Mohon tunggu...
Komalku Indonesia
Komalku Indonesia Mohon Tunggu... Freelancer - Komunitas Menulis

(Komunitas Menulis Buku Indonesia) "Berjuang demi Bangsa lewat Kata kata"

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menatap Ngilu Kebiri Literasi pada Guru Agama Anggota Komalku Ini

3 November 2021   03:44 Diperbarui: 3 November 2021   05:37 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Kemesraan Pujon

Justru mereka harusnya bangga. Sebagai pendekar Bahasa Indonesia ada orang di luar bidangnya bisa berkarya. Kesuksesan sebagai maestro layak disandang. Guru yang baik, yang menghasilkan murid kreatif inovatif.

Cincing-cincing kecemplung, basah sekalian. Mundur berarti kegagalan, mengecewakan anak didik yang telah serius berlatih. Saya minta kawan saya mengikuti saja apa mau mereka. Yang penting acara tetap berlangsung.

Guru-guru hebat di sekolah itu minta apresiasi diberikan pada mereka juga. Acara ini tidak boleh hanya untuk launching satu buku karya teman saya saja. Tapi juga buku-buku mereka yang telah lebih dahulu terbit, meski tidak ada hubungannya dengan Sumpah Pemuda.

Kepala sekolah mendengar seksama dan mentaati kata-kata mereka. Pada hari H, 28 Oktober di sekolah itu, Wabup datang pagi. Selebrasi laiknya pejabat bertandang dihidangkan. Kalungan bunga juga sambutan.

Seperti yang diinginkan mereka, dalam sambutan, Kepala Sekolah justru menyebut 5 guru lain yang telah berkarya. Menunjukkan buku-bukunya. Bukan karya kawan saya yang bukunya diendorsement  Wabup.

Hal ini tentu ditanyakan, akhirnya kawan saya yang berbesar hati itu dipanggil, naik ke atas panggung. Bukunya dilaunching sendiri oleh Wakil Bupati.

Acara terus berlanjut, pentas teater dengan pembacaan puisi mewarnai. Menggetarkan dinding hati sang pejabat. Sekali lagi dia memberikan apresiasi. Anak-anak itu, diminta tampil mengisi acara pada HUT Kabupaten mendatang.

Sesuatu yang menggemuruhkan bangga di dada pementas. Anak-anak itu, juga teman saya tak menyangka, sajian sederhana dengan kostum tradisional jaman baheula itu berbuah penghargaan yang menurut mereka cukup membanggakan. Air mata bercampur tawa bahagia merona di wajah anak-anak dan kawan saya.

Tak berhenti di sana, uang pembinaan langsung spontan diberikan oleh pejabat tersebut, senilai 5 juta rupiah. Diterima langsung oleh Kepala Sekolah. Menjadi pangkal sedih gusar kawan saya kemudian.

Uang pembinaan itu, satu sen pun tidak diterima kawan-kawan saya. Oleh Kepala Sekolah dia dipanggil sendiri, memberitahu kalau uang itu diberikan kepada 5 kawannya yang lain. Guru berprestasi dan penulis buku yang lebih hebat.

Satu catatan diberikan pada kawan saya ketika memberitahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun