Namun, Kadisnakermobduk Aceh itu mengakui, terkait permasalahan itu saat ini masih banyak perselisihan yang timbul di masyarakat terutama bagi para buruh di Aceh. "Ini yang harus kita luruskan nanti," tambahnya.
Kemudian juga akan membedah isi-isi dari UUPA dan melihat mana yang harus diperkuat lagi dan mana yang harus di tuangkan ke dalam Qanun Ketenagakerjaan Aceh.
"Barangkali nanti outputnya merevisi Qanun Ketenagakerjaan itu sendiri yang bertujuan untuk mempertajam lagi dan memperkuat lagi," tambahnya.
"Itu nanti kita akan bacakan isinya bagaimana, sudah di akomodir atau belum. Intinya, saat ini yang tertuang dalam UU Ciptaker tidak menyenangkan hati rakyat, aturan yang baik diubah," tutup Habibi yang juga Sekretaris Aliansi Buruh Aceh.
"Qanun di buat untuk di jalankan, kita berharap Pemerintah Aceh dapat menjalankan Qanun itu. Saya kira itu bentuk regulatif yang memang masuk dalam perundang-undangan, itu wajib di jalankan," tutur Fahlevi.
Untuk diketahui, berikut beberapa poin dalam Omnibus Law yang ditolak oleh para buruh yakni, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Sektoral (UMK/UMKS) di hapus, jaminan sosial di hapus dan penghapusan tunjangan yang lain.
Kemudian, Outsourching seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, tidak ada pengangkatan karyawan tetap. Selanjutnya, penghapusan cuti (cuti hamil, melahirkan, pernikah dan lain-lain) dan tidak ada penggantian kompensasi cuti.