Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Spirit Al-Izhar, Sekolah yang Memerdekakan Manusia

29 Mei 2018   23:35 Diperbarui: 22 Juli 2019   10:31 2481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat jam istirahat, ketika saya duduk sendirian di kelas, sekelompok anak mendatangi saya, meminta pendapat, bagaimana jika kelompok mereka memilih "masturbasi" sebagai tema kajian. Respon spontan saat itu adalah meluncurnya kata, "Haaah!" dari kerongkongan  saya. Tatapan mata saya nanar. Mulut dan lidah saya terasa kaku. Batin saya berkecamuk, bertanya-tanya, apakah itu mungkin? Mengingat ini adalah "sekolah Islam". Apakah tema itu pantas,  tidak terlalu vulgar dan tabu untuk dibahas. Apalagi sekolah ini juga sekolah baru yang harus pandai-pandai menjaga citra di mata publik. 

Jangan-jangan hal ini akan menjadi blunder bagi lembaga dan diri saya sendiri, yang masih menjadi guru kontrak. Bagaimana jika kemudian saya dikeluarkan karena membolehkan tema tersebut menjadi bahan kajian. Untuk beberapa saat, saya tidak bisa memberikan jawaban sebagaimana yang mereka harapkan. Kemudian saya berkata, "Nanti saya pertimbangkan ya. Kita bahas saat istirahat kedua, setelah solat Dzuhur. Siapkan, rancangan apa yang sudah ada dalam pikiran kalian". Kalimat tersebut sebenarnya hanya "jawaban pengaman", karena saya gagap untuk memberikan jawaban yang tepat saat itu.

Akhirnya momen yang dinantikan datang juga. Setelah solat berjamaah, mereka kembali mendatangi saya, seraya bertanya, "Bagaimana Pak, sudah ada jawabannya?" Saya katakan, "Saya setuju." "Coba kalian jelaskan, rancangannya seperti apa". Maka terjadilah diskusi yang hangat dan seru, yang sesekali diselingi dengan canda tawa riang. Walaupun saya masih ragu,  benar tidaknya keputusan tersebut, keyakinan saya adalah bahwa murid harus diberi ruang sebebas-bebasnya untuk berekspresi. Peran saya adalah mendampingi dan mengarahkan mereka agar kajiannya lebih sistematis, terarah, dan bisa dipertanggung jawabkan.

Setelah melalui proses panjang, setiap kelompok harus menampilkan hasil karyanya di dinding kelas masing-masing, dan menjawab pertanyaan juri yang berkeliling dari kelas ke kelas untuk menggali dan menilai karya semua kelompok. Kelompok dengan tema masturbasi menampilkan hasil kajiannya, yang mereka beri judul, "Mastrubasi dalam Perspektif Islam dan Ilmu Pengetahuan". 

Mereka melakukan survey kepada teman-teman seangkatannya, tentang pernah tidaknya mereka bermasturbasi dan bagaimana pendapatnya. Dilanjutkan dengan wawancara terhadap tokoh agama untuk melihat fenomena ini dari perspektif Islam, dan wawancara dengan dokter serta psikolog untuk mendapatkan penjelasan dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Hasilnya, sangat diluar dugaan saya. Kelompok ini menjadi juara pertama, dari aspek orsinilitas tema, kedalaman kajian, serta sistematika penyajian. Ketika dewan juri bertanya, "Siapa pembimbing kelompok ini?" Saya menjawab dengan antusias sambil mengangkat tangan, "Saya."

Beberapa hari kemudian, kepala sekolah memanggil saya, menyampaikan informasi bahwa saya "dipanggil" oleh manajemen Yayasan Anakku. Ketika saya bertanya lebih lanjut, "Untuk keperluan apa pak? Apakah saya melakukan kesalahan?" Beliau menjawab, "Sepertinya tentang tema lomba Mading yang lalu. Tapi secara rincinya, saya kurang tahu." Terus terang perasaan saya campu baur kala itu. Penasaran. Heran. Bingung. Ragu. Takut. Entah apalagi. Sambil berjalan menuju gedung utama, kaki saya serasa tidak menapak di lantai koridor yang saya lewati. Perasaan binggung dan takut yang mendominasi di kedalaman batin saya.

Sesampainya di lokasi, saya memasuki ruangan yang di pintunya tertempel tulisan LITBANG. Di dalam ruangan, saya bertemu dengan seorang pengurus yang bernama Henny Supolo Sitepu, yang menyambut saya dengan jabatan tangan dan senyuman. Saya tidak tahu harus menafsirkan apa dari jabatan tangan dan senyum tersebut. Apakah saya akan sambut dengan gembira, ataukah saya harus merespon dengan kesedihan karena telah berbuat kesalahan, sehingga mesti menanggung konsekuensinya. Dengan kemungkinan hukuman  terberatnya adalah pemecatan. 

Setelah melewati obrolan pembuka, menanyakan kabar, bagaimana senang bekerja di Al-Izhar, dan yang sejenisnya, bu Henny sampai pada pertanyaan esensialnya, "Bagaimana Anda mendampingi murid-murid yang mengangkat tema mastrubasi pada lomba Mading yang lalu?" Dari situlah dimulai obrolan panjang tentang hakikat pendidikan. Saya katakan bahwa pendidikan harus memerdekakan pikiran dan jiwa anak-anak. Tidak membelenggunya dengan secarik kurikulum, tabu-tabu budaya dan kekangan dogma agama. Murid harus diberi ruang berekspresi dalam berbagai cara dan bentuknya. Peran guru adalah mendampingi dan mengarahkan agar potensi tersebut tersalurkan secara optimal.

Saya tidak menduga, bahwa obrolan tersebutlah yang menjadi pemicu "kedekatan intelektual" antara saya dengan beliau. Pada akhir obrolan itu, walaupun sudah lebih dari dua dasawarsa yang lalu, saya masih mengingat dengan detil kalimat yang meluncur dari dirinya, "Ternyata kamu orangnya lucu ya. Padahal selama ini saya menganggap kamu orang yang sangat kaku dan dingin." Begitu ucap beliau sambil tersenyum lebih lebar dari senyum yang pertama, dan menjabat tangan saya sebagai tanda perpisahan.

Bahkan Para Malaikat pun Bertanya 

Kembali pada pertanyaan di atas, apa alasan Al-Izhar dianggap sebagai sekolah Islam? Bagi saya, jawabannya ditemukan 23 tahun yang lalu, tepatnya pada bulan September 1995, ketika mendampingi kelompok murid yang ingin menjadikan masturbasi sebagai tema kajian lomba Majalah Dinding. Jawabanya, karena Al-Izhar memberikan "kebebasan" kepada para murid dan gurunya untuk berkespresi, berkreasi, berpikir kritis, berpendapat, dan bertindak secara bertanggung jawab. Tidak ada pertanyaan yang tabu untuk diucapkan, termasuk pertanyaan ekstrim sekalipun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun