Mohon tunggu...
Komar
Komar Mohon Tunggu... Jurnalis - Menyajikan berita teraktual dan terpercaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Masih terus belajar dalam berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membuka Tabir Tsunami Aceh dari Sang Doktor Penyintas

26 Desember 2020   20:44 Diperbarui: 26 Desember 2020   21:34 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Hafnidar pasca diterjang gelombang Tsunami, Istimewa

"Abang sulung yang saat gempa pulang ke rumah mau tengok mami, istri dan anaknya meninggal saat Tsunami," sebut Nidar, menunduk.

Muhammad Shafly Aqsha (anak bungsu), Istimewa
Muhammad Shafly Aqsha (anak bungsu), Istimewa
Allah SWT menghendaki air laut kemana akan mengalir, karena ada sebagian yang rendah debit airnya, berdekatan dengan itu pula ada yang tinggi airnya diluar logika manusia. Contohnya, seperti Masjid Raya Baiturrahman dan Masjid Baiturrahim, air mendadak berhenti di sebagian rumah suci milik Allah SWT itu.

Setelah gelombang ketiga, mereka belum berani untuk turun karena masih mendengar suara orang berteriak air akan naik lagi. Sekira pukul 12.10, terik matahari mulai menyengat membuat mereka kepanasan, kekeringan dan kehausan. Tiba-tiba jatuh pokok kelapa ke atap rumah, kemudian suami Nidar memetik satu persatu, bermodal kekuatan gigi, kelapa itu berhasil di kupas

Luthfi terlepas di jembatan Punge

Pukul 13.00 sembari mewanti-wanti ombak, pelan keadaan mulai tenang, orang-orang mulai menuju ke arah kota. Begitu juga dengan keluarga Nidar, mereka turun untuk menuju tempat yang lebih tinggi. Saat turun air sudah sepinggang, pecahan kaca dan puing-puing membuat laju jalan sedikit lambat.

Saat turun, Nidar melihat rumahnya yang berada satu pekarangan sudah hancur diterjang kerasnya ombak. Berpasang-pasangan mereka menyusuri jalan dalam genangan air itu, Nidar bersama si bungsu, Bapak bersama Luthfi, Hafidz sama Tia, Mami sama Bunda. "Akhirnya kami memutuskan mau menuju ke Dayah Tarbiyatul Ula Salafiyah, di Desa Punie, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar," ucap Nidar, Dayah itu merupakan dayah dimana keluarga sering mengikuti pengajian.

Setiba di Jalan Sultan Iskandar Muda, Punge Blang Cut, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, tepatnya di Jembatan Punge, air masih membawa puing-puing, disana sempat berhenti. Sempat kocar-kacir karena teriakan air naik masih terus menggema.

Setelah menunggu air sedikit tenang, perjalanan pun kembali dimulai, Luthfi tiba-tiba saja terlepas dari pegangan bapak, setelah lewat jembatan sempat Nidar bertanya tentang keberadaan Luthfi. "Luthfi mana, semua jawab tidak tau, saya minta semua cari Luthfi sampai dapat. Mereka bilang ada, Luthfi udah lewat jembatan," ujar Nidar yang kembali menunduk.

Meski demikian, perjalanan tetap diteruskan  sampai tiba di Simpang Jam atau Taman Putroe Phang, Banda Aceh. Disana Nidar dan keluarga bertemu kakek (Ayah Hafnidar), kemudian berpelukan, kakek memerintahkan mereka menggunakan mobil menuju ke Dayah Tarbiyatul Ula Salafiyah. Diperjalanan menuju dayah, mayat terlihat bergelimpangan dijalanan. "Ada yang kami injak, ada yang di atas pohon, di sepanjang Rumah Sakit Harapan Bunda itu mayat semua," ungkap Nidar.

Sempat berhenti di Masjid Baitul Musyahadah atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Teuku Umar, Setui, Banda Aceh, untuk secara bergantian menunaikan ibadah Shalat Dzuhur diteras Masjid. "Kami tidak berani didalam, karena keadaan masih gempa," tambahnya.

Dari Masjid Teuku Umar tidak ada lagi mayat bergelimpangan dijalanan. Tidam lama tiba di Dayah Tarbiyatul Ula, kata Nidar, saat itu mereka merupakan pengungsi pertama di Dayah Tarbiyatul Ula itu sebelum kemudian secara berangsuran orang mulai berdatangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun