Perjalanan volunteer YMA dilanjutkan menuju Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), Ibu Kota Nusantara (IKN). Perjalanan darat menuju kesana ditempuh selama lebih dari 2 jam. Tiba disana, para peserta tidak tahan untuk segera berfoto di kawasan itu. Kawasan yang sedang dalam pembangunan, namun ikon Istana Garuda dan Taman Kusuma merupakan spot yang instagramable. Di KIPP, peserta mengunjungi Miniatur Hutan Hujan Tropis Nusantara. Disini, pengelola memaparkan tentang keberadaan hutan, dan hal-hal yang terkait. Setelah puas berada di Miniatur Hutan Hujan Tropis Nusantara, para peserta menuju penginapan di sekitaran KIPP.
Hari ketiga, Kamis; 24 Oktober 2024. Pagi hari, Kami menuju Desa Mentawir. Disana kita akan bertemu Lamale, pengerak Hutan Manggrove, dan ketua kelompok Sadar Wisata Tiram Tambun. Beliau memiliki penghargaan sebagai Penyelamat Lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (2020), dan Penyelamat Lingkungan dari Provinsi Kaltim (2021). Sebelum pandemi Covid, desanya terkenal akan wisata Hutan Mangrove.
Perjalanan darat menuju Mentawir sekitar satu jam. Tiba di rumah Lamale, kami disambut hangat. Salam hormat dan salam takzim kami padanya. Kami bermalam di rumah beliau, dan Lamale menginfokan bahwa rumahnya sudah langganan menjadi basecamp untuk penelitian dan wisata mangrove.
Hari makin siang, terik matahari tidak menghalangi kami untuk bergegas menyusuri Hutan Mangrove yang dikelola Lamale. Konon, Wisata hutan mangrove tersebut hadir sejak 2016. Kami menyeberang dengan perahu ke jembatan setapak untuk menyusuri Hutan Mangrove. Sepanjang jalan setapak, Lamale bercerita tentang sepak terjangnya dalam mengelola Hutan Mangrove. Berbeda dengan susur hutan sebelumnya, susur hutan kali ini berjalan di jembatan yang merupakan jalan dengan lebar tidak kurang dari 2 meter, namun tidak dilengkapi pegangan tangan untuk keamanan dalam berjalan. Kami berada di atas sungai. Susur hutan yang menyenangkan, walau disisi lain ada worry kalau jatuh ke sungai.
Setelah susur Hutan Mangrove selesai, kami kembali ke basecamp untuk melihat demo pengolahan hasil mangrove. Lamale dan Pokdawisnya telah melakukan pengolahan hasil mangrove menjadi sirop, kopi, pupur, dodol, dan makanan lainnya. Lamale mendemokan pembuatan sirup mangrove kepada kami. Buah Pidada, merupakan bahan baku untuk membuat sirup. Pidada (Sonneratia alba) merupakan jenis mangrove yang melimpah di desa tersebut. Selama proses pembuatan sirup, para volunteer bersemangat mengikuti. Demo pembuatan sirup selesai, kami pun menikmati sirup dingin hasil demo tersebut.
Hari berlanjut sore, para volunteer mengikuti games yang seru. Malam harinya kami bermalam di rumah Lemale. Bagi saya pribadi, tidak masalah; teringat masa KKN yang harus menginap di rumah penduduk.
Hari keempat, Jumat; 25 Oktober 2024. Pagi hari, sebelum kegiatan Youth Mangrove Action (YMA) berakhir, kami berkumpul untuk mempresentasikan ide pengolahan hasil mangrove. Setiap kelompok mempresentasikan idenya dengan bersemangat. Kami pun berdiskusi tentang inovasi pengelolaan hasil mangrove. Meeting selesai, kami bergegas ke Balikpapan untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju Jakarta. Dari Desa Mentawai menuju Balikpapan, kami menggunakan speed boat. Bagi kami, yang rerata anak kota, tentu ini pengalaman seru, karena tidak terbiasa memakai transportasi sungai. Panitia memilih jalur sungai, karena lebih efektif. Lama perjalanan hanya 45 menit bila via sungai, sedangkan perjalanan via darat dapat memakan waktu 2-3 jam.
Usai sudah kegiatan Youth Mangrove Action (YMA). Bagi kami, ini pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Semoga kita dan generasi muda di tanah air dapat menjadi agen “Hijaukan Mangrove, Lestarikan Bumi”.
Terim kasih BRGM….