Catur Marga dalam Agama Hindu
Catur Marga berasal dari bahasa Sansekerta yang berakar dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan Marga yang berarti jalan, cara, dan usaha, Jadi Catur Marga adalah empat jalan yang ditempuh umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Sumber ajaran dari Catur Marga diajarkan dalam Bhagavad Gita, terutama pada trayodhyaya dimana menjelaskan terkait karma yoga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi akarma (perbuatan tidak berbuat) dan wikarma (perbuatan yang keliru).
Bagian-Bagian Catur Marga
Catur Marga memiliki empat bagian yaitu:
Bhakti Marga
Bhakti Marga adalah proses pemersatuan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan segala ciptaan-Nya. Kata bhakti memiliki arti hormat, taat, sujud, menyembah, mempersembahkan, cinta kasih penyerahan diri seutuhnya pada Sang pencipta.
Pada umumnya terdapat dua bentuk bhakti yaitu bentuk Aparabhakti dan Parabhakti. Aparabhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang tidak utama. Aparabhakti dilaksanakan oleh pemuja yang tingkat kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang saja. Sedangkan Parabhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang utama. Para bhakti dilaksanakan oleh pemuja yang tingkat kesadaran rohaninya tinggi. Parabhakti adalah bhakti berupa penyerahan diri yang setulusnya.
Adapun ciri-ciri dari seorang Bhakti Marga yaitu  memiliki keinginan untuk berkorban dan memiliki keinginan untuk bertemu Tuhan. Kitab-kitab suci telah menetapkan 9 jalan bhakti, yaitu : 1) Mendengarkan kisah-kisah Tuhan (shravanam); 2) Menyanyikan kemuliaan Tuhan (kirtanam); 3) Mengingat Nama-Nama Tuhan (vishnusmaranam); 4) Melayani kaki Tuhan yang suci (padasevanam); 5) Pemujaan (archanam); 6)  Sembah sujud (vandanam) 7) Pengabdian (dasyam); 8) Persahabatan (sneham); dan 9)  Penyerahan diri kepada Tuhan sepenuhnya (atmanivedanam).
Jnana Marga
Jnana marga artinya mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan baik science maupun spiritual, seperti hakekat kebenaran tentang Brahman, Atman. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan abhyasa yaitu latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri. Adapun kekuatan pikiran kita lakukan di dalam hal kita berbuat saja, pikiran harus kita pusatkan kepadanya.
Karma MargaÂ
Karma Yoga merupakan salah satu dari empat jalan utama (catur marga) dalam tradisi Hindu untuk mencapai pembebasan spiritual (moksha). Secara harfiah, karma berarti tindakan sedangkan yoga berarti penyatuan. Jadi Karma Yoga adalah penyatuan diri dengan Tuhan melalui jalan tindakan/perbuatan yang dilakukan dengan benar dan tanpa keterikatan.
Karma marga memiliki prinsip utama yaitu:
- Melakukan tindakan/kewajiban tanpa terikat pada hasil atau buah karmanya.
- Bertindak tanpa didorong oleh keinginan pribadi, keangkuhan, atau keserakahan.
- Mengorbankan buah karma sebagai persembahan kepada Tuhan.
- Mengembangkan keikhlasan, kerelaan, ketenangan batin dalam bekerja.
Raja Marga
Raja Marga merupakan jalan pengendalian diri yang ketat, disiplin spiritual yang tinggi, dan meditasi untuk mengatasi nafsu dan keterikatan duniawi. Ini merupakan jalan yang paling sulit dan membutuhkan komitmen total.
Adapun prinsip utama Raja Marga yaitu:
- Pengendalian indera (indriya nigraha)
- Praktik meditasi yang mendalam (dhyana)
- Pengendalian nafsu dan pikiran (manas nigraha)
- Menghancurkan keterikatan kepada objek indrawi
- Pencapaian kesadaran dan kesatuan dengan Yang Maha Tinggi
Tempat Suci Agama Hindu di Bali
Pelestarian tempat-tempat suci Hindu di Bali menjadi hal yang sangat penting untuk diupayakan. Pura-pura yang tersebar di seluruh penjuru Pulau Dewata ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu, tetapi juga merupakan warisan budaya yang luar biasa. Pura merupakan simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Bali yang telah mempertahankan tradisi dan budaya Hindu secara turun-temurun. Melestarikan pura berarti menjaga identitas dan rasa bangga masyarakat Bali akan kekayaan budaya mereka. Oleh karena itu, upaya pelestarian tempat-tempat suci Hindu di Bali mutlak diperlukan agar nilai-nilai spiritual, warisan budaya, daya tarik pariwisata, serta identitas dan kebanggaan masyarakat Bali dapat terus terjaga dengan baik.
Dewasa ini, globalisasi membuat banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak tren fashion kekinian yang merubah bentuk pakian adat ke pura. Banyak anak-anak muda yang menggunakan kebaya dengan tidak sopan seperti yang terlalu tembus pandang, berlengan pendek, dan terbuka.Â
Hal ini merupakan dampak negatif yang dapat mengurangi kesucian dari pura. Selain itu banyaknya wisatawan asing yang awam akan kesucian pura melakukan hal-hal yang tidak sopan seperti kejadian pada tahun lalu di Pura Sali Saleban Batu dimana terdapat wisatawan asing yang duduk dengan santai diatas Padmasana yang merupakan tempat suci umat Hindu yang disakralkan. Akibatnya banyak umat Hindu di Bali yang geram karena telah melecehkan dan mengurangi kesucian dari tempat suci tersebut.
Lalu bagaimana cara yang tepat untuk mengurangi dampak negatif dan tetap menjaga kelestarian tempat suci umat beragama Hindu? Pertama, pemerintah dan otoritas terkait perlu mengatur kebijakan dan peraturan yang ketat dalam pengelolaan tempat suci, seperti membatasi jumlah pengunjung, menegakkan aturan perilaku, dan memastikan pemeliharaan serta konservasi yang berkelanjutan.Â
Kedua, masyarakat dan umat Hindu sendiri harus menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap tempat suci, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan menghormati kesakralan tempat tersebut. Ketiga, pendidikan dan kampanye kepedulian lingkungan perlu digalakkan agar semua pihak memahami pentingnya menjaga kebersihan, keasrian, dan keutuhan tempat suci. Dengan upaya kolektif dari berbagai pihak, dampak negatif dapat diminimalisir, sehingga tempat suci tetap lestari sebagai pusat spiritual dan warisan budaya yang bernilai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI