Ini berarti dibutuhkan penambahan frekuensi penerbangan domestik ke LBJ oleh para maskapai kita yang bisa berarti pula penambahan pesawat pada armada mereka, serta juga penambahan kapasitas bandara keberangkatannya misalnya untuk rute DPS ke LBJ.
Apakah maskapai kita akan menambah pesawat pada armada mereka setelah pandemi atau juga apakah pihak regulator akan membuka kesempatan kepada maskapai baru ? juga apakah akan ada pergeseran fokus penerbangan oleh maskapai dari daerah dengan trafik yang padat ke NTT dalam arti maskapai masih perlu bersama sama industri pariwisata membangun trafik di NTT a.k.a membangun konektivitas udara di NTT.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah bandara keberangkatan seperti  DPS yang akan semakin padat nantinya dapat mengakomodasi peningkatan jumlah penumpang dan pesawat tersebut tanpa penambahan kapasitas bandara ataupun penambahan bandara?
Membangun konektivitas udara di NTT tidak saja membutuhkan penerbangan internasional, domestik dan regional saja tetapi juga pembangunan fasilitas pendukungnya seperti bandara dengan kapasitas penumpang dan pesawat yang mumpuni.
Jangan melupakan pula keberadaan bengkel pesawat bisa menjadi pertimbangan maskapai bila pesawat mereka mengalami kerusakaan agak berat, selain itu semakin jauh maskapai perlu mengantar suku cadang bagi pesawat mereka yang mengalami kerusakaan di sebuah bandara NTT semakin tinggi biaya yang mereka keluarkan, kecuali ada persediaan suku cadang dari bengkel pesawat terdekat seperti di DPS atau SUB dan UPG.
Dan yang terakhir adalah dari sisi pelaku perjalanan dimana saat ini memang pelaku perjalanan dari Singapore harus menempuh waktu sekutar 5-6 jam dengan mixed flights via DPS, sehingga waktu tempuh wisatawan juga perlu menjadi perhatian.
Salam Aviasi.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H