Bukankah tetap kerajaan dan republik membela orang-orang yang ada dalam lingkarannya? Kerajaan dengan memperpanjang kemakmuran dinastinya dan republik yang memakmurkan para pegawainya? Pertanyaannya adalah apa yang didapat rakyat? Hanya permusuhan antar rakyat yang sebenarnya di hegemoni para penguasa yang ingin langgeng dalam kuasanya. Debat capres kemarin adalah bukti dimana para pegawainyah yang dijanjikan untuk dimakmurkan terlebih dahulu dengan alibi menekan korupsi.
Dan tentang pandangan nasionalisme? bolehlah kita patriotik pada eksistensi negara kita dihadapan dunia internasional. Tetapi kita tidak harus buta akan itu. Sudah tugas negara dan para pegawainya mempertahankan eksistensinya dengan pajak-pajak yang rakyat bayar secara sukarela.Â
Perkara bangun-membangun infrastrukture itu sudah menjadi kesepakatan rakyat dan negara. Jika masih rakyat dibutakan nasionalisme untuk apa? Yang seharusnya nasionalis itu mereka para pegawai negara yang jika negara bubar mereka kehilangan mata pencariannya.
Jadi, rakyat adalah bos bagi mereka yang sedang bertarung dalam kontestasi politik. Sangat tidak etis, bos ikut-ikut anak buah dalam pertempurannya menjadi anak buah terbaik. Sudah, bos seharusnya lebih cerdas dari anak buah, biarlah mereka yang bertarung ide menjadi anak buah terbaik bagi kita para bos (rakyat).Â
Janganlah menjadi bos yang dungu dengan ikut-ikutan menjadi kaki tangan anak buah dalam perjuangannya sampai menyumbang dana. Biarlah mereka para politikus calon anak buah kita bekerja sendiri. Supaya kapok mereka para politikus yang sejatinya anak buah. Jika mereka kapok tingal rakyat yang berdaulat atas dirinya sendiri, hidup rakyat! Hidup bos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H