Mohon tunggu...
Tryas Munarsyah
Tryas Munarsyah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas di Website Pribadi : www.aslianakmuna.com

BERBAGI MENGINSPIRASI

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perubahan Paradigma Proses Politik Berbasis Mandat By Name By Adress Satu Paket Sistem Keuangan Nasional

10 Oktober 2023   10:17 Diperbarui: 10 Oktober 2023   10:17 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini terjadi karena agenda internal dan solusi yang telah ada tersebut tidak di barengi dengan perbaikan sistem ekonomi-politik kita yang tengah berjalan. Sehingga hanya akan menjadi solusi tambal sulam semata.  Secara sederhana korupsi yang notabene besar terjadi di level pejabat publik bukan semata soal integritas dan hukum. Bahkan kedua point tersebut masuk dalam peringkat ke sekian dibanding pola sistem ekonomi-politik kita hari ini. Penyebabanya perlu ditekankan pada praktik siklik sistem politik-keuangan nasional kita hari ini sebagai causa primanya.  Mengapa demikian?? Sebab dari segi Sistem Politiknya pejabat publik yang ingin menduduki posisi pemerintahan melalui proses Pemilu lewat Partai Politik, butuh modal yang besar untuk kebutuhan  membiayai kampanye politiknya. Hal ini dapat menyebabkan politisi memperdagangkan keputusan politiknya untuk pendanaan.

Hasil kajian yang sempat dikerjakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan untuk seseorang maju menjadi calon pejabat daerah memerlukan cost rata-rata sekitaran Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar. Sesaat harta kekayaan yang dipunyai calon paling tidak berdasar pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) rerata sekitar Rp 6 miliar hingga sampai Rp 8 miliar. Kekurangan cost inilah yang mendorong calon pejabat daerah mencari sponsor pada bidang swasta untuk menutupi biaya kampanye politiknya.  Mirisnya pasca pemilihan hingga terpilih menjadi pejabat daerah, upah pokok yang didapat rata-rata hanya sekitaran Rp 10 juta, masih belum mampu menutupi utang kampanye yang digunakan.

Akhirnya untuk mengembalikan modal cost kampanye yang didapat dari sponsor tersebut, tak jarang kepala daerah mengambil jalan pintas dengan Proses Korupsi. Proses politik dengan mahar ini merupakan efek dari Sistem Pemilu kita yang dibuat tertutup dan tanpa mandat. Akibatnya rakyat dan calon pejabat tidak dapat mengetahui siapa yang dipilih dan diwakili.  Terlebih lagi sistem politik melalui pemilihan kosong tanpa mandat menyebabkan celah kosong bagi pemilik modal untuk dapat masuk memberikan cost politik pada calon pejabat tersebut. Akibatnya arah kebijakan pemerintah atau pemegang kuasa nantinya semata diarahkan pada pemenuhan kepentingan eklusif pengembalian biaya politik.

Domino efek dari proses politik pemilihan nir mandat pasca pesta politik itu memaksa kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Terpilih berbasis Progam bukan berbasis individu. Kebijakan yang ada datang dari Pemerintah ke Rakyat bukan dari Rakyat by Name by Adress ke Pemerintah.  Kebijakan berbasis program ini selain melukai prinsip kedaulatan rakyat yang telah memilih by name by adress, kewenangan utamanya pun berada pada pundak pejabat daerah terpilih satu paket dengan  pengelolaan keuangannya.

Sebagaiamana dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan  keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara  dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahnya daerah untuk mengelola keuangan daerah.

Akibatnya dalam menunaikan program yg dirancang pejabat daerah,  keterbatasan rakyat terhadap program satu paket akses anggaran pengelolaannya, tidak dapat berjalan secara maksimal. Sehingga hal ini  mengharuskan dieksekusi oleh rakyat yang memiliki perusahaan berbadan hukum berupa PT, CV, atau UD. Akses oleh rakyat dengan badan hukum tersebut menjadi rawan untuk dimanipulasi. Umumnya pejabat daerah memilih posisi aman dengan menggandeng rakyat dalam kriteria itu yang masih pada lingkaran keluarga atau sahabat  dekatnya.

DPRD sebagai pengawas di daerah pun justru sering terbukti berkomplot dengan oknum pemerintah daerah dalam melakukan tindak pidana korupsi. Perilaku ini dilakukan untuk memuluskan regulasi pelaksaanan program/proyek dengan biaya mahar yang disepakati juga dalam rangka pengembalian biaya politik yang telah dihamburkan. Inilah pintu masuk perilaku korupsi dalam bentuk nepotisme atau penyuapan dengan persentasi terjadinya sangat tinggi di daerah kisaran 40-50% dari perilaku korupsi lainnya.

Meskipun UU No 7 Tahun 2003 itu pun direvisi tanpa mengubah proses Politik dalam hal ini Proses Pemilu yang memakan biaya mahar cukup besar hingga butuh cost return, satu paket Kebijakan berbasis Program yang mudah untuk dimanipulasi, maka perilaku Tindak Pidana Korupsi dalam siklik ini masih akan terus terjadi. Senada dengan itu diungkapkan oleh Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan yang mengaku bahwa tingginya cost politik jadi masalah yang kompleks serta susah untuk dihadapi. Sistem pencegahan yang dibuat sulit untuk jalan maksimum bila cost politik masih tetap tinggi.  

Pertimbangan  solusi dari segala aspek perubahan yang dilakukan masih belum dapat mencegah Tindak Pidana Korupsi ini terjadi. Maka, Perubahan Paradigma Politik by Name by Adress dalam teknis pelaksaaan Pemilu dan Arah Kebijakan Pemerintah perlu di tata ulang. Prosedur yang dapat dilakukan berupa perubahan Proses Pemilihan Umum dari yang terutup Tanpa Mandat beralih ke Sistem Pemilu Terbuka berdasarkan Mandat by Name by Adress.  Pemilu terbuka memberikan posisi rakyat dan calon pejabat daerah dapat memastikan siapa yang dipilih dan siapa yang terwakili. 

Sehingga menjadikan mahar politik tidak diperlukan dalam aktivitas tersebut. Demikian juga halnya kebijakan yang muncul bukan lagi kebijakan berbasis program dari Pemerintah ke Rakyat, namun justru dari Rakyat ke Pemerintah by Name by Adress. Pada posisi ini masing-masing rakyat kemudian dapat secara menyeluruh mengakses modal(uang), mengontrol mandatnya ke pemerintah terpilih, sekaligus memastikan bahwa pejabat pemerintah yang dipilihnya tidak melakukan proses korupsi.

Pada pelaksanan teknisnya hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun