Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Adversity Quotient" dan "Amorfati" di Masa Pandemi

3 Mei 2020   08:22 Diperbarui: 3 Mei 2020   08:18 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pakaian, buku, mainan, atau barang-barang apa saja yang ada di rumah kalian, yang selama ini cenderung terabaikan namun masih bisa dimanfaatkan oleh orang lain? Tetapkan siapa saja orang yang akan diberikan barang-barang tersebut dan bagaimana mengirimkannya? Apa yang kalian harapkan dari kegiatan berbagi tersebut? 

Bisa juga penugasan berupa analisis dampak positif pandemi Covid-19 ini bagi anak-anak secara personal, adakah pertumbuhan positif yang mereka alami? Bagaimana dampaknya bagi keluarga, masyarakat sekitar, bangsa Indonesia, masyarakat dunia, kondisi ekologi global, dan seterusnya. 

Saya yakin, masih banyak metode pembelajaran yang menantang dan bermakna bagi anak didik kita. Semua itu tergantung pada kreativitas kita yang pasti tanpa batas, jika kita mau sejenak mengidentifikasinya dengan kacamata positif yang penuh harapan. 

Dengan demikian kita akan bermetamorfosis menjadi guru inspiratif, manusia yang menurut Stephen Covey mampu "find your voice and inspire others to find theirs".

Pembaruan Paradigma, "Aku Bisa!"

Menurut Paul Stoltz, hidup ini seperti mendaki gunung. Kepuasan dicapai melalui usaha yang tak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun kadang-kadang langkah demi langkah yang ditapaki terasa lambat dan menyakitkan. 

Namun ketika sudah mencapai puncak gunung yang dituju, semua derita itu akan terbayar oleh rasa puas, damai, dan bahagia yang sulit diungkapkan dengan untaian kata. Hanya sesama pendaki yang bisa memahami dan merasakan pengalaman itu. 

Bukankah seluruh rangkaian hidup kita adalah proses pendakian yang tidak akan pernah usai, sejak bangun tidur hingga tidur kembali? Bukankah menjadi guru juga merupakan serangkaian pendakian agung, karena puncak gunungnya adalah masa depan anak didik dan bangsa kita yang lebih baik? 

Warisan apa lagi yang lebih indah yang bisa kita tinggalkan, selain ketika kita mampu membimbing anak-anak didik kita bisa tumbuh dewasa secara fisik, mental, intelektual dan spiritual, sehingga mampu berperan positif bagi bangsanya dan umat manusia secara luas?

Mungkin akan muncul pertanyaan, bagaimana kita melakukan perjalanan pendakian panjang tersebut? Sulitkah itu dilakukan? Tidak bermaksud menggurui sama sekali, bagi saya jawabannya sangat sederhana, yaitu selalu perbarui niat Anda, komitmen Anda, integritas Anda, cara pandang Anda, paradigma Anda. 

Itulah senjata ampuh dalam menghadapi pasang surut kehidupan yang tak terprediksi. Kita harus memulainya dari lubuk terdalam diri kita yang paling fundamental, yang oleh Stephen Covey disebut Inside-Out, gerak dari dalam ke luar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun