Jadi, memang bisa jadi solusi tepat untuk berkompromi jika pemerintah selama ini benar-benar telah menelantarkan mereka. Solusinya? Bukan penjara bagi mareka, tapi kesejahteraan jawabannya.
Lalu, bagaimana dengan Jonru?
Dia dikenal sebagai si lidah pedang di jagat maya. Kata-katanya yang dianggap sering terukir dalam tulisan-tulisan hoax dan fitnah yang membuat mata yang kontra meleleh dalam sekejap.
Sekarang muncul isu gugatan hukum untuk Jonru. Apalagi setelah ia mempertanyakan keaslian foto Jokowi di Raja Ampat. Kata maaf dari Jonru sudah terucap melalui untaian kata, tapi Sang Fotografer tak terima begitu saja: “Mau sembunyi kemanapun akan saya kejar dan saya tuntut secara UU,” kata mas Agus geram.
Ketegasan hukum terhadap Jonru memang bisa memberikan pelajaran kepada Jonru, jonruwan dan jonruwati agar bersikap bijak dalam berinternet.
Di sisi lain, khawatir juga akan ada keberingasan hukum liar kepada para netter yang suka memberikan kritikan super pedas, namun tak menyiapkan arsip bukti yang valid karena memang bukan orang hukum.
Bagaimana juga kalau Jonru beralasan seperti halnya yang dikemukakan Din Minimi:
“Sejak awal saya (kata Jonru), berjuang bukan untuk pribadi. Yang kami tuntut, kesejahteraan rakyat di kawasan Jonruan.”
Atau bahkan saya bertanya-tanya: