Membangun wisata yang kental dengan budaya masyarakatnya memang tidak mudah, namun bukan berarti untuk menarik wisatawan, budaya masyarakat harus terkikis, justru budayanya harus dipertajam dan dikemas menarik khas zaman sekarang. Bagi wisatawan pun sebaiknya menghargai budaya setempat saat berada di daerah wisata, ujar Prof Uli.
Kemudian mengurangi pembangunan hotel tapi memperbanyak homestay. Nah, ide wisata pun ada banyak yang bisa dikembangkan dari wisata berwawasan budaya, seperti zip lining, mountain biking, terjun lenting, dan lain-lain.
Selanjutnya membahas Danau Toba dari sisi fashion yang disampaikan Perancang Busana, Athan Siahaan dengan tema Kain Ulos Batak Toba sebagai kekayaan budaya. Ulos adalah bagian dari jati diri suku Batak.
Beberapa motif tenun Ulos memiliki banyak arti dan dipakai dalam momen khusus. Saya berharap, ujar Athan, Pemerintah lebih memperhatikan para penenun Ulos Batak dimanapun berada agar dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka, sehingga membuka pasar kepada perajin nasional.
Saatnya beralih pada topik kuliner Batak yang dibawakan praktisi kuliner Indonesia Santhi Serad, yang selama ini telah memperkenalkan bumbu khas kuliner Batak ke luar negeri yaitu; Andaliman (lada batak) dan Kecombrang.
Kuliner, menurut Santhi, merupakan elemen budaya suatu bangsa yang mudah dikenali sebagai identitas suatu masyarakat. Andaliman segar hanya ada di Tanah Batak ini. Kalaupun ada di tempat lain bisa saja dalam kondisi tidak segar dan itu pengaruh pada citra rasa masakan.
Andaliman segar memberikan sensasi pedas yang segar seperti ada kesan lemonnya juga beda dengan merica biasa.
Pembicara terakhir pada sesi kedua, ada musisi Viky Sianipar. Viky yang siang jelang sore itu tampak tampil casual dan santai bahkan dalam memaparkan materi bertema Melihat Keunikan Toba melalui Daya Tarik Kekayaan Budaya dan Musik Lokal pun disampaikan dengan sangat asyik, membuat peserta menjadi segar kembali.
Viky membawakan materi dengan singkat namun mengena dan tanpa slide. Hanya dengan memperdengarkan perbedaan musik lokal dari Tanah Karo berjudul Piso Surit dengan Piso Surit versi aransemen Viky.
Sebenarnya lagu ini sudah lama beredar tapi masih relevan disampaikan di forum internasional agar semakin membuka wawasan bagi warga lokal bahwa jika budaya dikemas dengan unik tanpa menghilangkan unsur asli musik tradisional dan memadukannya dengan selera anak muda.
Tentunya, ini akan banyak menjaring pendengar bahkan tidak hanya di Tanah Karo saja tapi juga seluruh Indonesia. Kemasan ini, ujar Viky juga menjadi persoalan di ranah kuliner, ulos, dan kebudayaan Batak yang lain.Â