Nama: Komang Trisuci Nirmala Wandhani
NIM: 2314101106
Prodi: Ilmu Hukum
Rombel: 16
Tri Hita Karana berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari, "Tri" yang artinya tiga, "Hita" yang artinya bahagia, dan "Karana" yang artinya penyebab. Tri Hita Karana adalah ajaran cinta kasih yang bersifat universal dimana mengajarkan tiga cara dalam mencapai kebahagiaan. Ajaran Tri Hita Karana juga mengajarkan bagaimana caranya untuk hidup dengan selalu menjaga keharmonisan dengan makhluk hidup. Ajaran Tri Hita Karana memiliki akar dalam budaya dan filosofi Hindu di Bali, Indonesia. Ini adalah konsep kearifan lokal yang membahas keseimbangan dan harmoni antara tiga aspek utama kehidupan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya (Palemahan). Sejarahnya dapat dilacak kembali ke masa kerajaan di Bali, terutama pada periode Majapahit pada abad ke-14. Ajaran ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, terutama dalam konteks agama, budaya, dan keberlanjutan lingkungan. Tri Hita Karana menjadi dasar bagi cara hidup masyarakat Bali, mencerminkan pandangan mereka tentang keseimbangan dan harmoni dalam eksistensi manusia. Selama berabad-abad, nilai-nilai Tri Hita Karana terus diwariskan secara turun-temurun dan diintegrasikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali. Berikut penjelasan tentang masing-masing bagian dari Tri Hita Karana:
- Parahyangan (Tuhan)
Parahyangan, dalam konteks filosofi Tri Hita Karana, merupakan pilar utama yang menekankan hubungan manusia dengan dimensi spiritual atau keagamaan. Ini mencakup serangkaian praktik keagamaan dan ritual yang merujuk pada upaya untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dengan kekuatan spiritual atau Tuhan. Pada tingkat praktis, Parahyangan tercermin dalam beragam aktivitas keagamaan seperti persembahan, upacara keagamaan, dan ritus yang menghormati dan menyembah kekuatan spiritual. Masyarakat Bali meyakini bahwa menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan dimensi spiritual ini merupakan langkah kunci untuk mencapai kesejahteraan dan harmoni dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pelaksanaannya, Parahyangan memberikan landasan nilai moral dan etika yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari. Melalui keterlibatan dalam praktik-praktik keagamaan ini, masyarakat Bali meyakini bahwa mereka dapat mencapai kesucian dan memperoleh dukungan dari kekuatan spiritual dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian, Parahyangan tidak hanya menciptakan keseimbangan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga memberikan dimensi spiritual yang kaya pada konsep Tri Hita Karana, menyoroti pentingnya menjaga harmoni dalam hubungan dengan kekuatan spiritual untuk mencapai kehidupan yang seimbang dan berarti.
- Pawongan (Sesama manusia)
Dalam konsep filosofi Tri Hita Karana, Pawongan memegang peran penting sebagai prinsip yang menyoroti hubungan antar manusia. Pawongan mencerminkan nilai-nilai sosial dan etika yang dianggap krusial untuk menciptakan keseimbangan dan harmoni di dalam masyarakat Bali. Praktik Pawongan mencakup berbagai aspek, seperti gotong-royong, persaudaraan, tolong-menolong, dan etika dalam interaksi sosial. Gotong-royong, misalnya, mencerminkan semangat kerjasama dan kebersamaan dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah bersama. Persaudaraan menekankan pentingnya menjaga hubungan yang erat di antara anggota masyarakat, sementara nilai tolong-menolong menciptakan lingkungan saling mendukung. Pawongan juga mengajarkan pentingnya etika dalam interaksi sehari-hari. Hal ini mencakup sikap hormat, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan di antara individu. Dengan mempraktikkan nilai-nilai ini, masyarakat Bali meyakini bahwa mereka dapat mencapai kesejahteraan pribadi dan bersama.
- Palemahan (Lingkungan)
Dalam kerangka filosofi Tri Hita Karana, Palemahan memiliki peran sentral sebagai prinsip yang menggarisbawahi hubungan manusia dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Palemahan mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni antara kehidupan manusia dengan ekosistem di sekitarnya. Praktik Palemahan mencakup serangkaian nilai dan tindakan yang mendorong tanggung jawab terhadap lingkungan. Ini mencakup pelestarian sumber daya alam, penggunaan sumber daya secara bijaksana, dan pendekatan berkelanjutan terhadap interaksi dengan alam. Melalui Palemahan, masyarakat Bali diberdayakan untuk menjadi kustodian alam, menjalankan kehidupan yang seimbang dengan ekosistem, dan mencegah degradasi lingkungan. Konsep Palemahan menunjukkan bahwa keberlanjutan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan. Sikap penuh tanggung jawab terhadap alam adalah landasan dari prinsip ini. Masyarakat Bali, dengan memahami nilai-nilai Palemahan, berusaha untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menjaga keberlanjutan ekosistem, dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.
Dengan ketiga manifestasi ajaran Tri Hita Karana, yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan, ketiga hal tersebut berhubungan erat dan harus diimplementasikan di kehidupan sehari-hari agar terciptanya kehidupan yang bahagia dan harmonis. Berikut aksi nyata dalam mengimplementasikan ketiga ajaran Tri Hita Karana:
- Parahyangan
-) Partisipasi dalam Upacara Keagamaan: Melibatkan diri ke dalam upacara-upacara keagamaan seperti piodalan (perayaan hari jadi pura), melukat (bersuci secara ritual), dan upacara lainnya yang menunjukkan penghormatan dan ketaatan terhadap Tuhan.