Mohon tunggu...
uci ayu
uci ayu Mohon Tunggu... Novelis - penulis

mimpi yang membuatku bertahan mimpi menjadi penulis.......

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dari Ritual ke Virtual, Dimensi Pendidikan Merdeka

16 April 2023   15:25 Diperbarui: 17 April 2023   09:55 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar daring (online). (sumber: Pexels via kompas.com)

Lewat youtube saja, anak-anak milenial yang memiliki ketertarikan terhadap mantra, sloka, maupun kidung mendpaat tempat untuk belajar sebaik-baiknya.

Kecanggihan teknologi tidak melulu mendatangkan candu yang bernapas negatif. Kita bisa memaknainya sebagai alih wahana yang dipandang sebagai sebuah bentuk dan upaya untuk mempertanahkan nilai-nilai budaya, tardisi, kearifan lokal di tengah arus teknologi informasi sebagai wadahnya. 

Pemanfaatna platform digital seperti yang tersaji lewat yotubube ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi, modernisasi, dan globalisasi yang sering dituduh tidak berpihak pada budaya lokal justru terbukti dapat memotivasi pendukung budaya lokal secara kreatif melestarikan budayanya. 

Saya pun kerap berguru di ranah virtual ini ketika misalnya didapuk untuk membacakan mantra, sloka, atau kidung. 

Unggahan berkonten budaya ini mendapat klik puluhan bahkan ratusan ribu. Ini bukti ruang virtual tidak main-main untuk dapat memperkenalkan dan mendekatkan budaya dan tradisi Bali kepada mereka yang menyebut diri milenial dan modern.

Inilah ruang belajar, ruang merdeka, juga ruang budaya yang diciptakan dan dirawat. Kesempatan ini harus hadir di kelas yang bukan mellulu soal teori. 

Sekali lagi para pelaku penjaga tradisi yang memanfaatkan ruang virtual harus senantiasa bertanggung jawab atas apa yang diunggah agar warganet tetap diedukasi berdasarkan nilai kebenaran sastra dan agama itu sendiri. 

Dengan hadirnya ruang virtual ini, seorang perempuan Bali yang menjadi simbol besar dan agung terhadap Bali itu sendiri kini tidak perlu khawatir. Semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru. 

Perempuan Bali yang senantiasa setia pada dapur, anak, urusan rumah tangga, kini tetap bisa menjalankan tradisi, seni, ritual, dan budaya tanpa rasa bersalah. Mereka memaknai takdir sebagai kewajiban, kewajiban yang tidak meminta imbalan langsung. 

Di kurikulum merdeka, siswa, mahasiswa, guru, dosen, dan pendidik, kesemuanya adalah pembelajar. Tidak ada yang merasa unggul, tetapi sempurna melalui bersinergi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun