan dan jaminan hari tua. Tetapi keadaan lebih baik setelah Negara mewajibkan perusahaan mendaftarkan pekerjannya pada asuransi kesehatan yang dibuat Negara.

Tetap berlangsungnya praktik  seperti tidak membayar hak dan kewajiban pekerja karna ketidak kritisan para pekerjanya sendiri. Tetapi jika saya analisa lebih dalam, ke-tidak-keritis-an itu disebabkan kebutuhan dari bekerja pekerja sendiri untuk menopang kebutuhan hidupnya. 

Dimana ketersediaan pekerjaan sendiri lebih banyak diruang Perusahaan Alih Daya. Inilah yang membuat perusahaan alih daya menginginkan pekerja yang menurut dan tidak menuntut dengan regulasi yang mereka buat. Merekrut Sumber Daya Manusia yang biasa lazim  dilakukan Perusahaan Alih Daya demi meraup keuntungan yang lebih besar.

"Praktik curang perusahaan yang seperti ini biasanaya mempengaruhi usia perusahaan alih daya itu sendiri dimana sebab dan akibat didunia ini berlaku. Dari berbagai perusahaan yang ada sangat sedikit sekali perusahaan alih daya yang langgeng dan berumur panjang. Rata --rata mereka yang curang berhenti ditengah jalan tidak mendapat proyek"

Pengalaman yang terjadi pada Perusahaan Alih Daya yang sebelumnya umumnya jarang sekali disadari Perusahaan Alih Daya yang baru. Saya merasakan diberbagai Perusahaan Alih Daya lain cenderung mempraktikan hal yang sama. Apakah perusahaan alih daya adalah lahan subur untuk mencari keuntungan? 

Saya ber-hipotesa bahwa jawaban saya iya. Perusahaan Alih Daya adalah lahan subur mencari keuntungan. Semakin pintar dalam upaya memanfaatkan pekerja, Perusahaan Alih Daya semakin akan untung besar namun hukum sebab akibatalah yang menyadarkan mereka.

Para penerima nasib

Harapan yang kecil untuk perbaikan upah dan pengembangan karir mau tak mau harus diterima para pekerja Perusahaan Alih Daya. Semakin tidak terimanya pekerja Perusahaan Alih Daya dengan keadaan semakin dia memenjarakan dirinya sendiri tanpa menyadari semua yang terjadi. 

Kontradisksi antara kenyataan dan harapan para pekerja memang sulit dijabah. Terlebih lagi Perusahaan Alih Daya cenderung tidak peduli akan keadaaan para pekerja. Perusahaan Alih Daya berasumsi bahwa ketetapan yang dibuat pemerintah mengenai Upah Minimum Regional sangatlah layak padahal Upah Minimum Regional menempatkan upah paling kecil pada setiap bentuk kerja.

Seorang pekerja jika ingin bertahan di Perusahaan Alih Daya itu haruslah berani, disini yang saya maksud adalah berani untuk diperkosa oleh Perusahaan Alih Daya tersebut. Karna mau tidak mau pekerja harus menerimanya. 

Lapangan pekerjaan yang bersaing membuat para pekerja Perusahaan Alih Daya berpikir dua kali untuk memulai bekerja di lain tempat dengan harapan- harapan yang baru. Ke-tidak-mampu-an memandang masa depan baru tidak bersama perusahaan alih daya membuat para pekerja menamatkan diri pada nasibnya tersebut sebagai bagian dari Perusahaan Alih Daya itu.

Apa yang terjadi pada setiap keinginan adalah dihadapkan pada realitas. Setelah semua itu terlalaui keadaanya seperti di dalam sebuah laut. Hamparan air yang tidak terkira membuat saya sebagi pekerja berspekulasi, tenggelam dengan pasti melihat terumbu karang atau berenang dengan menentukan arah lalu mendamparkan diri dipulau terdekat. Kini saya dihadapkan dua pilihan itu antara tenggelam dengan kepastian dan berenang dalam pengharapan. Saya seperti ikan tuna tidak berkontingen. Pada dasarnya ikan adalah kontingen, mereka berenang bersama-sama mengalami ketidakpastian.

Dalam perjalanan kontingen ikan tuna, yang mereka inginkan bisa makan dan mempunyai rasa aman. Mereka tidak pernah tahu predator seperti ikan paus ada didepanya. Seperti yang sudah - sudah mereka (dibaca: ikan tuna) hanya sedikit berpikir, toh jika termakan tubuh hanya masuk kedalam perut kosong yang besar. Paus datang memangsa itulah mimpi buruk yang harus dijalani. Samudra besar menyimpan misteri termasuk jaring-jaring harapan yang dibuat manusia. Pikiran ikan tuna jaring yang dibuat manusia itu baik, setidaknya dapat mengamankan mereka dari predator.

Namum mereka tidak tahu apa yang dimaksud manusia. Ikan tuna itu dieksploitasi secara halus yang diberi keamanan untuk dijual belikan dan terpenting untuk sebuah keuntungan. Menjalani hidup penuh resiko mau tidak mau harus dijalani situna. Tetapi yang kita tidak sadari situna memiliki begitu banyak pilihan.

Salah satu pilihanya adalah tidak menjadi kontingen. Situna bisa saja berdiam dengan apa yang ada namun harus menerima kepastian yang ada didepanya. Nasibnya sekarang ada pada kondisi luarnya. Jika datang badai makanan berlimpah ruah. Batu yang berbentuk goa cukup untuk dirinya sendiri sekedar mencari keamanan. Pada akhirnya situna memilih mandiri dan menerima dengan apa yang ada.

Diapun berujar dengan penuh kesadaran bahwa berinvestasi intelektual menghadapkan diri pada harapan ketidakpastian dan cenderung merasakan tindakan eksploitatif.

Harapan ketidakpasian merupakan nama yang paling pasti untuk menilai mekaninasi Perusahaan Alih Daya. Jika para pekerja dihadapkan dengan Perusahaan Alih Daya yang adil, itu berarti nasibnya sedang baik. Tetapi jika pekerja dihadapkan dengan keadaan Perusahaan Alih Daya yang sebaliknya jalan terbaik untuk Pekerja Alih Daya adalah sebagi pekerja penerima nasib yang diberikan Perusahaan Alih Daya. Jika dia tidak berkontingen berarti keluar dari lingkaran untuk membuat lingkaran sendiri dengan memulai usaha sendiri.

 Perbedaan upah dengan pekerja perusahaan induk

Upah pekerja Perusahaan Alih Daya yang hanya sebatas Upah Minimum Regional berbanding terbalik dengan upah pekerja Perusahaan Induk. Dari aspek jaminan kepada pekerja Perusahaan Induk-pun jauh melampaui beberapa kali lipat pekerja Perusahaan Alih Daya. Inilah bentuk salah satu ketidakadilan antara pekerja alih daya dan pekerja perusahaan induk alih daya. 

Alasan logis yang diberikan perusahaan mengupah pekerja induk perusahaan dengan upah yang tinggi dikarenakan tingkat pendidikan mereka yang tinggi. Jika itu sebagai alasan fundamental alasan seperti itu tidaklah logis. Umumnya post pekerjaan yang ditempati para pekerja induk adalah post-pos yang mudah dikerjakan dan tidak terlalu berat berjuang seperti para pekerja alih daya yang langsung bersentuhan dengan alat-alat produksi.

Perbedaan pekerjaan dan upah menjadikan kerangka dalam bekerja tidak lagi logis. Semua bentuk kerja dalam relasi antara perusahaan alih daya dan perusaahaan induk tidak secara langsung menciptakan sebuah kelas dalam industerialisasi maju. 

Upah yang berbeda begitu mencolok bahkan jika dihitung secara kuantitatif upah pokok antara Perusahaan Induk dan Perusahaan Alih Daya berbeda bisa tujuh kali lipat. Itu semua belum termasuk tunjangaan-tunjangan dari perusahaan induk yang dibayarkan kepadaa sang pekerja Perusahaan Induk itu sendiri yang sangat menggiurkan dan membuat iri para pekerja alih daya.

Para pekerja Perusahaan Alih Daya umumnya hanya menerima upah pokok. Tidak seperti loyalnya Perusahaan Induk kepada para pekerjanya. Sikap Perusahaan Alih Daya berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan perusahaan induk.

Tunjangan-tunjangan kepada para pekerja haruslah menjadi sebuah hak pekerja untuk supaya menambah produktifitas pekerja. Namun yang terjadi pada Perusahaan Alih Daya adalah terkadang Perusahaan Alih Daya tidak membayar hak-hak tersebut.

Umumnya mereka para pekerja bekerja untuk perusahaan yang sama dengan jenis keuntungan yang sama pula pada akhirnya. Kemitraan antara perusahaan induk dan perusahaan alih daya merupakan kemitraan ibarat satu rumah. 

Mereka saling bekerja sama bahu-mebahu memajukan Perusahaan Induk maupun Perusahan Alih Daya. Tetapi nasib pengupahan antara setiap elmennya berbeda, dimana seakan-akan pekerja Perusahaan Induk ditempatkan sebagai pekerja golongan majikan dan pekerja Perusahaan alih Daya sebagi pekerja golongan budak.

"Bukankah keadilan itu adalah sama rata dan sama rasa? Jika belum bisa membuat sistem seperti itu, berpikirlah lebih logis sedikit. Jangan kau nodai dirimu sendiri. Kami pekerja perusahaan alih daya sebagi serdadu keuntunganmu yang kau manfaatkan habis. Dimana rasa kemanusiaanmu Perusahaan Induk dan pemilik modal Perusahaan Alih Daya? Kau tidak pernah memukul dirimu menderita itulah sebab kau tidak paham akan penderitaan"

Perusahaan Induk dengan melibatkan Perusahaan Alih Daya bak kerajaan kecil. Satu kontruksi yang berbeda kelas dalam bekerja, upah, dan fasilitas yang diberi. Tidak ada keadilan didalam sistem alih daya ini. Jika perusahaan induk menilai, memberi keadaan yang sudah teradili dengan nilai kontrak yang lebih besar, disini sang pemilik modal alat-alat produksi adalah sandungan nyata bagi para pekerja. 

Tidak semua pemilik modal Perusahaan Alih Daya baik terhadap pekerja perusahaan alih daya. Kebanyakan dari mereka berpikir, proyek selamanya tidak berlanjut, satu kesempatan memperoleh proyek digunakan untuk mengumpulkan keuntungan sebanyak mungkin. 

Perkara pekerja itu sebagai urusan nomer dua. Sistem kapitasilme memungkinkan " Modal sedikit untungnya harus banyak" sedangkan perolehan untung banyak sendiri di ambil dari nilai upah pekerja yang dibayar murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun