Pesawat Boeing B 737-500 yang dioperasikan oleh maskapai Trigana Air Service mengalami insiden pada tanggal 5 November 2024 yang lalu dimana salah satu mesinnya (mesin no.1) mengeluarkan api.
Pada Kompas.com (5/11/24) disebutkan bahwa insiden terjadi di bandara Sentani (DJJ) saat pesawat hendak menuju ke landasan pacu untuk terbang menuju Wamena.
Pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak yang berwenang melakukan investigasi sudah memulai dengan inspeksi ke tempat kejadian dan akan dilanjutkan dengan proses investigasi.
Namun mari kita mencoba untuk melihat insiden ini dari beberapa sisi tanpa mencoba untuk menyalahkan satu atau lebih pihak, karena setiap insiden maupun kecelakaan pesawat pada umumnya merupakan rangkaian kejadian (chain of events) dimana tidak hanya melibatkan satu atau lebih pihak saja melainkan semua yang ada pada rangkaian kejadian tersebut, juga dengan mengingat penerbangan merupakan satu kesatuan sistem.
Pertama adalah sisi perawatan dan pemeliharaan pesawat yang menjadi satu paket bila kita berbicara tentang pengoperasian pesawat - tidak hanya berupa penerbangannya saja.
Perawatan dan pemeliharaan pesawat bisa dilakukan oleh pihak maskapai dan juga pihak ketiga tergantung dengan jenis perawatan dan pemeliharaannya yang dibutuhkan.
Akan tetapi mari kita melompat ke perawatan dan pemeliharaan yang biasanya dilakukan oleh pihak ketiga maka kita akan menuju kepada Maintenance, Repair dan Overhaul atau yang disingkat MRO atau dengan bahasa umumnya disebut dengan bengkel pesawat.
Inti dari keberadaan bengkel pesawat adalah untuk meminimalisasi bahaya dari kondisi malfunction dan kecelakaan pesawat dengan memastikan kelaikan udara dan keselamatan pesawat melalui berbagai kegiatan perawatan dan pemeliharan pesawat.
Mulai dari melakukan pemeliharaan berkala, inspeksi dan mengganti suku cadang hingga pemeliharaan berat dan lainnya sudah menjadi rutinitas dari sebuah bengkel pesawat.
Jika dalam penerbangan militer umumnya perawatan dan pemeliharaan kecil dilakukan oleh personel dari skadron udara operasional, untuk sedang di Skadron Teknik yang umumnya berlokasi di pangkalan udara yang sama dengan skadron operasional, sedangkan untuk besar dilakukan di Depo.
Pada penerbangan sipil khususnya sipil komersial, di Indonesia terdapat beberapa bengkel pesawat yaitu di Batam, Jakarta dan Surabaya, artinya bila bengkel pesawat yang berada di Surabaya adalah bengkel pesawat terdekat bagi semua pesawat yang secara rutin melayani penerbangan di bagian tengah dan timur Indonesia, maka disanalah semua pesawat tersebut menuju ketika perlu melakukan perawatan maupun pemeliharaan.
Sehingga bila ada pesawat yang memang ditempatkan di Papua untuk melakukan penerbangan di kawasan Papua harus melakukan penerbangan ke Surabaya untuk pemeliharaannya.
Jika kita melihat sejarah penerbangan dari pesawat dengan registrasi PK-YSC yang mengalami insiden api pada mesin pesawat dapat dikatakan bahwa pesawat ini memang ditempatkan di Papua.
Ini dapat kita lihat di situs flightaware dimana kita bisa melihat sejarah penerbangan dari sebuah pesawat dengan lebih lama periodenya daripada bila kita tidak berlangganan (umumnya cuma 7 hari), pendaftarannya pun cukup dengan yang tidak berbayar.
Kembali ke bengkel pesawat.
Jarak tempuh antara keberadaan lokasi pesawat ditempatkan dengan bengkel pesawat setidaknya dapat berpengaruh pada ketepatan waktu operator pesawat dalam melakukan pemeliharaan berkala.
Dari sisi operator, misalnya maskapai, mereka harus menerbangkan pesawatnya ke bengkel terdekat tapi jauh tersebut yang berarti pula mereka kehilangan pendapatan operasional untuk jangka waktu yang sebenarnya bisa tidak lama jika terdapat bengkel pesawat yang benar benar dekat.
Ini adalah Pekerjaan Rumah dunia penerbangan nasional dimana keberadaan bengkel harus tersedia secara merata dimanapun ada penerbangan yang dilakukan oleh pesawat dari berbagai operator.
Dengan jarak yang tidak jauh, bukan hanya pemeliharaan yang dapat lebih lancar tapi juga ketika ada pesawat yang tidak ditempatkan di Papua yang mengalami gangguan teknis dapat lebih cepat diperbaiki agar keterlambatan penerbangan selanjutnya dapat diminimalkan.
Keberadaan bengkel pesawat juga tidak hanya dapat dilihat dari lokasi tapi juga kapasitasnya, artinya semakin banyak bengkel pesawat akan semakin menambah kapasitas pemeliharaan pesawat dari semua bengkel pesawat yang tersedia di Indonesia.
Kedua adalah terkait rotasi kru darat dan udara yang ditempatkan di sebuah lokasi, ini perlu menjadi perhatian operator pesawat, karena apa ? berada jauh dari sanak keluarga untuk jangka waktu yang lama dapat membawa dampak kepada mereka.
Napas mereka bisa saja sudah berupa keselamatan penerbangan, tapi bagaimana dengan hal lainnya yang dapat mengganggu konsentrasi dan fokus mereka saat mereka berada dalam rutinitas mereka.
Dan yang terakhir adalah sudah saatnya kita benar benar menjadikan penerbangan di Papua sebagai utilitas publik (public utility), bukan lagi sekadar layanan publik (public service), ini mengingat kontur Papua yang memang lebih mengandalkan transportasi udara seperti penerbangan perintis.
Angkutan udara untuk orang dan barang di Papua bukan lagi hanya sebagai layanan tapi sebuah kebutuhan yang sangat dibutuhkan (neccesity) bagi para saudara saudara kita di Papua, kita bisa melihatnya pada penerbangan perintis misalnya yang mengangkut kebutuhan mendasar hidup kepada penduduk yang berlokasi di pegunungan dan pedalaman lainnya.
Sebuah layanan publik seperti misal penerbangan antar kota bisa saja terfokus pada satu kawasan, akan tetapi tidak demikian pada utilitas publik, ketersediaannya perlu merata.
Pembangunan bengkel pesawat sama pentingnya dengan pembangunan jalan di beberapa kawasan di Papua, keduanya sama sama merupakan utilitas publik.
Penerbangan di Papua laksana listrik sebagai utilitas bukan hanya sekadar bagian dari transportasi, dan mungkin tidak hanya di Papua tapi juga di semua daerah terpencil, terluar di seluruh Indonesia dimana angkutan udara sudah menjadi sesuatu yang benar benar dibutuhkan (indispensable).
Jika pesawat memerlukan waktu yang lebih lama berada di luar penerbangan rutinnya, ini laksana tidak tersedianya listrik bagi penduduk yang sangat bergantung untuk kehidupan sehari harinya.
Dan jika kita sudah melihat penerbangan di Papua sebagai utilitas publik maka tidak hanya pesawatnya yang perlu diperhatikan tapi juga berbagai fasilitas pendukungnya perlu hadir, salah satunya adalah bengkel pesawat.
Sedangkan pihak atau entitas yang menyediakan public utility memang dapat swasta maupun pemerintah, akan tetapi peran pemerintah harus lebih besar karena adalah tanggung jawabnya terhadap seluruh rakyatnya terutama pada hal penyediaan, pengaturan melalui berbagai regulasi serta yang terpenting pada pengawasan.
Dalam hal ini mungkin ada baiknya pula kita membuka wacana untuk mengubah keberadaan otoritas penerbangan kita dari sebuah Direktorat yang kini berada di dalam struktur kementrian menjadi sebuah Badan atau agency seperti Civil Aviation Authority Singapore (CAAS) serta Civil Aviation Authority (CAA) nya Inggris yang berada di luar struktur departemen transportasi, hal ini agar sebagai otoritas ataupun regulator penerbangan dapat lebih fokus dan mandiri.
Untuk membangun bengkel pesawat memang diperlukan investasi yang cukup tinggi, namun ketersediannya adalah untuk jangka waktu panjang sehingga layaknya sebuah perusahaan utilitas publik, segala infrastrukturnya perlu dibangun untuk kegunaan jangka panjang.
Beberapa wacana pembangunan bengkel pesawat di Bali dan Papua pun sudah pernah mencuat, namun tanpa ada dukungan dari semua stakeholder penerbangan termasuk pemerintah.
Kita memang menyadari bahwa pemulihan penerbangan pasca pandemi --khususnya dari sisi para pelaku usaha penerbangan -- mungkin masih terus dilakukan, namun layaknya kendaraan roda empat yang semakin banyak akan semakin memerlukan banyak bengkel, pesawat pun demikian karena apapun rupa dan bentuk sebuah mesin pasti akan memiliki masa perputaran dimana pada satu titik waktu diperlukan perawatan dan pemeliharaan.
Pertanyaannya, berapa lama lagi waktu yang kita butuhkan untuk meminimalisasi insiden ataupun kecelakaan pada angkutan udara kita terutama pada daerah dimana penerbangan sudah menjadi utilitas publik?
Salam Aviasi
Referensi :
https://www.flightaware.com/live/flight/PKYSC
https://asn.flightsafety.org/wikibase/458713
https://enotrans.org/article/transportation-as-utility/
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Public_service
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Public_utility
https://www.fortnightly.com/fortnightly/2017/08/airlines-electric-utilities
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H