Mohon tunggu...
Bambang Haryanto
Bambang Haryanto Mohon Tunggu... -

Nama asli : Bambang Haryanto. Penulis humor. Menulis buku Bom Tawa Dari Afrika sd Rusia (USA, 1987) dan Ledakan Tawa Dari Dunia Satwa (Andi, 1987). Buku ketiganya, Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (Etera Imania,2010). Buku keempat, Komedikus Erektus 2 : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau, terbit Januari 2012. Tercatat di Museum Rekor Indonesia sebagai pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000) dan Hari Epistoholik Indonesia 27 Januari (2005). Berdomisili di Wonogiri. Blog lainnya : Komedikus Erektus di : http://komedian.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dibalik Lelucon Seks Prof Sarlito

21 April 2010   05:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:40 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ujaran Mas Ito tentang konfigurasi organ seks pria di depan mahasiswa- mahasiswi FSUI tadi  mencocoki  ketiga rumusan Perret tentang sense of humor tersebut  Harap Anda catat bahwa saat itu Mas Ito sedang tidak melucu.

Beliau yang  pernah berkuliah di Universitas Edinburgh, Skotlandia, hingga saya curiga berat kegemaran Mas Ito melawak  itu gara-gara ketemplokan virus pelawak-pelawak dalam acara tahunan Festival Lawak Antarbangsa di Edinburgh yang terkenal itu, semata-mata mengemukakan suatu realitas. Tetapi karena realitas tersebut dilihat, difahami dan diterima oleh banyak orang, mereka pun serempak meledak dalam tawa.

Prof. Liek Wilardjo dalam artikelnya berjudul "Logika Samin" (Kompas, 20/3/2010 : hal.7) juga mengamini rumusan di atas. Beliau mengambil contoh logika orang Samin yang menurutnya harafiah, denotatif dan apa adanya. Beliau memberi ilustrasi tentang sekelompok orang Samin yang protes kepada pemilik toko yang menimbun pupuk.  Tetapi juragan itu ingkar.

Kelompok orang Samin tersebut kemudian ramai-ramai membongkar gudang milik sang juragan. Mengambil pupuk-pupuk yang ada, sambil mereka tidak merasa bersalah. Logika denotatif mereka, sambil merujuk kilah sang juragan yang mengaku tidak menimbun pupuk membuat orang Samin berkesimpulan bahwa pupuk-pupuk di gudang tadi memang bukan milik sang juragan tamak tersebut. Mereka pun lalu bebas mengambilnya.

Sayangnya, fondamen lawakan tersebut belum banyak difahami oleh banyak pelawak-pelawak kita. Lelucon mereka tentang hantu-hantuan, banci-bancian sampai gubrak-gubrakan yang cenderung merendahkan kecerdasan, sekaligus makin menjauh dari premis-premis kebenaran.

Hal konyol itu merupakan bukti ketidakmampuan mereka membuat lawakan yang mampu memiliki kaitan dengan apa yang  dilihat, difahami dan diterima oleh banyak orang, atau penonton. Karena lelucon mereka yang semacam itu semata perwujudan sifat egosentris, yang sebenarnya hanya lucu bagi dirinya sendiri belaka.

Dihibur Orang Mati dan Stres. Harian Jawapos (11/4/2010) ketika menulis laporan tentang acara lawak Opera Van Java, menunjukkan bukti menarik. Sebetulnya menyedihkan. Koran itu telah mengutip Bremoro Kunto, asisten produser OVJ, yang mengatakan bahwa para pelaku utama acara itu dengan penilaian : "Kalau saya bilang, mereka bukan kategori orang lucu lagi, melainkan orang stres."

Kalau dalam film-film Indonesia mutakhir yang ramai dengan genre hantu dan pocong, sehingga Ketua LSF Mukhlis PaEni di Kompas (28/3/2010) menyatakan hal itu sebagai "kekonyolan budaya kita karena orang yang hidup sudah tidak bisa memberikan hiburan sehingga hiburan itu diserahkan kepada hantu-hantu, maka dalam komedi hiburan itu kini diserahkan kepada orang-orang yang stres.

Tayangan Piala Duniatawa TPI yang akan meluncur 2 Mei 2010, saya duga kuat ("sori, Momon") hanya akan menambah panjang daftar tayangan lawakan di televisi kita yang semata bermodalkan komedian-komedian yang stres pula.

Staf ahli Mendagri. Lawakan-lawakan stres itu kini kita kuatirkan semakin menular. Memengaruhi psike masyarakat Indonesia dalam pelbagai faset kehidupan. Aksi tindak kekerasan yang meruyak di negeri ini, boleh jadi, juga ikut dipengaruhi oleh tayangan komedi-komedi yang tidak mengajarkan keluhuran itu.

Bisakah insan-insan komedi Indonesia diajak kembali ke khittah, bahwa nilai melawak yang luhur akan muncul bila kita berani menertawai diri sendiri ? Bukan menertawai hantu, kaum banci atau pocongan. Sehingga dengan sikap jujur dan rendah hati itu mungkin mereka akan lebih mudah tergerak  menyetrum diri dengan energi-energi kreatif baru yang bukan berlandaskan kekonyolan demi kekonyolan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun