Mungkinkah Prof. Sarlito memiliki saran dan kritik bagi sebagai solusi atas dekadensi tayangan komedi Indonesia dewasa ini ? Tentu saja, beliau pasti punya. Dan dipastikan manjur. Tetapi sayang, nampaknya pemangku kepentingan dunia komedi Indonesia tidak memiliki kepekaan sampai kesadaran diri betapa arah langkah mereka kini sudah memasuki ranah kekonyolan dan kebodohan yang luar biasa.
Semoga suatu saat Mas Ito akan ikut memberikan saran. Tetapi saya tak akan memintanya untuk saat ini. Mungkin nanti sesudah permohonan saya agar beliau sudi menulis endorsement untuk buku saya, Komedikus Erektus, paripurna beliau penuhi. Kini penerbit saya berusaha segera mengirimkan dummy buku tersebut kepada beliau. Hari-hari mendatang saya akan rada merasa deg-degan menunggu, karena buru-buru ingin meresapi apa saja yang hendak Mas Ito nanti tuliskan.
Tetapi saya tidak kuatir. Karena, mungkin ia termasuk dalam mazhab psikologi kebahagiaan dengan pentolan Martin Seligman dari Universitas Pennsylvania (AS), maka masukannya senantiasa mencerahkan dan menumbuhkan optimisme. Itu terbukti dalam email terakhir beliau, saat kami mengobrolkan pola kepemimpinan Joko Widodo sebagai walikota Solo yang melakukan pendekatan secara menang-menang, win-win, dalam mengatasi masalah kemasyarakatan di Solo.
Bandingkan dengan pendekatan model gubrak-gubrak atau lose-win yang meledak dalam aksi tindak kekerasan aparat sehingga jatuh korban tewas dan luka-luka di Tanjung Priuk, Jakarta Utara, baru-baru ini.
Merujuk prestasi walikota Solo itu, beliau rada menyayangkan mengapa Joko Widodo hari ini "hanya" sebagai walikota saja. Kemudian terkait cerita saya bahwa di tahun 1998 saya bersama Mayor Haristanto mendirikan Forum Bisnis Solo/Forbis dan mengadakan seminar dengan mengundang Dr. Sri Mulyani Indrawati, sementara Joko Widodo sebagai sponsor.
Bandingkan dengan pendekatan lose-win yang meledak dalam aksi tindak kekerasan aparat dan jatuhnya korban tewas dan luka-luka di Jakarta Utara, baru-baru ini. acara, Mas Ito mencita-citakan Joko Widodo sebagai Menteri Dalam Negeri. Lalu imbuhnya, "Bambang Haryanto kemudian sebagai staf ahlinya."
Memperoleh endorsement seorang maha guru ternama dari Universitas Indonesia itu, langsung saja, impian saya tiba-tiba melambung warna-warni. Terbius keinginan menjadi staf ahli Menteri Dalam Negeri. Tetapi, lupakanlah, karena pada akhir email Mas Ito itu masih ada tambahannya : "ha-ha-ha-ha."
Wonogiri, 20 April 2010
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI