Kondisi cuaca yang buruk dengan perubahan yang sangat cepat dapat mengganggu penerbangan dan ketika bahan bakar menjadi hal yang krusial bagi pesawat yang masih di udara maka keadaan pun dapat menegangkan dan menimbulkan kondisi stres di kokpit ketika akan mendarat.
Keadaan ini yang dihadapi oleh pesawat Boeing B 777-312 (ER) milik maskapai Singapore Airline beserta 280 orang di dalamnya saat hendak mendarat di bandara SIN setelah melakukan penerbangan jarak jauh dari bandara LHR di London dengan nomor penerbangan SQ 319.
Kondisi cuaca yang sangat buruk disertai badai dan petir menutupi langit di atas kawasan bandara SIN pada tanggal 25 Oktober 2022, kondisi cuaca yang tidak kunjung membaik dan bahkan bertambah buruk yang akhirnya membuat bandara SIN menutup bandara untuk semua pesawat yang akan lepas landas dan mendarat.
Pada umumnya pendaratan akan dialihkan ke bandara alternatif yang memang sebelum penerbangan dilakukan, sang kapten pilot sudah menentukannya serta dengan menghitung bahan bakar yang diperlukan untuk pengalihan tersebut tanpa harus melewati batas minimum (final reserve) sebelum menggunakan bahan bakar cadangan.
Namun apa yang dihadapi oleh SQ 319 tidak hanya pengalihan pendaratan saja tetapi juga karena kondisi cuaca serta perubahannya yang cepat yang membuat pesawat melakukan beberapa kali holding di mana ini justru mempercepat konsumsi bahan bakar pesawat.
Setelah melalui momen menegangkan, pesawat mendarat dalam kondisi sudah menggunakan bahan bakar cadangan di mana hal ini sangat erat hubungannya dengan keselamatan penerbangan.
Walaupun pada akhirnya pesawat dapat mendarat tanpa ada korban luka luka dan meninggal, namun tetap menjadi perhatian industri penerbangan karena ini sudah termasuk dalam kategori insiden -- dan dalam penerbangan sekecil apapun insiden diperlukan perhatian agar dapat dilakukan pembenahan.
Namun mari kita untuk tidak mengulas insiden ini lebih lanjut melainkan mencoba untuk melihat insiden ini dari sisi bandara di Indonesia terutama pada kesiapannya dalam memainkan perannya sebagai bandara pengalihan bila ada pesawat yang dalam kondisi tertentu harus mendarat di bandara tersebut.
Hal ini mengingat letak Indonesia di persimpangan jalur penerbangan antara kawasan Asia dan Pasifik, sehingga mungkin ada baiknya kita mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi.