Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dapatkah Kita Hidup di Bumi Tanpa Pesawat?

2 Oktober 2024   12:23 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:07 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay.com/pruslee

Industri aviasi melalui pesawat berkembang dengan pesatnya namun begitu pula kekhawatiran banyak pihak terhadap perubahan iklim dunia selama beberapa dekade terakhir ini.

Adalah dampak emisi CO2 dan lainnya yang diakibatkan dari pengoperasian pesawat terhadap polusi langit yang menjadi salah satu penyebab dari perubahan iklim dunia.

Dan walaupun industri aviasi telah melakukan berbagai usaha termasuk menemukan bahan bakar alternatif dari bahan bakar fosil seperti Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan listrik, namun untuk dapat menghilangkan jejak emisi CO2 dan lainnya secara total karena pengoperasian pesawat masih sangat panjang perjalanannya.

Penggunaan SAF pada penerbangan komersial belumlah 100%, disamping itu pula produksi SAF masih jauh dari jumlah kebutuhan seluruh pesawat yang melakukan penerbangan di seluruh dunia -- baik itu pesawat militer maupun sipil.

Situs flightfree.org menyebutkan bahwa setiap harinya terdapat 125,000 penerbangan komersial di seluruh dunia, ini belum termasuk penerbangan lainnya yang bisa mencakup penerbangan militer, private dan juga latihan terbang dan lainnya.

Para pelaku perjalanan dan wisata dengan udara di seluruh dunia setidaknya juga berkontribusi pada perubahan iklim dunia, namun seberapa besar kontribusi kita tersebut jarang kita ketahui.

Kita mungkin hanya tahu emisi C02 dari penerbangan kita dari Jakarta ke Bali sebesar 0,4 metric ton, tapi tahukah kita bahwa jumlah ini bisa mencairkan es di antartika seluas 1,1 meter persegi ?

Jika perhitungan diatas dengan menggunakan kalkulator emisi dari situs flightfree.org adalah benar, berapa luas es di antartika yang akan mencair sebagai dampak dari penerbangan kita dalam setahun?

Sebagian dari penduduk bumi sudah ada yang mengurangi penerbangan mereka dalam kehidupan mereka, namun apakah itu sudah cukup ?

Pertanyaan selanjutnya yang kemudian akan timbul adalah bagaimana kelak bila tidak ada lagi penerbangan di seluruh dunia ?, pertanyaan ini akan terdengar aneh karena mungkin ada beberapa orang akan bertanya balik, apa mungkin keadaan tersebut terjadi ?

Menurut beberapa sumber, cadangan minyak dunia akan habis dalam waktu 50 tahun mendatang atau tahun 2070 an dan bisa lebih cepat apabila konsumsi bahan bakar minyak meningkat terus, apabila prediksi ini benar, pertanyaan diatas sangat dapat dipahami dan mungkin perlu dijawab segera.

Namun bagaimana jika pertanyaan di atas diganti dengan kita kembali ke masa lalu dimana belum ada penerbangan dengan pesawat yang merupakan benda yang lebih berat dari udara, bagaimana kehidupan kita sekarang jika pesawat tidak diciptakan ataupun dikembangkan ?

Moda transportasi udara memang tidak hanya dengan pesawat tapi juga bisa dengan balon udara serta benda yang lebih ringan dari udara lainnya, akan tetapi pesawat lah yang tercepat terlebih dengan perkembangan pada mesin pesawat dengan jet.

Untuk menjawab itu juga tidaklah sesulit jika kita membandingkan dengan dampaknya, mengapa demikian ?

Jawabannya yang pertama muncul jika pesawat tidak tercipta adalah moda transportasi darat yang dipilih banyak orang untuk perjalanan dalam satu pulau/daratan dan moda transportasi laut untuk perjalanan antar pulau/daratan, begitu pula antar benua dan lintas samudera.

Namun bagaimana dampaknya? Pertama adalah waktu tempuhnya akan lebih lama baik itu untuk perjalanan orang maupun barang, selain itu khusus untuk perjalanan darat dengan kereta api akan memakan biaya investasi yang cukup besar.

Sebuah perjalanan dari titik A ke B dengan kereta api akan membutuhkan pembangunan rel kereta api sepanjang rute tersebut dimana investasinya dapat tinggi, begitu juga dengan kendaraan pribadi dan umum yang memerlukan pembangunan jalan -- baik jalan raya maupun tol.

Kita belum lagi memasukkan pengembangan kereta api cepat agar perjalanan orang dan barang dapat dipersingkat waktu tempuhnya.

Hal ini berbeda dengan moda transportasi laut dan udara yang tidak memerlukan pembangunan infrastruktur di sepanjang rute dari titik A ke B karena hanya membutuhkan infrastruktur di titik A dan B (bandar udara).

Pada perjalanan antar benua ataupun lintas samudera akan dilakukan dengan kapal laut, dan walaupun kapal laut dapat mengangkut banyak muatan, waktu tempuhnya juga menjadi pertimbangan.

Perjalanan dari Inggris ke kota New York misalnya akan membutuhkan waktu hingga 7 malam dengan kapal laut, berapa banyak dari kita yang memiliki waktu selama itu untuk berlibur atau mengunjungi kerabat di kala kita memiliki pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan dalam waktu yang lama ?

Kecepatan waktu tempuh dapat sangat krusial dalam beberapa keadaan dan kondisi, misalnya bila ada bencana alam melanda sebuah daerah/daratan atau negara dimana bantuan perlu segera tiba untuk meminimalkan dampak terutama pada konteks menyelamatkan nyawa manusia.

Pandemi Covid 19 beberapa tahun yang lalu telah menunjukan pentingnya transportasi udara untuk mendistribusikan vaksin ke berbagai penjuru dunia dalam waktu singkat

Pada kehidupan sosial penduduk bumi, kita akan tidak ingin saling terpisah terlalu jauh dengan para anggota keluarga dan kerabat lainnya agar dapat mengunjungi mereka sesering mungkin dengan menggunakan moda transportasi darat.

Keadaan ini hanya berlaku kepada mereka yang tinggal di sebuah daratan luas seperti Eropa dan Tiongkok ataupun Amerika, namun bagaimana dengan sebuah negara kepulauan seperti Indonesia?

Kita perlu mengambil cuti yang lebih lama hanya untuk menempuh perjalanan kita dan belum termasuk waktu yang kita ingin nikmati di tujuan kita baik itu untuk bisnis, leisure maupun sosial seperti mengunjungi keluarga dan kerabat kita.

Pada konteks perdagangan dunia, pendistribusian barang antar bangsa akan memakan waktu lebih lama pula, ini juga bisa berarti bahan makanan yang segar (fresh) seperti hasil laut harus menyertakan es dalam jumlah banyak atau dengan mengubahnya menjadi beku (frozen) jika harus diekspor.

Apapun jenis dan tujuan kita melakukan perjalanan termasuk liburan hanya dapat kita lakukan dengan kendaraan pribadi/umum, kereta api dan kapal laut.

Transportasi memang sudah menjadi keharusan bagi seluruh penduduk bumi, ketersediaannya memainkan peranan utama dalam memenuhi segala kebutuhannya akan tetapi waktu tempuh juga memainkan peranan penting terutama di jaman yang serba cepat seperti saat ini.

Kita dapat melihat perkembangan pada kereta api dan kendaraan dimana para produsen mengeluarkan kereta api ataupun kendaraaan yang kian lama kian cepat, hal ini sebagai bukti akan tuntutan di zaman yang memerlukan kecepatan.

Pada sisi lain, efisiensi tidak hanya diperlukan dalam waktu tempuh saja tapi juga dalam hal biaya karena dapat memengaruhi harga barang pada akhirnya, oleh karenanya juga dibutuhkan moda transportasi selain yang memiliki kapasitas angkut yang besar juga yang mengkonsumsi bahan bakar yang seirit mungkin dan dapat cepat dalam perjalanannya.

Namun demikian keberlangsungan kehidupan manusia di bumi akan jauh lebih penting dari semua itu, mungkin bila secara ekstrem bisa kita katakan bahwa akan jauh lebih baik kelak kita bercerita kepada anak cucu kita akan adanya pesawat dahulunya terbang dan menghiasi langit dibandingkan menjalani kehidupan di bumi dengan segala kelangkaan bahan makanan sebagai dampak dari polusi.

Namun demikian kita juga tidak bisa menyampingkan fakta bahwa pesawat sudah terbukti dapat menjawab segala tantangan dan tuntutan perkembangan jaman walau dampak keberadaannya kini dipertanyakan terhadap keberlangsungan kehidupan manusia di bumi.

Jawaban berupa produksi massal dari SAF yang dapat mengurangi dampak negatifnya saat ini sedang diusahakan agar dapat juga memenuhi seluruh kebutuhan penerbangan di seluruh dunia.

Pembangunan fasilitas produksi SAF serta fasilitas penyimpanan di bandara di seluruh dunia merupakan langkah yang sangat masif pula, belum lagi harus dipikirkan kembali apakah SAF yang dibuat dari tumbuhan dan hewan tidak akan memiliki dampak negatif yang signifikan kepada bumi, apabila diproduksi secara masif.

Dan bila memang akan ada pesawat dengan 100% SAF ataupun listrik, akankah memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sama dengan pesawat berbahan bakar fosil ?.

Jawaban semua ini akan berlomba dengan waktu dimana setelah pada tahun 2070 an diprediksi bahwa cadangan minyak dunia akan habis.

Jadi, bagaimana kita sebagai penduduk bumi menyikapi ini semua? Dapatkah kita menjalani kehidupan di bumi tanpa pesawat? Bisakah kita berlibur tanpa menggunakan pesawat untuk dapat mengeksplorasi segala kebudayaan dan tradisi negara negara di dunia?

Pertanyaan mungkin tidak terlalu berarti bagi kita yang tidak sering atau bahkan sama sekali tidak pernah melakukan penerbangan namun penerbangan tidak hanya untuk mengangkut orang saja dari titik A ke B melainkan juga barang, surat serta menjangkau segala pelosok agar akses dapat terbuka.

Kita sebagai pengguna transportasi terutama transportasi udara dapat berkontribusi pada dampak penerbangan terhadap perubahan iklim dunia ini, beberapa orang ada yang menghentikan sama sekali perjalanan udara mereka, ada pula yang mengkompensasi dampak emisi CO2 tersebut pada berbagai program pelestarian alam dan lingkungan (carbon offset).

Pilihan ada pada masing masing, begitu pula para pemerintahan dimana di beberapa negara sudah memberlakukan pembatasan penerbangan untuk jarak pendek.

Namun kenyataannya kini, berbagai usaha sedang dilakukan oleh pelaku aviasi seperti produsen bahan bakar pesawat serta pabrikan mesin pesawat yang dapat dioperasikan dengan bahan bakar alternatif dari bahan bakar fosil.

Dan walaupun memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit, ini membuktikan bahwa kita sebagai penduduk dunia telah bergantung pada pesawat sebagai moda transportasi yang handal dan cepat, transportasi udara telah menjadi bagian dari kehidupan manusia di bumi.

Kita tidak bisa melupakan bahwa pesawat tidak hanya sebagai angkutan udara untuk orang saja tapi juga barang --termasuk barang kebutuhan sehari hari kita -- dan semua barang barang tersebut perlu diangkut dan didistribusikan.

Juga kita memerlukan pesawat agar bantuan tiba sedini mungkin agar dapat mengurangi dampak dari bencana alam serta menyelamatkan nyawa manusia.

Mudah mudah an industri aviasi dapat menjawab itu semua sebelum tahun 2070 an dengan produk pesawat dengan kapasitas dan kapabilitas yang sama (dan mungkin lebih) namun juga dapat berkontribusi terhadap keberlangsungan kehidupan manusia di bumi karena manusia adalah juga pengguna transportasi juga termasuk transportasi udara.

Salam Aviasi Lestari.

Referensi:

https://flightfree.org/flight-emissions-calculator
https://www.bbc.com/future/article/20220519-what-if-we-all-stopped-flying
https://group.met.com/en/mind-the-fyouture/mindthefyouture/when-will-fossil-fuels-run-out
https://www.livescience.com/planet-earth/how-much-oil-is-left-and-will-we-ever-run-out

https://www.environmentenergyleader.com/stories/united-makes-first-commercial-flight-using-all-sustainable-aviation-fuel,7541

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun