Namun seberapa efektif penetapan tarif batas atas dan bawah kelas ekonomi di jalur domestik tersebut, apakah regulator penerbangan melakukan monitoring dan melakukan penyesuaian secara berkala dan bilamana diperlukan, juga apakah bisa menurunkan harga tiket pesawat?
Mari kita melihat harga tiket dari Jakarta (CGK) ke Surabaya (SUB) untuk tanggal 20 Maret 2024 dimana harga tiket berkisar antara Rp. 670.001 hingga Rp. 1.301.220 oleh empat maskapai termasuk maskapai yang sepertinya bukan maskapai Indonesia walau bagian dari group maskapai kita (off-topic).
Kalau kita melihat acuan tarif batas atas dan bawah yang ditetapkan oleh pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Niaga Berjadwal Dalam Negeri maka harga bawah untuk penerbangan dengan pesawat jet dari CGK ke SUB adalah Rp. 408.000 sedangkan batas atasnya Rp. 1,167.000, sedangkan dari HLP ke SUB sebesar Rp. 407.000 dan Rp. 1.162.000.
Dari empat alternatif harga diatas maka kita bisa melihat bahwa para maskapai menetapkan harga mulai dari tengah antara batas bawah dan atas dan bahkan ada yang menetapkan harga diatas batas tarif atas, tidak ada yang menetapkan harga dibawah Rp. 650.000 dan bahkan antara Rp. 500.000 hingga Rp. 600.000 pun tidak ada.
Latar belakang dari harga harga ini bisa karena adanya permintaan yang tinggi mengingat rute CGK-SUB adalah termasuk jalur penerbangan gemuk, namun demikian hal hal lainnya bisa menjadi latarbelakangnya.
Bagaimana bila ada penambahan penerbangan dari maskapai lain --misalnya maskapai baru yang masuk ke penerbangan berjadwal dimana maskapai ini menetapkan harga promo dengan harga Rp. 575.000 dan tanpa layanan makan di penerbangan, kemungkinan pergeseran pilihan dari para pelaku perjalanan ke maskapai tersebut bisa saja terjadi.
Jika memang tarif batas bawah dan atas ini tidak bisa menurunkan harga tiket maka solusi lain perlu dijadikan pertimbangan yang kemudian bisa menghasilkan output yang tidak tertunda tunda serta tanpa pergantian sebab kenaikkan harga tiket.
Salah satu solusinya yaitu munculnya maskapai baru yang benar benar menerapkan harga dengan strategi berbeda dari maskapai yang sudah beroperasi.
Namun apabila tetap menerapkan tarif batas bawah dan atas maka akan kembali lagi ke regulator penerbangan kita, apakah mereka dalam waktu ke waktu melihat harga harga yang ditawarkan oleh para maskapai baik di situs mereka maupun di platform lainnya oleh pihak ketiga?
Kembali ke target jumlah wisatawan nusantara. Jika kita menggunakan patokan target jumlah wisatawan nusantara terkecil yaitu 1,2 miliar wisatawan dalam setahun, maka berapa jumlah keberangkatan pesawat yang kita butuhkan dalam setahun? Mari kita gunakan pesawat berbadan sedang dengan kapasitas rata rata 150 pax.