Tahun baru tiba, bahasa keren pun bermunculan. Salah satu yang ngetrend awal tahun 2016 ini adalah “Apa resolusi kamu di tahun baru ini?”
Munculnya pertanyaan tentang “resolusi”, terasa sangat wajib untuk menjawabnya. Orang-orang dengan penuh harap dan berseri-seri memajang resolusi masing-masing. Rasanya, sudah menjadi manusia keren kalau sudah punya resolusi.
Baik tertulis, maupun lisan, resolusi pun dituangkan. Rasanya akan benar-benar mampu mencapainya.
Apakah memiliki resolusi di awal tahun baru menjadi jaminan kesuksesan seseorang?
Untuk menjawabnya, kita juga bisa mengingat pernyataan full optimisme yang digaungkan para motivator ‘ulung’. Mungkin kita ingat ungkapan motivasi ini:
- Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini
- Semua orang pasti bisa kaya
- Semua orang pasti bisa menjadi pengusaha
- Setiap orang pasti bisa ini dan itu, jika kita mau bekerja keras mendapatkannya.
Empat poin di atas cukup menghipnotis banyak orang di negeri ini. Dengan membaca atau mendengar keempat poin tersebut terasa dunia ini milik aku sendiri. Semuanya harus ku dapatkan, semuanya harus ku miliki..!
Hasilnya….? Plaaak….pipi ditampar fakta bahwa banyak orang yang dihempas dari mimpinya. Rugi dan rugi dialaminya; Gagal dan gagal diperolehnya.
Lalu, apa kabar empat pesan motivasi di atas? hi..hi..
Resolusiku tahun ini:
- nikah
- punya kendaraan keren
- punya penghasilan besar
- selesai kuliah.
“Kampret itu semua…..! Aku sudah lama membuat target tertulis dan lisan. Aku sudah sejak dulu membuat resolusi seperti itu. Yang ada, tetap saja hidup miskin, jomblo lapuk dan otak berkarat,” kata Mang Udin di pojok saung sawah.
“Mamang bakar semua resolusi. Mamang bakar semua target tertulis. Semuanya hanya kampret, omong kosong, mimpi di siang bolong, tak jadi bukti dan hanya hayalan. Buktinya, Mamang mah balik nyangkul lagi padahal dulu sudah bermimpi selangit, hah!”
“Memang mah lebih setuju bahwa kita harus mampu mengenali kemampuan diri daripada menggunakan bahasa-bahasa ‘hebat’ ala motivator ‘ulung’. Mimpi jadi anggota dewan, padahal kemampuan jadi petani. Kenapa tidak jadi petani hebat saja daripada jadi anggota dewan otak tirani?”
Tampaknya, ungkapan Mang Udin sebagai jawaban atas perlunya resolusi harus mengakhiri tulisan ini karena saya juga bingung harus ikut Mang Udin atau ikut para motivator! Mang Udin hanya disiarkan di sawah garapannya, sementara para motivator disiarkan di TV nasional? Ikut trend atau ikut yang benar ya..?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H