Mungkin kita pernah mendengar pernyataan bahwa kita akan lebih membidik wisatawan berkualitas (baca: tingkat belanja yang banyak), juga mendengar pernyataan dari berbagai pihak mengenai telah terjadinya over tourism di sebuah destinasi wisata kita tapi di tanggapi dengan denial.
Pada saat yang sama, kepadatan bangunan juga semakin mempersempit ruang gerak orang baik wisatawan dan juga masyarakat lokal, serta kepadatan lalu lintas dengan jumlah kendaraan yang juga kian bertambah di lahan yang tidak semakin luas (statis vs dinamis).
Adakalanya pula fasilitas pendukung pariwisata tidak dilakukan perawatan dan pemeliharaan yang teratur dan berkala yang akan meningkatkan penurunan kualitas dari destinasi wisata.
Destinasi wisata dan bandara sama-sama menjadi tempat pergerakan orang di lahan yang cenderung tidak bertambah, hanya bedanya adalah jika pada bandara, orangnya hanya para pelaku perjalanan sedangkan pada destinasi wisata orangnya adalah pelaku liburan dan masyarakat lokal -- sudah tentu dampaknya akan lebih luas pada destinasi wisata.
Kita sebagai negara dengan destinasi yang potensial menjadi destinasi wisata, ada baiknya menerapkan tolak ukur ini serta mencoba untuk tidak mendefinisikan kualitas dari sisi wisatawan dengan memfokuskan peningkatan kualitasnya pada fisik, ekonomi dan sosial dari sebuah destinasi.
Sebuah pulau tidak akan bertambah luasnya kecuali dilakukan perluasan yang bisa membawa dampak pada lingkungan, kenyataan ini jarang disadari oleh beberapa pihak dengan terus melakukan pembangunan serta tanpa perawatan dan pemeliharaan serta lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas baik kualitas layanan kepada wisatawan maupun kualitas kehidupan masyarakat lokal.
Salam Pariwisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H